Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukumdan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdatadisebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negarasehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islamdan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesiatidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek(atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
- Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
- Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KTHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
- Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Hukum Pidana Indonesia
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
Hukum Tata Negara
Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti yang abstrak.
Hukum Tata Usaha (administrasi) Negara
Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara dimana negara dalam "keadaan yang bergerak". Hukum tata usaha negara juga sering disebut HTN dalam arti sempit.
Hukum Acara Perdata Indonesia
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh Reglement/HIR, RBG, RB,RO).
Hukum Acara Pidana Indonesia
Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
Asas dalam Hukum Acara Pidana
Asas di dalam hukum acara pidana di Indonesia adalah:
- Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
- Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
- Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
- Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
- Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
Hukum Antar Tata Hukum
Hukum antar tata hukum adalah hukum yang mengatur hubungan antara dua golongan atau lebih yang tunduk pada ketentuan hukum yang berbeda.
Hukum Adat di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islamdi Indonesiabelum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum adanya dukungan yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis baik melalui pemilu atau referendummaupun amandementerhadap UUD 1945 secara tegas dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan hukum Islam melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
Istilah Hukum
Advokat
Sejak berlakunya UU nomor 18 tahun 2003 tentang advokat, sebutan bagi seseorang yang berprofesi memberikan bantuan hukum secara swasta - yang semula terdiri dari berbagai sebutan, seperti advokat, pengacara, konsultan hukum, penasihat hukum - adalah advokat.
Advokat dan Pengacara
Kedua istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada beberapa pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU nomor 18 tahun 2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan lainnya. Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat diartikan sebagai orang yang beracara, yang berarti individu, baik yang tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama atau secara individual yang menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat hitam di pengadilan. Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak sebagai konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak diundangkannya UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut distandarisasi menjadi advokat saja.
Dahulu yang membedakan keduanya yaitu Advokat adalah seseorang yang memegang izin ber"acara" di Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman serta mempunyai wilayah untuk "beracara" di seluruh wilayah Republik Indonesia sedangkan Pengacara Praktek adalah seseorang yang memegang izin praktik / beracara berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi setempat dimana wilayah beracaranya adalah "hanya" diwilayah Pengadilan Tinggi yang mengeluarkan izin praktik tersebut. Setelah UU No. 18 th 2003 berlaku maka yang berwenang untuk mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah Organisasi Advokat.(Pengacara dan Pengacara Praktek/pokrol dst seteah UU No. 18 tahun 2003 dihapus)
Konsultan Hukum
Konsultan hukum atau dalam bahasa Inggris counselor at law atau legal consultant adalah orang yang berprofesi memberikan pelayanan jasa hukum dalam bentuk konsultasi, dalam sistem hukum yang berlaku di negara masing-masing. Untuk di Indonesia, sejak UU nomor 18 tahun 2003 berlaku, semua istilah mengenai konsultan hukum, pengacara, penasihat hukum dan lainnya yang berada dalam ruang lingkup pemberian jasa hukum telah distandarisasi menjadi advokat.
Jaksa dan Polisi
Dua institusi publik yang berperan aktif dalam menegakkan hukum publik di Indonesia adalah kejaksaan dan kepolisian. Kepolisian atau polisi berperan untuk menerima, menyelidiki, menyidik suatu tindak pidana yang terjadi dalam ruang lingkup wilayahnya. Apabila ditemukan unsur-unsur tindak pidana, baik khusus maupun umum, atau tertentu, maka pelaku (tersangka) akan diminta keterangan, dan apabila perlu akan ditahan.
Dalam masa penahanan, tersangka akan diminta keterangannya mengenai tindak pidana yang diduga terjadi. Selain tersangka, maka polisi juga memeriksa saksi-saksidan alat bukti yang berhubungan erat dengan tindak pidana yang disangkakan. Keterangan tersebut terhimpun dalam berita acara pemeriksaan(BAP) yang apabila dinyatakan P21 atau lengkap, akan dikirimkan ke kejaksaan untuk dipersiapkan masa persidangannya di pengadilan. Kejaksaan akan menjalankan fungsi pengecekan BAP dan analisa bukti-bukti serta saksi untuk diajukan ke pengadilan.
Apabila kejaksaan berpendapat bahwa bukti atau saksi kurang mendukung, maka kejaksaan akan mengembalikan berkas tersebut ke kepolisian, untuk dilengkapi. Setelah lengkap, maka kejaksaan akan melakukan proses penuntutan perkara. Pada tahap ini, pelaku (tersangka) telah berubah statusnya menjadi terdakwa, yang akan disidang dalam pengadilan. Apabila telah dijatuhkan putusan, maka status terdakwa berubah menjadi terpidana.
1. Penikmatan hak-hak kewargaan tidak tergantung pada hak-hak kenegaraan.
2. Anak dalam kandungan seorang wanita dianggap telah lahir, setiap kali kepentingannya menghendakinya. Bila telah mati waktu dilahirkan, anak tersebut dianggap tidak pernah ada. (KUHPerd. 348, 489, 758, 836, 899, 1679)
3. Tiada suatu hukuman apapun dapat mengakibatkan kematian perdata atau hilangnya seluruh hak-hak kewargaan (ISR. 144.)
Bab II
Akta-akta catatan sipil
Bagian 1
Daftar Catatan Sipil pada umumnya
Tanpa mengurangi ketentuan pasal 10 Ketentuan-ketentuan Umum Perundang-undangan di Indonesia, maka untuk golongan Eropa di seluruh Indonesia ada daftar kelahiran, daftar lapor kawin, daftar izin kawin, daftar perkawinan dan perceraian, dan daftar kematian. (KUHPerd. 5; BS. 1.) Pegawai yang ditugaskan menyelenggarakan daftar-daftar itu, disebut pegawai catatan sipil.
Pemerintah (Gouverneur-Generaal),setelah mendengar Mahkamah Agung (Hooggerechtshof), dengan peraturan tersendiri, menentukan tempat dan cara menyelenggarakan daftar-daftar tersebut, demikian pula cara menyusun akta-aktanya dan syarat-syarat yang harus diindahkan. Dalam peraturan itu juga ditetapkan hukuman-hukuman terhadap pelanggaran-pelanggaran oleh pegawai catatan sipil, sejauh dalam hal itu belum atau tidak akan diatur dengan ketentuan undang-undang hukum pidana. (KURP 436, 556 dst. lihat peraturan BS. golongan Eropa, Indonesia dan Indonesia-Kristen dan catatan di bawah judul BS.)
Bagian 2
Nama, perubahan nama, dan perubahan nama depan
Anak sah, dan juga anak tak sah tetapi yang diakui oleh ayahnya, menyandang nama keturunan ayahnya; anak yang tidak diakui oleh ayahnya, menyandang nama keturunan ibunya. (KUHperd. 250 dst., 255, 256 dst., 261, 272 dst., 280, 283 dst., 306; BS. 41.).
Siapa pun tidak diperkenankan mengganti nama keturunannya, atau menambahkan nama lain pada namanya tanpa izin pemerintah. (BS. 28, 40; S. 1824-13 pasal 2; S. 1837-11; S. 1867-168 s V; S. 1917-12.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Barangsiapa tidak dikenal nama-keturunannya atau nama depannya, boleh mengambil suatu nama-keturunan atau nama-depan dengan izin pemerintah.
Permohonan untuk itu tidak dapat dikabulkan sebelum habis jangka waktu empat bulan, terhitung mulai dari hari pemberitaan permohonan itu dalam Berita Negara. (S. 1883-192 pasal 3.)
Selama jangka waktu tersebut dalam pasal yang lalu, pihak-pihak yang berkepentingan boleh mengemukakan kepada pemerintah, dengan surat permohonan, dasar-dasar yang mereka anggap menjadi keberatan untuk menentang permohonan tersebut di atas. (S. 1883-192 pasal 3.)
Bila dalam hal yang dimaksud dalam alinea pertama pasal 6 permohonan dikabulkan, maka surat penetapannya harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus menuliskannya dalam buku daftar yang paling akhir, dan membuat catatan tentang hal itu pada tepi akta kelahiran si pemohon. (BS. 26.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Surat penetapan yang diberikan berkenaan dengan dikabulkannya permohonan termaksud dalam pasal 6 alinea kedua, dibukukan dalam daftar kelahiran yang paling akhir di tempat tinggal yang bersangkutan, dan dalam hal termaksud dalam pasal 43 alinea pertama Reglemen tentang Catatan Sipil untuk Golongan Eropa, dicatat pula pada tepi akta kelahiran. (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Bila suatu permohonan tidak dikabulkan seperti yang dimaksud pada alinea yang lalu, pemerintah dapat memberikan nama-keturunan atau nama-depan kepada yang berkepentingan. Surat penetapan ini harus diperlakukan sesuai dengan pasal yang lalu.
Diperolehnya suatu nama sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam keempat pasal yang lalu, sekali-kali tidak boleh diajukan sebagai bukti adanya hubungan sanak-saudara. (KUHPerd. 262; S. 1883-192 pasal 3.)
Tiada seorang pun boleh mengubah nama-depannya atau menambahkan nama-depan pada namanya, tanpa izin pengadilan negeri (raad van justitie) tempat tinggalnya atas permohonan untuk itu, setelah mendengar jawatan kejaksaan (openbaar ministrie). (BS. 40.)
Bila pengadilan negeri mengizinkan penggantian atau penambahan nama-depan, maka surat penetapannya harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus membukukannya dalam daftar yang paling akhir, dan mencatatnya pula pada tepi akta kelahiran. (BS. 26.)
Bagian 3
Pembetulan Akta Catatan Sipil, dan Penambahannya. (S. 1836-16.)
Bila daftar tidak pernah ada, atau telah hilang, dipalsu, diubah, robek, dimusnahkan, digelapkan atau dirusak, bila ada akta yang tidak terdapat dalam daftar itu, atau bila dalam akta yang dibukukan terdapat kesesatan, kekeliruan atau kesalahan lain, maka hal-hal itu dapat menjadi dasar untuk mengadakan penambahan atau perbaikan dalam daftar itu. (BS. 26 dst., 36; KUHPerd. 14, 101; S. 1854-40, lihat BS. 67.)
Permohonan untuk itu hanya dapat diajukan kepada pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya daftar-daftar itu diselenggarakan atau seharusnya diselenggarakan, dan untuk itu pengadilan negeri akan mengambil keputusan setelah mendengar jawatan kejaksaan dan pihak-pihak yang berkepentingan bila ada cukup alasan dan dengan tidak mengurangi kesempatan banding. (Rv. 844 dst.)
Keputusan ini hanya berlaku antara pihak-pihak yang telah memohon, atau yang pernah dipanggil. (KUHPerd. 1917.)
16. Semua keputusan tentang pembetulan atau penambahan pada akta, yang telah memperoleh kekuatan tetap, harus dibukukan oleh pegawai catatan sipil dalam daftar-daftar yang paling akhir segera setelah diperlihatkan dan bila ada perbaikan, hal itu harus diberitakan pada margin akta yang diperbaiki, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Reglemen tentang Catatan Sipil. (BS. 26; Rv. 166.)
Bab III
Tempat Tinggal atau Domisili
Setiap orang dianggap bertempat tinggal di tempat yang dijadikan pusat kediamannya. Bila tidak ada tempat tinggal yang demikian, maka tempat kediaman yang sesungguhnya dianggap sebagai tempat tinggalnya. (Rv. 6-7?, 99.) Perubahan tempat tinggal terjadi dengan pindah rumah secara nyata ke tempat lain disertai niat untuk menempatkan pusat kediamannya di sana. (KUHPerd. 19, 53 dst.)
Niat itu dibuktikan dengan menyampaikan pernyataan kepada kepala pemerintahan, baik di tempat yang ditinggalkan, maupun di tempat tujuan pindah rumah kediaman. (KUHP 515; S. 1919-573 jis. 1931-373, 423.) Bila tidak ada pernyataan, maka bukti tentang adanya niat itu harus disimpulkan dari keadaan sebenarnya.
Mereka yang ditugaskan untuk menjalankan dinas umum, dianggap bertempat tinggal di tempat mereka bertugas. (RO. 21; Rv. 99.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang wanita yang telah kawin dan tidak pisah meja dan ranjang, tidak mempunyai tempat tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal salah satu dari kedua orang tua mereka yang melakukan kekuasaan orang tua atas mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang dewasa yang berada di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampu mereka. (KUHPerd. 106, 207, 211, 242, 298, 301, 383, 452.)
(s.d.u. dg. S. 1926-335 jis. 458, 565 dan S. 1927-108.) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu, buruh mempunyai tempat tinggal di rumah majikan mereka bila mereka tinggal serumah dengannya. (KUHPerd. 17-2, 1061a dst.)
Yang dianggap sebagai rumah kematian seseorang yang meninggal dunia adalah rumah tempat tinggalnya yang terakhir. (KUHPerd. 1023; Rv. 7, 99; Weesk. 47.)
Dalam suatu akta dan terhadap suatu soal tertentu, kedua pihak atau salah satu pihak bebas untuk memilih tempat tinggal yang lain daripada tempat tinggal yang sebenarnya. Pemilihan itu dapat dilakukan secara mutlak, bahkan sampai meliputi pelaksanaan keputusan hakim, atau dapat dibatasi sedemikian rupa sebagaimana dikehendaki oleh kedua pihak atau salah satu pihak. Dalam hal ini surat-surat juru sita, gugatan-gugatan atau tuntutan-tuntutan yang tercantum atau termaksud dalam akta itu, boleh dilakukan di tempat tinggal yang dipilih dan di muka hakim tempat tinggal itu. (KUHPerd. 1186, 1194, 1393, 1405, 1412; Rv. 8, 13, 85, 99, 106 dst., 411, 443, 461, 477, 504, 533, 550, 561, 594, 597, 601, 606, 655, 662, 666, 729, 816, 860 dst.)
Bila hal sebaliknya tidak disepakati, masing-masing pihak boleh mengubah tempat tinggal yang dipilih untuk dirinya, asalkan tempat tinggal yang baru tidak lebih dari sepuluh pal jauhnya dari tempat tinggal yang lama dan perubahan itu diberitahukan kepada pihak yang lain.
Bab IV
Perkawinan
Ketentuan-ketentuan perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dalam peraturan-peraturan lain, oleh Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974 dinyatakan tidak berlaku lagi, sejauh telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974.
Ketentuan Umum
Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. (KUHPerd. 81.)
Bagian 1
Syarat-syarat dan segala sesuatu yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan perkawinan Lihat Peraturan Peralihan mengenai diberlakukannya perundang-undangan anak-anak S. 1927-31 jis. 390, 421 sebelum Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat oleh perkawinan dengan satu orang perempuan saja; seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja. (KUHPerd. 60-41?, 62, 63-2?, 65, 70-4?, 83, 86, 93, 95 dst., 493 dst.; KUHP 279 dst.)
Asas perkawinan menghendaki adanya persetujuan bebas dari calon suami dan calon istri. (KUHPerd. 61-3?, 4?, 62, 63-2?, 65, 83, 87 dst., 95 dst. 901.)
Laki-laki yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur lima belas tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa menghapuskan larangan ini dengan memberikan dispensasi. (ISR. 43; KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 89; BS. 55, 61; W & B II-283.)
Perkawinan dilarang antara mereka yang satu sama lainnya mempunyai hubungan darah dalam garis ke atas maupun garis ke bawah, baik karena kelahiran yang sah maupun karena kelahiran yang tidak sah, atau karena perkawinan; dalam garis ke samping, antara kakak-beradik laki-perempuan, sah atau tidak sah. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 290, 295, 297.)
Perkawinan juga dilarang karena alasan-alasan berikut: 1?. (s.d.u. dg. S. 1941-370.) antara ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila suami atau istri yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau bila atas dasar ketidakhadiran si suami atau si istri telah diberikan izin oleh hakim kepada suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain; 2?. antara paman atau paman orang tua dan kemenakan perempuan atau anak perempuan kemenakan, demikian pula antara bibi atau bibi orang tua dan kemenakan laki-laki atau anak laki-laki kemenakan, yang sah atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, pemerintah dengan memberi dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini. (ISR. 43; KUHPerd. 29, 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 295, 297.)
Seseorang yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zinah, sekali-kali tidak diperkenankan kawin dengan pasangan zinahnya itu. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63- 2?, 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 209.)
(s.d.u. dg. S. 1923-31.) Antara orang-orang yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan pasal 199 nomor 3? atau 4?, tidak boleh untuk kedua kalinya dilaksanakan perkawinan kecuali setelah lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka yang didaftarkan dalam daftar catatan sipil. Perkawinan lebih lanjut antara orang-orang yang sama dilarang. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 90, 93, 199, 207 dst., 232a, 268, 493.)
Seorang wanita tidak boleh melakukan perkawinan baru, kecuali setelah lampau jangka waktu tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang terakhir. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 64 dst., 71-4?, 93, 99, 252, 494 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Untuk melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur memerlukan izin kedua orang tuanya. Akan tetapi bila hanya salah seorang dari mereka memberi izin dan yang lainnya telah dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu, maka pengadilan negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya, berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu, setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya menjadi syarat beserta keluarga-keluarga sedarah atau keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu orang tua telah meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang lain. (KUHPerd. 37, 40 dst., 49, 61-1?, 71-2?, 5?, 83, 91, 151, 299 dst., 330, 424, 458, 901; BS. 61-4?.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selain izin yang diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-anak sah yang belum dewasa memerlukan juga izin dari wali mereka, bila yang melakukan perwalian adalah orang lain daripada ayah atau ibu mereka; bila izin itu diperlukan untuk kawin dengan wali itu atau dengan salah satu dari keluarga sedarahnya dalam garis lurus, diperlukan izin dari wali pengawas. Bila wali atau wali pengawas atau ayah atau ibu yang telah dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwaliannya, menolak memberi izin atau tidak dapat menyatakan kehendaknya, maka berlakulah alinea kedua pasal yang lalu, asal orang tua yang tidak dipecat dari kekuasaan orang tua atau dari perwaliannya atas anaknya telah memberikan izin itu. (KUHPerd. 42, 49, 62, 71-2?, 5?, 83 dst., 91, 151, 424, 901; BS. 61-4?.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila ayah dan ibu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendak mereka, maka mereka masing-masing harus digantikan oleh tua mereka, sejauh mereka masih hidup dan tidak dalam keadaan yang sama. Bila orang lain daripada orang-orang tersebut di atas melakukan perwalian atas anak-anak dibawah umur itu, maka dalam hal seperti yang dimaksud dalam alinea yang lalu, si anak memerlukan lagi izin dari wali atau wali pengawas, sesuai dengan perbedaan kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu. Alinea kedua pasal 35 berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea satu atau alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila salah satu atau lebih tidak menyatakan pendiriannya (KUHPerd. 49, 62, 71-2?, 5?, 83 dst., 91 151, 424, 497, 901; BS. 61-4?.)
(s.d.u. dg. S 1927-31 jis. 390, 421.) Bila ayah dan ibu serta kakek dan nenek si anak tidak ada, atau bila mereka semua berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka, anak sah yang masih di bawah umur tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali dan wali pengawasnya. Bila baik wali maupun wali pengawas, atau salah seorang dari mereka, menolak untuk memberi izin atau tidak menyatakan pendirian, maka pengadilan negeri di daerah tempat tinggal anak masih di bawah umur, atas permohonannya berwenang memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar dan memanggil dengan sah wali, wali pengawas, dan keluarga sedarah atau keluarga semenda. (KUHPerd.) 39, 49 61-2?, 63 dst; KUHP 524.)
(s.d.u. dg. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak luar kawin yang diakui sah, selama masih di bawah umur, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin ayah dan ibu yang mengakuinya, sejauh kedua-duanya atau salah seorang masih hidup dan tidak berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka. Bila semasa hidup ayah atau ibu yang mengakuinya, orang lain yang melakukan perwalian atas anak itu, maka harus pula diperoleh izin dari wali itu atau dari wali pengawas bila izin itu diperlukan untuk perkawinan dengan wali itu sendiri atau dengan salah seorang dari keluarga sedarah dalam garis lurus.
Bila terjadi perselisihan pendapat antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea pertama dan kedua, dan salah seorang atau lebih menolak memberikan izin itu, maka pengadilan negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang di bawah umur itu, atas permohonan si anak berkuasa memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya diperlukan.
Bila baik ayah maupun ibu yang mengakui anak di bawah umur itu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendak mereka, diperlukan izin dari wali dan wali pengawas. Bila kedua-duanya atau salah seorang menolak untuk memberi izin, atau tidak menyatakan pendirian, maka berlaku pasal 38 alinea kedua, kecuali apa yang ditentukan di situ mengenai keluarga sedarah atau keluarga semenda.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak tidak sah yang tidak diakui, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali atau wali pengawas, selama ia masih di bawah umur. Bila kedua-duanya, atau salah seorang, menolak untuk memberikan izin atau untuk menyatakan pendirian, pengadilan negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang masih di bawah umur itu, atas permohonannya, berkuasa memberikan izin untuk setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali atau wali pengawas si anak. (KUHP 524.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penetapan-penetapan pengadilan negeri dalam hal-hal yang termaksud dalam enam pasal yang lalu, diberikan tanpa bentuk hukum acara. Penetapan-penetapan itu, baik yang mengabulkan permohonan izin, maupun yang menolak, tidak dapat dimohonkan banding. (s.d.u. dg. S. 1927-456.) Mendengar mereka yang izinnya diperlukan seperti yang termaksud dalam enam pasal yang lalu, bila mereka bertempat tinggal di luar kabupaten tempat kedudukan pengadilan negeri itu, boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal atau tempat kedudukan mereka, dan pengadilan negeri ini akan menyampaikan berita acaranya kepada pengadilan negeri yang disebut pertama. Pemanggilan mereka yang izinnya diperlukan, dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan keluarga semenda. Mereka yang disebut pertama, ataupun mereka yang disebut terakhir, boleh mewakilkan diri dengan cara seperti yang tercantum dalam pasal 334.
(s.d.u. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak sah, yang telah dewasa, tetapi belum genap tiga puluh tahun, juga wajib untuk mohon izin ayah dan ibunya untuk melakukan perkawinan. Bila ia tidak memperoleh izin itu, ia boleh memohon perantaraan pengadilan negeri tempat tinggalnya, dan dalam hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu tiga minggu, atau dalam jangka waktu yang lain jika dianggap perlu oleh pengadilan negeri, terhitung dari hari pengajuan surat permohonan itu, pengadilan harus berusaha menghadapkan si ayah dan si ibu, beserta anak itu, agar dalam suatu sidang tertutup kepada mereka diberi penjelasan-penjelasan yang dianggap berguna oleh pengadilan demi kepentingan mereka masing-masing. Mengenai pertemuan pihak-pihak tersebut harus dibuat berita acara tanpa mencantumkan alasan-alasan yang mereka kemukakan.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila baik ayahnya maupun ibunya tidak hadir, perkawinan dapat dilangsungkan dengan penunjukan akta yang memperlihatkan ketidakhadiran itu.
Bila anak itu tidak hadir, maka perkawinannya tidak dapat dilaksanakan, kecuali sesudah permohonan diajukan sekali lagi untuk perantaraan pengadilan.(KUHPerd. 47, 48.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila, setelah anak itu dan kedua orang tua atau salah satu orang tua hadir, kedua orang tua itu atau salah seorang tetap menolak, maka perkawinan tidak boleh dilaksanakan bila belum lampau tiga bulan, terhitung dari hari pertemuan itu.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan-ketentuan dalam lima pasal terakhir ini juga berlaku untuk anak tak sah terhadap ayah dan ibu yang mengakuinya.
(s.d.u. dg. S. 1928-546.) Sekiranya kedua orang tua atau salah satu tidak berada di Indonesia, pemerintah berkuasa memberi dispensasi dari kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam pasal 42 sampai dengan pasal 47.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam pengertian ketidakmungkinan bagi para orang tua atau para kakek-nenek untuk memberi izin kepada anak di bawah umur untuk melakukan perkawinan, dalam hal-hal yang diatur dalam pasal 35, 37, 38 dan 39, sekali-kali tidak termasuk ketidakhadiran terus-menerus atau sementara di Indonesia. (S. 1927-31, peraturan peralihan.)
Bagian 2
Acara yang harus mendahului perkawinan
Semua orang yang hendak melangsungkan perkawinan, harus memberitahukan hal itu kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal salah satu pihak. (KUHPerd. 17; BS. 54 dst.)
Pemberitahuan ini harus dilakukan, baik secara langsung, maupun dengan surat yang dengan cukup jelas memperlihatkan niat kedua calon suami-istri, dan tentang pemberitahuan itu harus dibuat sebuah akta oleh pegawai catatan sipil. (BS. 54 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1916-339 jo. S. 1917-18.) Sebelum pelaksanaan perkawinan itu, pegawai catatan sipil harus mengumumkan hal itu dan menempel surat pengumuman pada pintu utama gedung tempat penyimpanan daftar-daftar catatan sipil itu. Surat itu harus tetap tertempel selama sepuluh hari. Pengumuman itu tidak boleh dilangsungkan pada hari Minggu; yang disamakan dengan hari Minggu dalam hal ini ialah hari Tahun Baru, hari Paskah kedua dan Pantekosta, hari Natal, hari Kenaikan Isa Almasih, dan hari Mikraj Nabi. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Surat pengumuman ini harus memuat: 1?. nama, nama depan, umur, pekerjaan tempat tinggal calon suami-istri dan, bila mereka sebelumnya pernah kawin, nama suami atau istri mereka yang dulu; 2?. hari, tempat dan jam terjadinya pengumuman. (KUHPerd. 53, 61-6?, 63-2?, 75, 82 dst., 99; BS. 54 dst.) (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Surat itu ditandatangani oleh pegawai catatan sipil itu.
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila kedua calon suami-istri tidak bertempat tinggal dalam wilayah catatan sipil yang sama, maka pengumuman itu akan dilakukan oleh pegawai catatan sipil di tempat tinggal masing-masing pihak. (KUHPerd. 17, 76, 83; BS. 56 dst.)
54. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila calon suami-istri belum sampai enam bulan penuh bertempat tinggal dalam daerah suatu catatan sipil, pengumumannya harus juga dilakukan oleh pegawai catatan sipil di tempat tinggal mereka yang terakhir. (s.d.u. dg. S. 1937-572, S. 1939-288.) Bila ada alasan-alasan yang penting, dari kewajiban membuat pengumuman tersebut di atas boleh diberikan dispensasi oleh kepala Pemerintahan Daerah yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin. (BS. 56 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila perkawinan itu belum dilangsungkan dalam waktu satu tahun, terhitung dari waktu pengumuman, perkawinan itu tidak boleh dilangsungkan, kecuali bila sebelumnya diadakan pengumuman lagi. (KUHPerd. 75.)
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Janji kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka hakim berlangsungnya perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu; semua persetujuan untuk ganti rugi dalam hal ini adalah batal. Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin itu telah diikuti oleh suatu pengumuman, maka hal itu dapat menjadi dasar untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang barangnya sebagai akibat dari penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan soal kehilangan keuntungan. Tuntutan ini kadaluwarsa dengan lampaunya waktu delapan belas bulan, terhitung dari pengumuman perkawinan itu. (AB 23; KUHPerd. 154, 1243 dst., 1305, 1320, 1335, 1337.)
Bagian 3
Pencegahan Perkawinan
Hak untuk mencegah berlangsungnya perkawinan hanya ada pada orang-orang dan dalam hal-hal yang disebut dalam pasal-pasal berikut. (Rv. 816 dst.)
Barangsiapa masih terikat oleh perkawinan dengan salah satu pihak, termasuk juga anak-anak yang lahir dari perkawinan itu, berhak mencegah perkawinan baru yang dilaksanakan, tetapi hanya berdasarkan perkawinan yang masih ada. (KUHPerd. 27, 61-4?, 62 dst., 68, 86.)
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18; S. 1917-497; S. 27-31 jis. 390, 421.) Ayah atau ibu boleh mencegah perkawinan dalam hal-hal berikut: 1?. bila anak mereka yang masih di bawah umur, belum mendapat izin yang menjadi syarat; 2?. bila anak mereka, yang sudah dewasa tetapi belum genap tiga puluh tahun, lalai meminta izin mereka, dan dalam hal permohonan izin itu ditolak, lalai untuk meminta perantaraan pengadilan negeri seperti yang diwajibkan menurut pasal 42; 3?. bila salah satu pihak, yang karena cacat mental berada dalam pengampuan, atau dengan alasan yang sama telah dimohonkan pengampuan, tetapi atas permohonan itu belum diambil keputusan; (KUHPerd. 434.) 4?. bila salah satu pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk mengadakan perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan bagian pertama bab ini; (KUHPerd. 27 dst., 60, 62 dt.) 5?. bila pengumuman perkawinan yang menjadi syarat tidak diadakan; (KUHPerd. 52 dst.) 6?. bila salah satu pihak, karena sifat pemboros ditaruh di bawah pengampuan dan perkawinan yang hendak dilangsungkan tampaknya akan membawa ketidak-bahagiaan bagi anak mereka. (KUHPerd. 434.) Bila yang menjalankan perwalian atas anak itu orang lain daripada ayah atau ibunya, maka wali atau pengawasnya, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali, mempunyai hak yang sama dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor-nomor 1?, 3?, 4?, 5? dan 6?.
(s.d.u. dg S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal kedua orang tua tidak ada, maka kakek-nenek dan wali atau wali pengawas, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali berhak untuk mencegah perkawinan dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor 3?, 4?, 5? dan 6?, pasal yang lalu. Kakek-nenek dan wali, atau wali pengawas, bila yang disebut terakhir ini menggantikan si wali untuk mencegah perkawinan dalam hal-hal yang tercantum pada nomor 1?, jika izin mereka menjadi syarat
(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927- 31 jis. 390,421.) Dalam hal kakek-nenek tidak ada, maka saudara laki-laki dan perempuan, paman dan bibi, demikian pula wali dan wali pengawas, pengampu dan pengampu pengawas, berhak mencegah perkawinan: 1?. bila ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal 40 mengenai memperoleh izin kawin tidak diindahkan; 2?. karena alasan-alasan seperti yang tercantum dalam nomor 3?, 4?, 5? dan 6? pasal 61. (KUHPerd. 58.)
Suami yang perkawinannya telah bubar karena perceraian, boleh mencegah perkawinan bekas istrinya, bila dia hendak kawin lagi sebelum lampau tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang dulu. (KUHPerd. 34, 60, 61-4?, 62, 63-2?, 65.)
Jawatan kejaksaan wajib mencegah perkawinan yang hendak dilangsungkan dalam hal-hal yang tercantum dalam pasal 27 sampai dengan 34. (RO. 55; KUHPerd. 94; Rv. 323)
Pencegahan perkawinan ditangani oleh pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya terletak tempat kedudukan pegawai catatan yang harus melangsungkan perkawinan itu. (Rv. 817.)
Dalam akta pencegahan harus disebutkan segala alasan yang dijadikan dasar pencegahan itu, dan tidak diperkenankan mengajukan alasan baru, sejauh hal itu tidak timbul setelah pencegahan. (BS. 59; Rv. 816.) Dihapus dg. S. 1937-595, berlaku terhitung 1 Januari 1939.
Bila pencegahan itu ditolak, para penentang boleh dikenakan kewajiban mengganti biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika penentang itu adalah keluarga sedarah dalam garis ke atas dan garis ke bawah atau jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 62 dst.; Rv. 58.)
Bila terjadi pencegahan perkawinan, pegawai catatan sipil tidak diperkenankan untuk melaksanakan perkawinan itu, kecuali setelah kepadanya disampaikan suatu putusan pengadilan yang telah mendapat kekuatan hukum tetap atau suatu akta otentik dengan mana pencegahan itu ditiadakan; pelanggaran atas ketentuan ini kena ancaman hukuman penggantian biaya, kerugian dan bunga. Bila perkawinan itu dilaksanakan sebelum pencegahan itu ditiadakan, maka perkara mengenai pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan perkawinan boleh dinyatakan batal sekiranya gugatan penentang dikabulkan. (KUHPerd. 71-6?, 82; BS. 59.)
Bagian 4
Pelaksanaan Perkawinan
Sebelum melangsungkan perkawinan, pegawai catatan sipil harus meminta agar kepadanya disampaikan: 1?. akta kelahiran masing-masing calon suami-istri; (KUHPerd. 29, 35 dst.; Chin. 16.) 2?. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18; S. 1927-31 jis. 390, 421.) akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil dan didaftarkan dalam daftar izin kawin, atau akta otentik lain yang berisi izin ayah, ibu, kakek nenek, wali, atau wali pengawas, ataupun izin yang diperoleh dari hakim, dalam hal-hal di mana izin itu diperlukan; (KUHPerd. 35 dst., 42 dst., 452.) Izin itu dapat juga diberikan pada akta perkawinan sendiri; 3?. akta yang menunjukkan adanya perantaraan pengadilan negeri; (KUHPerd. 38 dst., 41 dst.) 4?. dalam hal perkawinan kedua atau perkawinan berikutnya: akta kematian suami atau istri yang dulu, atau akta perceraian, atau salinan surat izin dari hakim yang diberikan dalam hal pihak lain dari suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 27, 32, 44, 493; Chin. 16.)5?. akta kematian dari mereka yang seharusnya memberikan izin kawin; (KUHPerd. 71-2?; Chin. 16.) 6?. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S.. 1917-18.) bukti, bahwa pengumuman perkawinan itu telah berlangsung tanpa pencegahan di tempat yang disyaratkan menurut pasal 52 dan berikutnya, ataupun bukti bahwa pencegahan yang dilakukan telah dihentikan; (KUHPerd. 70; BS. 59.) 7?. dispensasi yang telah diberikan; (KUHPerd. 29, 31, 48, 54, 56.) 8?. izin untuk para perwira dan tentara bawahan yang menjadi syarat untuk melakukan perkawinan.
Jika di antara calon suami-istri ada yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahiran seperti yang disyaratkan pada nomor 1? pasal yang lampau, maka hal itu dapat diganti dengan akta tanda kenal yang dikeluarkan oleh kepala Pemerintahan Daerah tempat lahir atau tempat tinggal calon suami atau istri atas keterangan dua saksi laki-laki atau perempuan, keluarga atau bukan keluarga. Keterangan ini harus menyebutkan tempat dan waktu kelahirannya secermat-cermatnya, serta sebab-sebab yang menghalanginya untuk menunjukkan akta kelahiran.
Tidak adanya akta kelahiran dapat juga diganti dengan keterangan semacam itu di bawah sumpah yang diberikan oleh saksi-saksi yang harus hadir pada pelaksanaan perkawinan itu, ataupun dengan keterangan yang diberikan di bawah sumpah di hadapan pegawai catatan sipil oleh calon suami atau istri, dan sumpah itu berisi, bahwa dia tidak dapat memperoleh akta kelahiran atau akta tanda kenal. Dalam akta perkawinannya, keterangan yang satu dan yang lain harus dicantumkan. (KUHPerd. 13, 76 dst.; BS. 27, 61; Chin. 16.)
Bila para pihak tidak dapat memperlihatkan akta kematian yang disebut dalam pasal 71 nomor 5?, maka kekurangan itu dapat diperbaiki dengan cara yang sama seperti yang tercantum dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 13, 82; BS. 27.)
Bila pegawai catatan sipil menolak untuk melangsungkan perkawinan atas dasar tidak lengkapnya surat-surat dan keterangan-keterangan yang diharuskan oleh pasal-pasal yang lalu, maka pihak-pihak yang berkepentingan berhak mengajukan surat permohonan kepada pengadilan negeri; setelah mendengar jawatan kejaksaan, bila ada alasan untuk itu, dan mendengar pegawai catatan sipil, pengadilan negeri itu secara singkat dan tanpa kemungkinan banding, akan mengambil keputusan tentang lengkap atau tidak lengkapnya surat-surat.
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Perkawinan tidak boleh dilangsungkan, sebelum hari kesepuluh setelah hari pengumuman, di mana hari itu sendiri tidak termasuk. (KUHPerd. 52, 57, 71-6?, 99.) Jika ada alasan penting, kepala Pemerintahan Daerah, yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin, berkuasa memberikan dispensasi dari pengumuman dan waktu tunggu yang diharuskan.
Jika dispensasi telah diberikan, berita tentang hal itu harus ditempel secepat-cepatnya pada pintu utama gedung yang dimaksud pada alinea pertama pasal 52. Dalam berita tempel itu harus disebutkan kapan perkawinan itu akan atau telah dilaksanakan.
(s.d.u. dg. S. 1901-353 jo. S. 1905-552; S. 1932-42.) Perkawinan harus dilaksanakan di muka umum, dalam gedung tempat membuat akta catatan sipil, di hadapan pegawai catatan sipil tempat tinggal salah satu pihak, dan di hadapan dua orang saksi, baik keluarga maupun bukan keluarga, yang telah mencapai umur dua puluh satu tahun dan berdiam di Indonesia. (KUHPerd. 17 dst. 53, 83, 92 dst., 99; BS. 13, 61 dst.)
77. Bila salah satu pihak, karena halangan yang terbukti cukup sah, tidak dapat pergi ke gedung tersebut, perkawinan boleh dilangsungkan dalam sebuah rumah khusus di daerah pegawai catatan sipil yang bersangkutan. Jika terjadi demikian, dalam akta perkawinan harus dicantumkan sebab-sebab terjadinya. Penilaian tentang sah tidaknya halangan tersebut dalam pasal ini, diserahkan kepada pegawai catatan sipil itu. (KUHPerd. 99; BS. 62.)
Kedua calon suami-istri harus datang secara pribadi menghadap pegawai catatan sipil pada waktu pelaksanaan perkawinan itu. (S. 1947-137.)
Jika ada alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa untuk mengizinkan pihak-pihak yang bersangkutan melangsungkan perkawinan mereka dengan menggunakan seorang wakil yang khusus diberi kuasa penuh dengan akta otentik. Bila pemberi kuasa itu, sebelum perkawinan itu dilaksanakan, telah kawin dengan orang lain secara sah, maka perkawinan yang telah berlangsung dengan wakil khusus dianggap tidak pernah terjadi. (KUHPerd. 27, 29, 31, 48, 58 1792 dst., 1815, 1818; BS. 12, 62.)
Kedua calon suami-istri, di hadapan pegawai catatan sipil dan dengan kehadiran para saksi, harus menerangkan bahwa yang satu menerima yang lain sebagai suami atau istrinya, dan bahwa dengan ketulusan hati mereka akan memenuhi kewajiban mereka, yang oleh undang-undang ditugaskan kepada mereka sebagai suami-istri. (BS. 13, 60 dst.)
Tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum kedua pihak membuktikan kepada pejabat agama mereka, bahwa perkawinan di hadapan pegawai catatan sipil telah berlangsung. (KUHPerd. 26; KUHP 530.)
Jika terjadi pelanggaran oleh pegawai catatan sipil atas ketentuan-ketentuan dalam bab ini, maka selama hal itu tidak diatur dalam aturan undang-undang hukum pidana, para pegawai itu boleh dihukum oleh pengadilan negeri dengan denda uang yang tidak melebihi seratus gulden, tanpa mengurangi hak pihak-pihak yang berkepentingan untuk menuntut ganti rugi, bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 99; BS. 28; KUHP 530; ketentuan hukum yang terkandung dalam KUHPerd. 82 telah dihapus dengan Inv. Sv. 3.)
Bagian 5
Perkawinan-perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri
(s.d.u. dg. S. 1915-299 jo. 642.) Perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, baik antara sesama warganegara Indonesia, maupun antara warganegara Indonesia dan warganegara lain, adalah sah bila perkawinan itu dilangsungkan menurut cara yang biasa di negara tempat berlangsungnya perkawinan itu, dan suami-istri yang warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam Bagian 1 bab ini. (AB 3, 16, 18; KUHPerd. 27 dst., 52 dst.; BS. 63.)
Dalam waktu satu tahun setelah kembalinya suami-istri ke wilayah Indonesia, akta tentang perkawinan mereka di luar negeri harus didaftarkan dalam daftar umum perkawinan di tempat tinggal mereka. (KUHPerd. 4 dst., 91, 152; BS. 1 dst., 63.)
Bagian 6
Batalnya perkawinan
Batalnya suatu perkawinan hanya dapat dinyatakan oleh hakim. (KUHPerd. 70.)
Batalnya suatu perkawinan yang dilakukan bertentangan dengan pasal 27, dapat dituntut oleh orang yang karena perkawinan sebelumnya terikat dengan salah seorang dari suami-istri itu, oleh suami-istri itu sendiri, oleh keluarga sedarah dalam garis ke atas, oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dengan batalnya perkawinan itu, dan oleh jawatan kejaksaan. Bila batalnya perkawinan yang terdahulu dipertahankan, maka terlebih dahulu harus diputuskan ada tidaknya perkawinan terdahulu itu. (KUHPerd. 60-65, 83, 93 dst., 493 dst.)
Keabsahan suatu perkawinan, yang berlangsung tanpa persetujuan bebas kedua suami-istri atau salah seorang dari mereka, hanya dapat dibantah oleh suami-istri itu, atau oleh salah seorang dari mereka yang memberikan persetujuan secara tidak bebas. Bila telah terjadi kekhilafan tentang diri orang yang dikawini, keabsahan perkawinan itu hanya dapat dibantah oleh suami atau istri yang telah khilaf itu. Dalam hal-hal tersebut dalam pasal ini, tuntutan akan pembatalan suatu perkawinan tidak boleh diterima, bila telah terjadi tinggal serumah terus-menerus selama tiga bulan sejak si suami atau istri mendapat kebebasan, atau sejak mengetahui kekeliruannya. (KUHPerd. 28, 58, 61-3? dan 4?, 62, 63-2?, 65, 83, 901.)
Bila perkawinan dilakukan oleh orang yang karena cacat mental ditaruh di bawah pengampuan, keabsahan perkawinan itu hanya boleh dibantah oleh ayahnya, ibunya dan keluarga sedarah dalam garis ke atas, saudara laki-laki dan perempuan, paman dan bibinya, demikian pula oleh pengampunya, dan akhirnya oleh jawatan kejaksaan. Setelah pengampuan itu dicabut, pembatalan perkawinannya hanya boleh dituntut oleh suami atau istri yang telah ditaruh di bawah pengampuan itu, tetapi tuntutan ini pun tidak dapat diterima bila kedua suami-istri telah tinggal bersama selama enam bulan, terhitung dari pencabutan pengampuan itu. (KUHPerd. 28, 61-3?, 62, 63-2?, 65, 83, 433 dst., 447, 460.)
Bila perkawinan dilakukan oleh orang yang belum mencapai umur yang disyaratkan dalam pasal 29, maka pembatalan perkawinan itu boleh dituntut, baik oleh orang yang belum cukup umur itu, maupun oleh jawatan kejaksaan. Namun keabsahan perkawinan itu tidak dapat dibantah: 1?. bila pada hari tuntutan akan pembatalan itu diajukan, salah seorang atau kedua suami-istri telah mencapai umur yang disyaratkan; 2?. bila si istri, kendati belum mencapai umur yang disyaratkan, telah hamil sebelum tuntutan diajukan. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83.)
Semua perkawinan yang dilakukan dengan melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 30, 31, 32, dan 33, boleh dimintakan pembatalan, baik oleh suami-istri itu sendiri, maupun oleh orang tua mereka atau keluarga sedarah mereka dalam garis ke atas, atau oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dengan pembatalan itu, ataupun oleh jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 61-4?, 62, 63-2?, 65, 83, 93.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421, 456.) Bila suatu perkawinan dilaksanakan tanpa izin ayah, ibu, kakek, nenek, wali atau wali pengawas, maka dalam hal izin harus diperoleh ataupun wali harus didengar menurut pasal-pasal 35, 36, 37, 38, 39, dan 40, pembatalan perkawinan hanya boleh dituntut oleh orang yang harus diperoleh izinnya atau harus didengar menurut undang-undang. Para keluarga sedarah yang izinnya disyaratkan tidak lagi boleh menuntut pembatalan perkawinan, bila perkawinan itu telah mereka setujui secara tegas atau secara diam-diam, atau perkawinan itu telah berlangsung enam bulan tanpa bantahan apa pun dari mereka terhitung sejak saat mereka mengetahui perkawinan itu. Mengenai perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, pengetahuan tentang berlangsungnya perkawinan itu tidak boleh dianggap ada, selama suami-istri itu tetap lalai untuk mendaftarkan akta pelaksanaan perkawinan mereka dalam daftar umum perkawinan sesuai dengan ketentuan pasal 84. (KUHPerd. 35 dst., 61-1?, 62, 63-1?, 83 dst, 95 dst, 901; S. 1927-31 ketentuan peralihan 1.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perkawinan yang dilangsungkan tidak di hadapan pegawai catatan sipil yang berwenang dan tanpa kehadiran sejumlah saksi yang disyaratkan, dapat dimintakan pembatalannya oleh suami-istri itu, oleh ayah, ibu dan keluarga sedarah lainnya dalam garis ke atas, dan, pula oleh wali, wali pengawas, dan oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dalam hal itu dan akhirnya jawatan kejaksaan. Jika terjadi pelanggaran terhadap pasal 76, sejauh mengenai keadaan saksi-saksi, maka perkawinan itu tidak mutlak harus batal; hakimlah yang akan mengambil keputusan menurut keadaan. Bila tampak jelas adanya hubungan selaku suami-istri, dan dapat pula diperlihatkan akta perkawinan yang dibuat di hadapan pegawai catatan sipil, maka suami-istri tidak dapat diterima untuk minta pembatalan perkawinan mereka menurut pasal ini. (KUHPerd. 76 dst., 83, 99 dst.; BS. 13; S 1927-31 ketentuan peralihan 1.)
Dalam segala hal di mana sesuai dengan pasal-pasal 86, 90, dan 92 suatu tuntutan hukum pernyataan batal dapat dimulai oleh orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu, yang demikian tidak dapat dilakukan oleh kerabat sedarah dalam garis ke samping, oleh anak dari perkawinan lain, atau oleh orang-orang luar, selama suami-istri itu kedua-duanya masih hidup, dan tuntutan boleh diajukan hanya bila mereka dalam hal itu telah memperoleh atau akan segera memperoleh kepentingan. Setelah perkawinan dibubarkan, jawatan kejaksaan tidak boleh menuntut pembatalannya. Suatu perkawinan, walaupun telah dinyatakan batal, mempunyai segala akibat perdatanya, baik terhadap suami-istri, maupun terhadap anak-anak mereka, bila perkawinan itu dilangsungkan dengan itikad baik oleh kedua suami-istri itu. (KUHPerd. 27 dst., 86 dst., 97.)
Bila itikad baik hanya ada pada salah seorang dari suami-istri, maka perkawinan itu hanya mempunyai akibat-akibat perdata yang menguntungkan pihak yang beritikad baik itu dan anak-anak yang lahir dari perkawinan itu. Suami atau istri yang beritikad buruk boleh dijatuhi hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga terhadap pihak yang lain. (KUHPerd. 97.)
Dalam hal-hal tersebut dalam dua pasal lalu, perkawinan itu berhenti mempunyai akibat-akibat perdata, terhitung sejak hari perkawinan itu dinyatakan batal. Batalnya suatu perkawinan tidak boleh merugikan pihak ketiga., bila dia telah bertindak dengan itikad baik terhadap suami-istri itu. Tiada suatu perkawinan pun yang harus batal bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pasal-pasal 34, 42, 46, 52, dan atau, kecuali apa yang diatur dalam pasal 77, bila perkawinan itu dilangsungkan tidak di muka umum dalam gedung tempat akta-akta catatan sipil dibuat. Dalam hal-hal itu berlakulah ketentuan pasal 82 bagi pegawai-pegawai catatan sipil. (s.d.u. dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.) Pembatalan suatu perkawinan oleh pengadilan negeri atas tuntutan jawatan kejaksaan di pengadilan tersebut, harus didaftar dalam daftar perkawinan yang sedang berjalan oleh pegawai catatan sipil tempat perkawinan itu dilangsungkan, dengan cara yang sesuai dengan alinea pertama pasal 64 Reglemen tentang Catatan Sipil untuk golongan Eropa atau alinea pertama pasal 72 Reglemen yang sama untuk golongan Tionghoa. Tentang pendaftaran itu harus dibuat catatan pada tepi akta perkawinan. Bila perkawinan itu berlangsung di luar Indonesia, maka pendaftarannya dilakukan di Jakarta.
Bagian 7
Bukti adanya suatu perkawinan
Adanya suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan akta pelaksanaan perkawinan itu yang didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil, kecuali dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 4, 92; BS. 1, 7, 61; S. 1847-64 pasal 5.) Bila ternyata, bahwa daftar-daftar itu tidak pernah ada, atau telah hilang, atau akta perkawinan itu tidak terdapat di dalamnya, maka penilaian tentang cukup tidaknya bukti-bukti tentang, adanya perkawinan diserahkan kepada hakim, asalkan kelihatan jelas adanya hubungan selaku suami-istri. (KUHPerd. 13; BS. 27; S. 1847-64 pas 5.)
Keabsahan seorang anak yang tidak dapat memperlihatkan akta perkawinan orang tuanya yang sudah meninggal, tidak dapat dibantah, bila dia telah memperlihatkan kedudukannya sebagai anak sesuai dengan akta kelahirannya, dan orang tuanya telah hidup secara jelas sebagai suami-istri. (KUHPerd. 250, 261 dst.)
Bab V
Hak dan Kewajiban Suami-Istri
Suami-istri wajib setia satu sama lain, saling menolong dan saling membantu. (KUHPerd. 140, 145 dst., 193, 225, 227, 237; KUHP 304.)
Suami-istri, dengan hanya melakukan perkawinan, telah saling mengikat diri untuk memelihara dan mendidik anak mereka. (KUHPerd. 109, 145 dst., 193, 214, 230, 293, 318, 320 dst., 1097, 1601i; KUHP 304.)
Sang suami menjadi kepala persatuan perkawinan. (KUHPerd. 124, 140.) Sebagai kepala, ia wajib memberi bantuan kepada istrinya atau tampil untuknya di muka hakim, dengan mengingat pengecualian-pengecualian yang diatur di bawah ini. (KUHPerd. 110 dst.) Dia harus mengurus harta kekayaan pribadi si istri, kecuali bila disyaratkan yang sebaliknya. (KUHPerd. 140, 194, 215, 244; LN. 1953-86 pasal 6.) Dia harus mengurus harta kekayaan itu sebagai seorang kepala keluarga yang baik, dan karenanya bertanggung jawab atas segala kelalaian dalam pengurusan itu. (KUHPerd. 195.) Dia tidak diperkenankan memindahtangankan atau membebankan harta kekayaan tak bergerak istrinya tanpa persetujuan si istri.
Sang istri harus patuh kepada suaminya. (KUHPerd. 140.) Dia wajib tinggal serumah dengan suaminya dan mengikuti dia di mana pun dianggapnya perlu untuk bertempat tinggal. (KUHPerd. 21, 140, 211 dst., 242.)
Sang suami wajib menerima istrinya di rumah yang ditempatinya. (KUHPerd. 21.) Dia wajib melindungi istrinya, dan memberinya apa saja yang perlu, sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya. (KUHPerd. 193, 213, 225 dst., 237.)
Sang istri, sekalipun dia kawin di luar harta bersama, atau dengan harta benda terpisah, tidak dapat menghibahkan, memindahtangankan, menggandaikan, memperoleh apa pun, baik secara cuma-cuma maupun dengan beban, tanpa bantuan suami dalam akta atau izin tertulis. Sekalipun suami telah memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat akta atau perjanjian tertentu, si istri tidaklah berwenang untuk menerima pembayaran apa pun, atau memberi pembebasan untuk itu tanpa izin tegas dari suami. (KUHPerd. 109, 112 dst., 115 dst., 118, 125, 194, 896, 1006, 1046, 1171, 1330 dst., 1446, 1454, 1601f, 1676, 1678, 1684, 1702, 1722m, 1798.)
(s.d.u. dg. S. 1926-333 jis. 458, 565, S. 1927-108.) Mengenai perbuatan atau perjanjian, yang dibuat oleh seorang istri karena apa saja yang menyangkut perbelanjaan rumah tangga biasa dan sehari-hari, juga mengenai perjanjian perburuhan yang diadakan olehnya sebagai majikan untuk keperluan rumah tangga, undang-undang menganggap bahwa ia telah mendapat persetujuan dari suaminya. (KUHPerd. 1601a, 1601c, 1601f, 1916.)
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Istri tidak boleh tampil dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya, meskipun dia kawin tidak dengan harta bersama, atau dengan harta terpisah, atau meskipun dia secara mandiri menjalankan pekerjaan bebas. (KUHPerd. 105, 113 dst., 139, 194, 1171; Rv. 815.)
Bantuan suami tidak diperlukan: (LN. 1953-86 pasal 6; KUHPerd. 1601f.) 1. bila si istri dituntut dalam perkara pidana; 2. dalam perkara perceraian, pisah meja dan ranjang, atau pemisahan harta. (Rv. 819 dst., 831 dst., 841.)
Bila suami menolak memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat akta, atau menolak tampil di pengadilan, maka si istri boleh memohon kepada pengadilan negeri di tempat mereka tinggal bersama supaya dikuasakan untuk itu. (KUHPerd. 114; Rv. 813 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Seorang istri yang atas usaha sendiri melakukan suatu pekerjaan dengan izin suaminya, secara tegas atau secara diam-diam, boleh mengadakan perjanjian apa pun yang berkenaan dengan usaha itu tanpa bantuan suaminya. Bila dia kawin dengan suaminya dengan penggabungan harta, maka si suami juga terikat pada perjanjian itu. Bila si suami menarik kembali izinnya, dia wajib mengumumkan penarikan kembali itu. (KUHPerd. 108, 110, 121, 130, 132, 1330 dst., 1916; Rv. 581.)
Bila si suami, karena sedang tidak ada atau karena alasan-alasan lain, terhalang untuk membantu istrinya atau memberinya kuasa, atau bila ia mempunyai kepentingan yang berlawanan, maka pengadilan negeri di tempat tinggal suami-istri itu boleh memberikan wewenang kepada si istri untuk tampil di pengadilan, mengadakan perjanjian, melakukan pengurusan, dan membuat akta-akta lain. (KUHPerd. 112, 125, 496; Rv. 813.)
Pemberian kuasa umum, pun jika dicantumkan pada perjanjian perkawinan, berlaku tidak lebih daripada yang berkenaan dengan pengurusan harta kekayaan si istri itu sendiri. (KUHPerd. 108, 125, 140, 194, 1387, 1798.)
Batalnya suatu perbuatan berdasarkan tidak adanya kuasa, hanya dapat dituntut oleh si istri, suaminya, atau oleh para ahli waris mereka. (KUHPerd. 108, 1046. 1331, 1387. 1446, 1451, 1454, 1821.)
Bila seorang istri, setelah pembubaran perkawinan, melaksanakan suatu perjanjian atau akta, seluruhnya atau sebagian, yang telah dia adakan tanpa kuasa yang disyaratkan, maka dia tidak berwenang untuk minta pembatalan perjanjian atau akta itu. (KUHPerd. 1456.)
Istri dapat membuat wasiat tanpa izin suami. (KUHPerd. 895.)
Bab VI
Harta-bersama Menurut Undang-undang
dan Pengurusannya
Bagian 1
Harta-bersama menurut Undang-undang
Sejak saat dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta-bersama menyeluruh antara suami-istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami-istri. (KUHPerd. 126, 139, 149, 153, 180, 186; F. 60, 62.)
Berkenaan dengan soal keuntungan, maka harta-bersama itu meliputi barang-barang bergerak dan barang-barang tak bergerak suami-istri itu, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, juga barang-barang yang mereka peroleh secara cuma-cuma, kecuali bila dalam hal terakhir ini yang mewariskan atau yang menghibahkan menentukan kebalikannya dengan tegas. (KUHPerd. 158.)
Berkenaan dengan beban-beban, maka harta-bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami-istri, baik sebelum perkawinan maupun selama perkawinan. (KUHPerd. 130 dst., 163, F. 62.)
Semua penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua keuntungan dan kerugian yang diperoleh selama perkawinan, juga menjadi keuntungan dan kerugian harta-bersama itu. (KUHPerd. 155; Rv. 823j.)
Semua utang kematian, yang terjadi setelah seseorang meninggal dunia, hanya menjadi beban para ahli waris dari yang meninggal itu. (KUHPerd. 126-1?, 128.
Bagian 2
Pengurusan harta-bersama
Hanya suami saja yang boleh mengurus harta-bersama itu. Dia boleh menjualnya, memindahtangankannya dan membebaninya tanpa bantuan istrinya, kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 140. Dia tidak boleh memberikan harta bersama sebagai hibah antara mereka yang sama-sama masih hidup, baik barang-barang tak bergerak maupun keseluruhannya atau suatu bagian atau jumlah tertentu dari barang-barang bergerak, bila bukan kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan mereka, untuk memberi suatu kedudukan. Bahkan dia tidak boleh menetapkan ketentuan dengan cara hibah mengenai suatu barang yang khusus, bila dia memperuntukkan untuk dirinya hak pakai hasil dari barang itu. (KUHPerd. 105, 119, 186, 320, 434, 903; LN 1953-86 pasal 6, bdk. catatan KUHPerd. 105.)
Bila si suami tidak ada, atau berada dalam keadaan tidak mungkin untuk menyatakan kehendaknya, sedangkan hal itu dibutuhkan segera, maka si istri boleh mengikatkan atau memindahtangankan barang-barang dari harta-bersama itu, setelah dikuasakan untuk itu oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 108, 112, 114 dst., 496; Rv. 813 dst.)
Bagian 3
Pembubaran gabungan harta-bersama dan bagian hak untuk melepaskan diri dari padanya
Harta-bersama bubar demi hukum:
1. karena kematian;
2. karena perkawinan atas izin hakim setelah suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 493 dst.)
3. karena perceraian; (KUHPerd. 207 dst.)
4. karena pisah meja dan ranjang; (KUHPerd. 233 dst.)
5. karena pemisahan harta. (KUHPerd. 186 dst.)
Akibat-akibat khusus dari pembubaran dalam hal-hal tersebut pada nomor 2, 3, 4 dan 5 pasal ini, diatur dalam bab-bab yang membicarakan soal ini. (KUHPerd. 119, 222 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setelah salah seorang dari suami-istri meninggal, maka bila ada ditinggalkan anak yang masih di bawah umur, pihak yang hidup terlama wajib untuk mengadakan pendaftaran harta-benda yang merupakan harta-bersama dalam waktu empat bulan. [Catatan Editor: Dalam BW jangka waktu yang diindikasikan lamanya adalah tiga bulan]. Pendaftaran harta-bersama itu boleh dilakukan di bawah tangan, tetapi harus dihadiri oleh wali pengawas. Bila pendaftaran harta-bersama itu tidak diadakan, gabungan harta-bersama berlangsung terus untuk keuntungan si anak yang masih di bawah umur, dan sekali-kali tidak boleh merugikannya. (KUHPerd. 311, 315, 370, 408, 417; Wsk. 48.)
Setelah bubarnya harta-bersama, kekayaan-bersama mereka dibagi dua antara suami dan istri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu.
Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Bab XVII Buku Kedua, mengenai pemisahan harta peninggalan, berlaku terhadap pembagian harta bersama menurut undang-undang. (KUHPerd. 123, 156, 243, 408, 903, 1066 dst., 1071 dst.; Rv. 689 dst.)
Pakaian, perhiasan dan perkakas untuk mata-pencaharian salah seorang dari suami-istri itu, beserta buku-buku dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan akhirnya surat atau tanda kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal-usul keturunan salah seorang dari suami-istri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar harga yang ditaksir secara musyawarah atau oleh ahli-ahli (KUHPerd. 132.)
Sang suami, setelah pembubaran harta-bersama, boleh ditagih atas utang dari harta-bersama seluruhnya, tanpa mengurangi haknya untuk minta penggantian setengah dari utang itu kepada istrinya atau kepada para ahli waris si istri. (KUHPerd. 121, 124, 128.)
Suami atau istri, setelah pemisahan dan pembagian seluruh harta-bersama, tidak boleh dituntut oleh para kreditur untuk membayar utang-utang yang dibuat oleh pihak lain dari suami atau istri itu sebelum perkawinan, dan utang-utang itu tetap menjadi tanggungan suami atau istri yang telah membuatnya atau para ahli warisnya; hal ini tidak mengurangi hak pihak yang satu untuk minta ganti rugi kepada pihak yang lain atau ahli warisnya. (KUHPerd. 121, 128, 132.)
Istri berhak melepaskan haknya atas harta-bersama; segala perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini batal; sekali melepaskan haknya, dia tidak boleh menuntut kembali apa pun dari harta-bersama, kecuali kain seprei dan pakaian pribadinya. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dengan pelepasan ini dia dibebaskan dari kewajiban untuk ikut membayar utang-utang harta-bersama. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) Tanpa mengurangi hak para kreditur atas harta-bersama, si istri tetap wajib untuk melunasi utang-utang yang dari pihaknya telah jatuh ke dalam harta-bersama; hal ini tidak mengurangi haknya untuk minta penggantian seluruhnya kepada suaminya atau ahli warisnya. (AB. 23; KUHPerd. 113, 121, 129, 131, 136, 138, 153, 483, 1023, 1045.)
Istri yang hendak mempergunakan hak tersebut dalam pasal yang lampau, wajib untuk menyampaikan akta pelepasan, dalam waktu satu bulan setelah pembubaran harta-bersama itu, kepada panitera pengadilan negeri di tempat tinggal bersama yang terakhir, dengan ancaman akan kehilangan hak itu (bila lalai).
Bila gabungan itu bubar akibat kematian suaminya, maka tenggang waktu satu bulan berlaku sejak si istri mengetahui kematian itu. (Ov. 14; KUHPerd. 134, 138, 1023 dst., 1989; Rv. 135, 829.)
Bila dalam jangka waktu tersebut di atas istri meninggal dunia, sebelum menyampaikan akta pelepasan, para ahli warisnya berhak melepaskan hak mereka atas harta-bersama itu dalam waktu satu bulan setelah kematian itu, atau setelah mereka mengetahui kematian itu, dan dengan cara seperti yang diuraikan dalam pasal terakhir. Hak istri untuk menuntut kembali kain seprei dan pakaiannya dari harta-bersama itu, tidak dapat diperjuangkan oleh para ahli-warisnya. (Ov. 14; KUHPerd. 132, 138, 903, 1023 dst.)
Bila para ahli waris istri tidak sepakat dalam tindakan, sehingga sebagian menerima dan yang lain melepaskan diri dari harta-bersama itu, maka yang menerima itu, tidak dapat memperoleh lebih dari bagian warisan yang menjadi haknya atas barang-barang yang sedianya menjadi bagian istri itu seandainya terjadi pemisahan harta. Sisanya dibiarkan tetap pada si suami, atau pada ahli warisnya, yang sebaliknya berkewajiban terhadap ahli waris yang melakukan pelepasan, untuk memenuhi apa saja yang sedianya akan dituntut oleh si istri dalam hal pelepasan, tetapi hanya sebesar bagian warisan yang menjadi hak ahli waris yang melakukan pelepasan. (KUHPerd. 132, 134, 138, 903, 1048, 1051, 1061.)
Istri yang telah menarik pada dirinya barang-barang dari harta-bersama, tidak berhak melepaskan diri dari harta-bersama itu. Tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan semata-mata atau penyelamatan, tidak membawa akibat seperti itu. (KUHPerd. 137, 483, 1048 dst.)
Istri yang telah menghilangkan atau menggelapkan barang-barang dari harta-bersama, tetap berada dalam penggabungan, meskipun telah melepaskan dirinya; hal yang sama berlaku bagi para ahli warisnya. (KUHPerd. 136, 1031, 1064.)
Dalam hal gabungan harta-bersama berakhir karena kematian si istri, para ahli warisnya dapat melepaskan diri dari harta-bersama itu, dalam waktu dan dengan cara seperti yang diatur mengenai si istri sendiri. (Ov. 14; KUHPerd. 132 dst., 135, 242 dst., 1023.)
Bab VII
Perjanjian Kawin
Bagian 1
Perjanjian kawin pada umumnya.
Para calon suami-istri, dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai harta-bersama, asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata-susila yang baik atau dengan tata-tertib umum, dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut. (AB. 23; KUHPerd. 119, 132, 153, 180, 888, 1254, 1337.)
Perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan pada kekuasaan sebagai ayah, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang diberikan kepada yang masih hidup paling lama. (KUHPerd. 105 dst., 110, 298 dst., 300, 307 dst., 311, 345 dst., 355.) Demikian pula perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang diperuntukkan bagi si suami sebagai kepala persatuan suami-istri; namun hal ini tidak mengurangi wewenang istri untuk mempersyaratkan bagi dirinya pengurusan harta kekayaan pribadi, baik barang-barang bergerak maupun barang-barang tak bergerak, di samping penikmatan penghasilannya pribadi secara bebas. (KUHPerd. 105, 115.) Mereka juga berhak untuk membuat perjanjian, bahwa meskipun ada gabungan harta-bersama, barang-barang tetap, surat-surat pendaftaran dalam buku besar pinjaman-pinjaman negara, surat-surat berharga lainnya dan piutang-piutang yang diperoleh atas nama istri, atau yang selama perkawinan dari pihak istri jatuh ke dalam harta-bersama, tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani oleh suaminya tanpa persetujuan si istri. (KUHPerd. 124, 132.)
Para calon suami-istri, dengan mengadakan perjanjian perkawinan, tidak boleh melepaskan hak yang diberikan oleh undang-undang kepada mereka atas warisan keturunan mereka, pun tidak boleh mengatur warisan itu. (KUHPerd. 852 dst., 1063, 1334.)
Mereka tidak boleh membuat perjanjian, bahwa yang satu mempunyai kewajiban lebih besar dalam utang-utang daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta-bersama. Mereka tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas lalu, bahwa ikatan perkawinan mereka akan diatur oleh undang-undang luar negeri, atau oleh beberapa adat kebiasaan, undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan daerah, yang pernah berlaku di Indonesia.
Tidak adanya gabungan harta-bersama tidak berarti tidak adanya keuntungan dan kerugian bersama, kecuali jika hal ini secara tegas ditiadakan. Penggabungan keuntungan dan kerugian diatur dalam Bagian 2 bab ini. (KUHPerd. 155 dst., 164; F. 60 dst.)
Juga dalam hal tidak digunakannya atau dibatasinya gabungan harta-bersama, boleh ditetapkan jumlah yang harus disumbangkan oleh si istri setiap tahun dari hartanya untuk biaya rumah tangga dan pendidikan anak-anak. (KUHPerd. 104, 193.)
Bila tidak ada perjanjian mengenai hal itu, hasil-hasil dan pendapatan dari harta
Perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian. (KUHPerd. 232a.)Perjanjian itu akan mulai berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan; tidak boleh ditentukan saat lain untuk itu. (KUHPerd. 119, 149.)
Perubahan-perubahan dalam hal itu, yang sedianya boleh diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan, tidak dapat diadakan selain dengan akta, dalam bentuk yang sama seperti akta perjanjian yang dulu dibuat. Lagipula tiada perubahan yang berlaku jika diadakan tanpa kehadiran dan izin orang-orang yang telah menghadiri dan menyetujui perjanjian kawin itu. (KUHPerd. 1873.)
Setelah perkawinan berlangsung, perjanjian kawin tidak boleh diubah dengan cara apa pun. (KUHPerd. 196 dst., 232a, 237, 1678.)
Jika tidak ada gabungan harta-bersama, maka masuknya barang-barang bergerak, terkecuali surat-surat pendaftaran pinjaman-pinjaman negara dan efek-efek dan surat-surat piutang atas nama, tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan cara mencantumkannya dalam perjanjian kawin, atau dengan pertelaan yang ditandatangani oleh notaris dan pihak-pihak yang bersangkutan, dan dilekatkan pada surat asli perjanjian kawin, yang di dalamnya hal itu harus tercantum. (KUHPerd. 165 dst., 513; F. 60 dst., HCI 50; Bep. Vr. O. 2.)
Anak di bawah umur yang memenuhi syarat-syarat untuk melakukan perkawinan, juga cakap untuk memberi persetujuan atas segala perjanjian yang boleh ada dalam perjanjian kawin, asalkan dalam perbuatan perjanjian itu, anak yang masih di bawah umur itu dibantu oleh orang yang persetujuannya untuk melakukan perkawinan itu diperlukan. Bila perkawinan itu harus berlangsung dengan izin tersebut dalam pasal 38 dan pasal 41, maka rencana perjanjian kawin itu harus dilampirkan pada permohonan izin itu, agar tentang hal itu dapat sekaligus diambil ketetapan. (KUHPerd. 29, 35, 40 dst., 452, 458, 1447, 1677.)
Ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kawin, yang menyimpang dari harta-bersama menurut undang-undang, seluruhnya atau sebagian, tidak akan berlaku bagi pihak ketiga sebelum hari pendaftaran ketentuan-ketentuan itu dalam daftar umum, yang harus diselenggarakan di kepaniteraan pada pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya perkawinan itu dilangsungkan, atau kepaniteraan di mana akta perkawinan itu didaftarkan, jika perkawinan berlangsung di luar negeri. (KUHPerd. 84, 147, 245, 249; F. 60 dst.)
Segala ketentuan mengenai gabungan harta-bersama selalu berlaku, selama tidak ada penyimpangan daripadanya, baik yang dibuat secara tertulis, maupun secara tersirat, dalam perjanjian kawin. Bagaimanapun sifat dan cara gabungan harta-bersama diperjanjikan, istri atau para ahli warisnya berhak untuk melepaskan diri daripadanya, dengan cara dan dalam hal-hal seperti yang diatur dalam bab yang lalu. (Ov. 14; KUHPerd. 119 dst., 132 dst., 138 dst., 1423.)
Perjanjian kawin, demikian pula hibah-hibah yang berkenaan dengan perkawinan, tidak berlaku bila tidak diikuti oleh perkawinan. (KUHPerd. 58, 168 dst., 176 dst. 1258.
Bagian 2
Gabungan keuntungan dan kerugian dan gabungan hasil dan pendapatan
Bila para calon suami-istri hanya memperjanjikan, bahwa harus ada gabungan keuntungan dan kerugian, maka persyaratan ini menutup jalan untuk mengadakan gabungan harta-bersama secara menyeluruh menurut undang-undang, dan segala keuntungan yang diperoleh suami-istri selama perkawinan harus dibagi antara mereka, sedangkan segala kerugian harus dipikul bersama, bila gabungan harta-bersama bubar. (KUHPerd. 144; 165.)
Masing-masing dari suami-istri mendapat separuh keuntungan dan memikul separuh kerugian, bila mengenai hal itu dalam perjanjian kawin tidak ada ketentuan-ketentuan lain. (KUHPerd. 128, 142, 185.)
Yang dianggap sebagai keuntungan pada harta-bersama suami-istri ialah bertambahnya harta-kekayaan mereka berdua, yang selama perkawinan timbul dari hasil harta-kekayaan mereka dan pendapatan masing-masing, dari usaha dan kerajinan masing-masing dan dari penabungan pendapatan yang tidak dihabiskan; yang dianggap sebagai kerugian ialah berkurangnya harta-benda itu akibat pengeluaran yang lebih tinggi dari pendapatan. (KUHPerd. 120.)
Apa saja yang diperoleh seorang suami atau istri selama perkawinan dari warisan, wasiat atau hibah, entah berasal dari keluarga entah dari orang lain, tidak termasuk keuntungan, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 167. (KUHPerd. 120, 166.)
Barang-barang tetap dan efek-efek yang dibeli selama perkawinan, atas nama siapa pun juga, dianggap sebagai keuntungan, kecuali bila terbukti sebaliknya. Naik atau turunnya harga barang salah seorang dari suami-istri itu, tidak dihitung sebagai keuntungan atau kerugian bersama.
Perbaikan barang-barang tetap, yang terjadi karena pertumbuhan tanah, perdamparan lumpur, penanganan oleh tukang kayu atau karena hal-hal lain, tidak dianggap sebagai keuntungan bersama, melainkan hanya menguntungkan pemilik barang-barang itu. (KUHPerd. 596 dst.)
Kerusakan atau pengurangan karena kebakaran, kebanjiran, hanyut atau lain sebagainya, tidak termasuk kerugian bersama, tetapi menjadi beban si pemilik barang yang rusak atau berkurang itu. Semua utang kedua suami-istri itu bersama-sama, yang dibuat selama perkawinan, harus dihitung sebagai kerugian bersama. Apa yang dirampas akibat kejahatan salah seorang dari suami-istri itu, tidak termasuk kerugian bersama itu. (KUHPerd. 121, 130 dst.)
Perjanjian, bahwa antara suami-istri hanya akan ada gabungan penghasilan dan pendapatan saja, mengandung arti secara diam-diam bahwa tiada gabungan harta bersama secara menyeluruh menurut undang-undang dan tiada pula gabungan keuntungan dan kerugian. (KUHPerd. 165.)
Barang-barang bergerak kepunyaan masing-masing suami-istri sewaktu melakukan perkawinan, harus dinyatakan dengan tegas dalam akta perjanjian kawin sendiri, atau dalam surat pertelaan yang ditandatangani oleh notaris dan para pihak yang berjanji, dan dilekatkan pada akta asli perjanjian kawin, yang di dalamnya harus tercantum hal itu, baik jika gabungan keuntungan dan kerugian saja yang dipersyaratkan, maupun jika dipersyaratkan gabungan penghasilan dan pendapatan seperti yang diuraikan dalam pasal 155 dan 164; tanpa bukti ini, barang-barang bergerak itu dianggap sebagai keuntungan. (KUHPerd. 150, 513, 1977; F. 60 dst.)
Adanya barang-barang bergerak yang diperoleh masing-masing pihak dari suami-istri itu dengan pewarisan, hibah wasiat atau hibah biasa selama perkawinan, harus dapat diperlihatkan dengan surat pertelaan. Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh si suami selama perkawinan, atau bila tidak ada surat yang dapat memperlihatkan hal itu, maka suami itu tidak berwenang untuk mengambil kembali barang-barang itu sebagai kepunyaannya. Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh si istri selama perkawinan, atau bila tidak ada surat yang memperlihatkan apa saja barang-barang itu dan berapa harga masing-masing, istri itu atau para ahliwarisnya berwenang untuk membuktikan adanya dan harga barang-barang itu dengan saksi-saksi, dan jika perlu, dengan menunjukkan bahwa umum mengetahuinya. (KUHPerd. 165, 513.)
Yang termasuk penghasilan dan pendapatan ialah segala hibah wasiat, hibah atau penerimaan uang tahunan, bulanan, mingguan dan sebagainya seperti juga cagak hidup; dan dengan demikian tercakup kedua jenis gabungan yang dibicarakan dalam bagian ini. (KUHPerd. 120, 157 dst.)
Bagian 3
Hibah-hibah antara kedua calon suami-ister
Dalam mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami-istri, secara timbal-balik atau secara sepihak, boleh memberikan hibah yang menurut pertimbangan mereka pantas diberikan, tanpa mengurangi kemungkinan pemotongan hibah itu sejauh penghibahan itu kiranya akan merugikan mereka yang berhak atas suatu bagian menurut undang-undang. (KUHPerd. 182, 222, 913 dst., 919 dst., 1666 dst., 1678, 1692.)
Hibah-hibah itu dapat berkenaan dengan barang-barang yang telah ada seperti yang diperinci dalam aktanya, dapat pula dengan seluruh atau sebagian harta warisan si penghibah. (KUHPerd. 175, 179, 222, 224, 1334, 1667.)
Pemberian hibah-hibah demikian itu berlaku biarpun disambut tanpa pernyataan setuju secara tegas oleh pihak yang diberi hibah. (KUHPerd. 151, 402, 452, 1683, 1685,)
Hibah-hibah itu dapat diberikan dengan persyaratan-persyaratan, yang pelaksanaannya tergantung pada kehendak si penghibah. (KUHPerd. 179, 1256, 1668.) Hibah yang terdiri dari barang-barang yang telah ada dan tertentu tidak dapat ditarik kembali, kecuali jika tidak dipenuhi persyaratan-persyaratan hibah itu. (KUHPerd. 179, 1253-1255, 1688.) Hibah yang mencakup seluruh atau sebagian warisan si penghibah tidak dapat ditarik kembali, dengan pengertian, bahwa dia tidak lagi menguasai barang-barang yang termasuk dalam hibah itu, kecuali uang dalam jumlah-jumlah kecil untuk upah, atau untuk soal-soal lain menurut pertimbangan hakim. Bila syarat-syarat tidak dipenuhi, hibah-hibah itu dapat ditarik kembali. (KUHPerd. 173, 178 dst., 1608.)
Hibah yang terdiri dari barang-barang yang telah ada dan terperinci secara tertentu, dan diberikan antara suami-istri dalam perjanjian kawin, tak dapat dianggap diberikan dengan syarat, bahwa penerima hibah harus hidup lebih lama daripada pemberinya, kecuali bila syarat dibuat secara tegas dalam perjanjian. (KUHPerd. 1666, 1672.) Tiada hibah seluruh atau sebagian dari warisan si penghibah, yang diberikan dalam perjanjian kawin, baik yang diberikan oleh yang seorang dari suami-istri kepada yang lain, maupun yang diberikan secara timbal-balik, akan beralih kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan mereka, bila yang diberi hibah meninggal sebelum si penghibah. (KUHPerd. 174, 178, 231, 899.)
Bagian 4
Hibah-hibah yang diberikan kepada kedua calon suami-istri bagian atau kepada anak-anak dari perkawinan mereka
Baik dalam perjanjian kawin, maupun dengan akta notaris tersendiri, yang dibuat sebelum pelaksanaan perkawinan, pihak ketiga boleh memberikan hibah, yang menurut pendapat mereka pantas diberikan kepada kedua calon suami-istri atau kepada salah seorang dari mereka, dengan tidak mengurangi kemungkinan untuk mengurangi hibah itu, bila dengan hibah itu orang yang mempunyai hak atas suatu bagian menurut undang-undang dirugikan. (KUHPerd. 228, 913 dst., 919 dst., 1090, 1334, 1693.)
Bila hibah-hibah itu diberikan dalam perjanjian kawin, maka untuk berlakunya secara sah tidak perlu ada persetujuan tegas dari yang diberi hibah; sebaliknya bila hibah itu diberikan dengan akta tersendiri, maka hal itu tidak mempunyai akibat kecuali setelah ada persetujuan tegas untuk menerima. (KUHPerd. 170, 1666, 1683.)
Suatu hibah yang terdiri dari seluruh atau sebagian warisan si penghibah, meskipun diberikan hanya untuk kedua suami-istri atau untuk salah seorang dari mereka, selalu dianggap diberikan untuk anak-anak dan keturunan mereka, bila si penghibah hidup lebih lama daripada yang diberi hibah, dan bila dalam akta tidak ditentukan lain. Hibah seperti itu hapus, bila si penghibah hidup lebih lama daripada anak-anak dan keturunan mereka selanjutnya yang diberi hibah. (KUHPerd. 173, 175, 231, 976, 1334, 1679.)
Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 169, 171, 172, dan 173, berlaku juga pada hibah-hibah yang dibicarakan dalam bagian ini.
Bab VIII
Gabungan Harta-bersama atau Perjanjian Kawin
pada Perkawinan Kedua atau selanjutnya
Juga dalam perkawinan kedua dan berikutnya, menurut hukum ada gabungan harta-benda menyeluruh antara suami-istri, bila dalam perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. (KUHPerd. 119, 139.)
Akan tetapi pada perkawinan kedua atau berikutnya, bila ada anak dan keturunan dari perkawinan yang sebelumnya, suami atau istri yang baru, oleh percampuran harta dan utang-utang pada suatu gabungan, tidak boleh memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada jumlah bagian terkecil yang diperoleh seorang anak, atau bila anak itu telah meninggal lebih dahulu, oleh keturunannya dalam penggantian ahli waris, dengan ketentuan, bahwa keuntungan ini sekali-kali tidak boleh melebihi seperempat bagian dari harta-benda suami atau istri yang kawin lagi itu. Anak-anak dari perkawinan terdahulu atau keturunan mereka, pada waktu terbukanya warisan dari suami atau istri yang kawin lagi, berhak menuntut pemotongan atau pengurangan; dan apa yang melebihi bagian yang diperkenankan, masuk ke dalam warisan itu. (KUHPerd. 182, 185, 231, 842, 902, 913 dst., 920, 929, 1060.)
Suami atau istri, yang mempunyai anak-anak dari perkawinan yang terdahulu dan melakukan perkawinan berikutnya, tidak boleh menyediakan kepada suami atau istri yang baru, dengan perjanjian kawin pun, keuntungan-keuntungan yang lebih daripada yang tersebut dalam pasal sebelum ini. (KUHPerd. 168, 902.)
Suami-istri tidak diperkenankan dengan cara yang berliku-liku saling memberi hibah lebih daripada yang diperkenankan dalam ketentuan-ketentuan di atas. Semua hibah yang diberikan dengan dalih yang dikarang-karang, atau diberikan kepada orang-orang perantara, adalah batal. (KUHPerd. 911, 1057 dst.)
Yang dimaksud dengan hibah yang diberikan kepada perantara ialah hibah yang diberikan oleh seorang suami atau istri kepada semua anak atau salah seorang anak dari perkawinan terdahulu istri atau suaminya, demikian pula hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah penghibah dan pada waktu penghibahan diperkirakan akan menjadi warisan istri atau suami penghibah itu, meskipun suami atau istri penghibah ini mungkin tidak hidup lebih lama dari penerima hibah. (KUHPerd. 911, 1916-1?, 1921.)
(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Pasal-pasal 181-184, dalam hal suami-istri yang kawin kembali satu sama lain, tidak berlaku bagi anak-anak atau keturunan dari perkawinan mereka yang terdahulu.jika ada anak-anak dari perkawinan yang dulu, maka keuntungan dan kerugian harus dibagi rata antara suami dan istri, kecuali bila peraturan tentang itu ditiadakan atau diubah oleh perjanjian kawin. (KUHPerd. 128, 156, 164.)
Bab IX
Pemisahan Harta-benda
Selama perkawinan, si istri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan harta-benda kepada hakim, tetapi hanya dalam hal-hal berikut: 1?. bila suami, dengan kelakuan buruk yang nyata, memboroskan barang-barang dari gabungan harta-bersama, dan membiarkan rumah-tangga terancam bahaya kehancuran; 2?. bila karena kekacaubalauan dan keburukan pengurusan harta kekayaan si suami, jaminan untuk harta perkawinan istri serta untuk apa yang menurut hukum menjadi hak istri akan hilang, atau jika karena kelalaian besar dalam pengurusan harta perkawinan si istri, harta itu berada dalam keadaan bahaya. Pemisahan harta-benda yang dilakukan hanya atas persetujuan bersama, adalah batal. (KUHPerd. 105, 119. 124, 126-1 nomor 5?, 149; Rv. 819 dst., 825.)
Tuntutan akan pemisahan harta-benda harus diumumkan secara terbuka. (Rv. 822.)
Para Kreditur si suami dapat ikut-campur dalam penyidangan perkara untuk menentang tuntutan akan pemisahan harta-benda itu. (KUHPerd. 192; Rv. 279 dst.)
Putusan hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan harta-benda itu, sebelum pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal pelaksanaannya bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. (Rv. 811.) Putusan tentang dikabulkannya pemisahan harta-benda itu, dalam hal akibat hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari gugatan diajukan. (KUHPerd. 192.)
Selama penyidangan, istri boleh melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin hakim, untuk menjaga, agar barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan. (Rv. 823 dst.)
Keputusan, di mana pemisahan harta-benda diizinkan, hapus menurut hukum, bila hal itu tidak dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian barang-barang itu, seperti yang ternyata dari akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu bulan setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap, si istri tidak mengajukan tuntutan untuk pelaksanaannya kepada hakim dan tidak melanjutkan penuntutan secara teratur. (KUHPerd. 1066; Rv. 827.)
Para kreditur si suami yang tidak campur dalam penyidangan, boleh menentang pemisahan itu, meskipun hal itu telah dilaksanakan, bila hak-hak mereka, dengan pelaksanaan itu, secara sengaja dirugikan. (KUHPerd. 188, 215, 1341; Rv. 828.)
Meskipun ada pemisahan harta-benda, si istri wajib memberi sokongan untuk biaya rumah-tangga dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan dengan si suami itu, menurut perbandingan antara harta si istri dan harta si suami. Bila si suami ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi tanggungan si istri saja. (KUHPerd. 104, 145 dst., 298.)
Istri yang berpisah harta-benda dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan untuk mengurusnya, dan meskipun ada ketentuan-ketentuan pasal 108, dia dapat memperoleh izin umum dari hakim untuk menguasai barang-barang bergeraknya. (KUHPerd. 105, 110, 115, 124.)
Suami tidak bertanggungjawab kepada istrinya, bila si istri, setelah terpisah harta-bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang penjualan barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin yang diperolehnya dari hakim, kecuali bila si suami telah ikut membantu dalam mengadakan kontrak, atau bila dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah diterima oleh suami, atau telah dipergunakan untuk kepentingan suami. Gabungan harta-benda yang telah dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua suami-istri. Persetujuan yang demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta otentik. (KUHPerd. 149, 232a, 1868; Rv. 826, 830.)
Bila gabungan harta-bersama itu telah pulih kembali, barang-barangnya dikembalikan ke keadaan semula, seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi kewajiban si istri untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama waktu sejak pemisahan sampai dengan pemulihan kembali gabungan harta-bersama itu. Segala perjanjian yang oleh suami-istri itu dipergunakan untuk memulihkan kembali gabungan harta-bersama itu dengan syarat-syarat yang lain dari syarat-syarat yang semula, adalah batal. (AB 23; KUHPerd. 119, 149, 232a, 1340.)
Suami-istri itu wajib untuk mengumumkan pemulihan kembali gabungan harta-bersama itu secara terbuka. Selama pengumuman seperti itu belum dilaksanakan, suami-istri itu tidak boleh mempersoalkan akibat-akibat pemulihan gabungan harta-bersama itu dengan pihak-pihak ketiga. (KUHPerd. 232a; Rv. 828, 830.)
Bab X
Pembubaran Perkawinan
Bagian 1
Pembubaran perkawinan pada umunnya
Perkawinan bubar: 1?. oleh kematian; (KUHPerd. 3, 220.) 2?. oleh tidak-hadirnya si suami atau si istri selama sepuluh tahun, yang disusul oleh perkawinan baru istrinya atau suaminya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 5 Bab XVIII; (KUHPerd. 493 dst.) 3?. (s.d.u. dg. S. 1916-530.) oleh keputusan hakim setelah pisah meja dan ranjang dan pendaftaran pernyataan pemutusan perkawinan itu dalam daftar-daftar catatan sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini; (KUHPerd. 200 dst.) 4?. oleh perceraian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 3 bab ini. (KUHPerd. 207 dst.)
Bagian 2
Pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang
Bila suami-istri pisah meja dan ranjang, baik karena salah satu alasan dari alasan-alasan yang tercantum dalam pasal 233, maupun atas permohonan kedua belah pihak, dan perpisahan itu tetap berlangsung selama lima tahun penuh tanpa perdamaian antara kedua belah pihak, maka mereka masing-masing bebas untuk menghadapkan pihak lain ke pengadilan, dan menuntut agar perkawinan mereka dibubarkan. (KUHPerd. 233, 236, 242, 248.)
Tuntutan itu harus segera ditolak, bila pihak tergugat, setelah tiga kali dari bulan ke bulan dipangggil ke pengadilan tidak muncul-muncul, atau datang dengan mengadakan perlawanan terhadap tuntutan itu, atau menyatakan bersedia untuk berdamai dengan pihak lawan. (KUHPerd. 248.)
Bila pihak tergugat menyetujui tuntutan, pengadilan negeri harus memerintahkan, agar suami-istri itu secara pribadi bersama-sama menghadap seorang atau lebih hakim anggota, yang akan berusaha mendamaikan mereka. Bila usaha itu tidak berhasil, hakim harus memerintahkan untuk menghadap kembali lagi, paling cepat tiga bulan dan paling lambat enam bulan setelah pertama kali menghadap. (Ov. 46; KUHPerd. 208, 236, 239, 248, 1023; Rv. 31.) (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila ada alasan sah untuk tidak menghadap, maka anggota atau para anggota yang ditunjuk itu harus pergi ke rumah suami-istri itu. (s.d.t. dg. S. 1923-287, 441, s.d.u. dg. S. 1925-497, 678 jo. S. 1926-63.) Bila salah seorang dari suami-istri, atau kedua-duanya, bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri yang kepadanya pdrmohonan itu diajukan, maka pengadilan negeri itu atau dalam hal tidak ada badan semacam itu boleh meminta kepala/pejabat pemerintah setempat yang di daerah hukumnya kedua suami-istri itu bertempat tinggal untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dalam tiga alinea terdahulu. Pejabat yang ditunjuk ini akan membuat berita acara tentang tindakan-tindakan yang dilakukannya dan segera mengirimkannya kepada pengadilan negeri tersebut pertama. (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila salah seorang dari suami-istri, atau kedua-duanya, bertempat tinggal di luar Indonesia, pengadilan negeri boleh meminta kepada seorang pejabat pengadilan di negara tempat mereka berdiam, untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dalam alinea satu dan dua, atau memerintahkannya kepada pegawai Perwakilan Indonesia di tempat tinggal suami-istri itu. Berita acara mengenai hal itu dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
(s.d.u. dg. S. 1923-286 jo. 441.) Bila pertemuan yang kedua ternyata sia-sia juga, maka setelah mendengar penuntut umum, pengadilan negeri harus mengambil keputusan dan menerima tuntutan itu, jika segala persyaratan acara telah dipenuhi seperti yang dikemukakan di atas. Namun demikian, setelah mengadakan pemeriksaan, pengadilan negeri bebas untuk menangguhkan putusan selama enam bulan, bila ternyata baginya masih ada kemungkinan untuk berdamai. (KUHPerd. 240.)
Terhadap putusan pengadilan negeri ini boleh dimintakan banding kepada hakim yang lebih tinggi selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan. (Ov. 45; KUHPerd. 241, 1023.)
(s.d.u. dg. S. 1916-530.) Perkawinan itu dibubarkan oleh putusan tersebut dan pendaftarannya dalam daftar-daftar catatan sipil. Pendaftarannya harus dilakukan dengan cara, dalam jangka waktu dan dengan ancaman hukuman seperti yang ditentukan dalam pasal 221 tentang perceraian. (KUHPerd. 245; BS. 64; bdgk. S. 1945-14, S. 1946-24.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pembubaran perkawinan tidak mengurangi akibat-akibat yang diatur dalam pasal-pasal 222 sampai dengan 228 dan pasal 231 yang berdasarkan pasal 246 juga berlaku terhadap pisah meja dan ranjang, dan juga tidak mengurangi syarat-syarat, yang berdasarkan permufakatan berkenaan dengan pasal 237, telah ditetapkan oleh suami-istri itu, baik terhadap diri mereka maupun terhadap pemeliharaan dan pendidikan anak-anak. Pada waktu memutuskan pisah meja dan ranjang itu, hakim mengangkat salah seorang dari antara orang tua yang telah melakukan kekuasaan orang tua sebagai wali. Atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang dari mereka, pengadilan negeri, berdasarkan keadaan yang timbul setelah putusan pembubaran perkawinan mempunyai kekuatan hukum yang pasti, boleh mengubah penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea yang lalu, dan persyaratan-persyaratan terhadap anak-anak seperti yang termaksud dalam alinea pertama, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orang tua, wali pengawasnya dan keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang masih di bawah umur. Boleh dinyatakan, bahwa penetapan ini dapat segera dilaksanakan, meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. (KUHPerd. 230, 246a; Rv. 54 dst.) (s.d.u. dg. S. 1927-456.) Pemeriksaan terhadap orang tua dan wali pengawas, yang bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri itu, boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal atau tempat kediaman mereka, yang akan menyampaikan berita acara tentang hal itu kepada pengadilan negeri tersebut pertama. Pemanggilan para orang tua dan wali pengawas dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda. Mereka dapat mewakilkan diri dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 334. Salah satu dari kedua orang tua yang tidak mengajukan permohonan dan yang tidak menghadap atas panggilan, boleh mengadakan perlawanan dalam waktu tiga puluh hari setelah suatu penetapan atau suatu akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaan penetapan itu, disampaikan kepada orang tua itu sendiri, atau setelah dia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa dia telah maklum tentang penetapan itu atau tentang pelaksanaannya yang dimulai. Orang tua yang permohonannya telah ditolak, dan orang tua yang kendati mengadakan perlawanan telah dinyatakan salah, demikian pula yang perlawanannya telah ditolak, boleh mohon banding dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan itu diucapkan. (Rv. 83, 341.) Bila anak yang belum dewasa belum benar-benar berada dalam kekuasaan orang yang berdasarkan salah satu ketentuan pasal ini ditugaskan menjadi wali, maka dalam putusan atau dalam penetapan harus diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku terhadap hal ini.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421; s.d.u. dg. S. 1938-622.) Dalam menyatakan pemutusan atau pada pengubahan seperti yang dimaksud dalam alinea ketiga pasal 206, bila ada ketakutan yang beralasan, jangan-jangan orang tua yang tidak diserahi tugas perwalian tidak akan memberi cukup bantuan untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang belum dewasa, pengadilan negeri dapat pula memberi perintah tersebut dalam pasal 230b, dengan cara dan dengan akibat-akibat seperti yang ditentukan dalam pasal itu. Dalam hal tidak ada perintah ini, dewan perwalian boleh menuntut pembayaran itu pada pengadilan, setelah penetapan pembubaran perkawinan itu didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil. (KUHPerd. 298�.)
(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Ketentuan pasal 232a berlaku juga bagi orang-orang yang kawin kembali satu sama lain, setelah perkawinan mereka yang dahulu dibubarkan sesuai dengan pasal-pasal sebelum ini.
Bagian 3
Perceraian perkawinan
(s.d.u. dg. S. 1925-199 jo. 273.) Gugatan perceraian perkawinan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang di daerah hukumnya si suami mempunyai tempat tinggal pokok, pada waktu memajukan permohonan termaksud dalam pasal 831 Reglemen Acara Perdata, atau tempat tinggal yang sebenarnya bila tidak mempunyai tempat tinggal pokok. Jika pada waktu mengajukan surat permohonan tersebut di atas si suami tidak mempunyai tempat tinggal pokok atau tempat tinggal yang sesungguhnya di Indonesia, maka gugatan itu harus diajukan kepada pengadilan negeri tempat kediaman si istri yang sebenarnya. (KUHPerd. 17, 20 dst., 33; Rv. 931 dst.)
Perceraian perkawinan sekali-kali tidak dapat terjadi hanya dengan persetujuan bersama. (KUHPerd. 200 dst., 236; Rv. 78.)
Dasar-dasar yang dapat berakibat perceraian perkawinan hanya sebagai berikut: 1?. zinah; (KUHPerd. 32, 310, 909.) 2?. meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk; (KUHPerd. 211, 218.) 3?. (s.d.u. dg. S. 1917-497 jo. 646.) dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi, setelah dilangsungkan perkawinan; (KUHPerd. 210.) 4?. pencederaan berat atau penganiayaan, yang dilakukan oleh salah seorang dari suami-istri itu terhadap yang lainnya sedemikian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa, atau mendatangkan luka-luka yang berbahaya. (Ov. 63; KUHPerd. 233.)
Bila salah seorang dari suami-istri itu dengan keputusan hakim dikenakan hukuman, karena telah berzinah, maka untuk mendapatkan perceraian perkawinan, cukuplah salinan surat putusan itu disampaikan kepada pengadilan negeri, dengan surat keterangan, bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. (s.d.u. dg. S. 1917-497 jo. 645.) Ketentuan ini berlaku juga, bila perceraian perkawinan ini dituntut karena si suami atau si istri dikenakan hukuman penjara lhma tahun atau hukuman yang lebih berat. (KUHPerd. 219, 233 dst., 909, 1918; Sv. 189, 314.)
(s.d.u. dg. S. 1925-199 jo. 273.) Dalam hal perbuatan meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, demikian pula dalam hal perubahan tempat tinggal pokok atau tempat tinggal sebenarnya, yang terjadi setelah timbulnya sebab perceraian perkawinan, tuntutan perceraian perkawinan itu boleh juga diajukan kepada pengadilan di tempat tinggal bersama yang terakhir. Tuntutan akan perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk hanya dapat dikabulkan, bila yang meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa alasan sah, tetap menolak untuk kembali kepada suami atau istrinya. Tuntutan itu tidak boleh dimulai sebelum lampau lima tahun, terhitung sejak suami atau istri itu meninggalkan tempat tinggal bersama mereka. Bila kepergian itu mempunyai alasan yang sah, jangka waktu lima tahun itu akan dihitung sejak berakhirnya alasan itu. (KUHPerd. 21, 106 dst., 199, 218, 233 dst., 463, 493.)
212. Isteri itu, baik sebagai penggugat untuk perceraian maupun sebagai tergugat, dengan izin hakim boleh meninggalkan rumah suaminya selama berlangsungnya persidangan. Pengadilan negeri akan menunjuk rumah di mana istri itu harus tinggal. (KUHPerd. 21, 106, 214, 216; Rv. 835.)
213. Isteri itu berhak untuk menuntut tunjangan nafkah, yang setelah ditentukan hakim harus dibayar oleh si suami kepada istrinya selama berlangsungnya perkara itu. Bila istri itu, tanpa izin hakim, meninggalkan tempat tinggal yang ditunjuk baginya, maka tergantung pada keadaan, dia boleh tidak diberi hak lagi untuk menuntut tunjangan, bahkan bila dia adalah penggugat, dia dapat dinyatakan tidak dapat diterima untuk melanjutkan tuntutan hukumnya. (KUHPerd. 105, 107, 212, 217, 226, 324 dst.; Rv. 839.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan negeri, selama persidangan masih berjalan, bebas untuk mencabut pelaksanaan kekuasaan orang tua untuk sementara, seluruhnya atau sebagian, dan sejauh dianggap perlu, memberikan wewenang-wewenang yang demikian atas diri dan barang-barang anak-anak kepada pihak lain dari antara orang tua itu, atau kepada orang yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, atau kepada dewan perwalian. Terhadap penetapan-penetapan ini tidak diperkenankan memohon banding. Penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai putusan yang menolak gugatan perceraian memperoleh kekuatan hukum yang pasti; dalam hal gugatan diterima, penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai satu bulan berlalu, setelah penetapan yang diberikan berkenaan dengan itu untuk mengatur soal perwalian memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (Rv. 836, 839.) Mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan sesuai dengan alinea pertama, berlaku alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f.
Hak-hak si suami mengenai pengurusan harta si istri tidak terhenti selama perkara berjalan; hal ini tidak mengurangi wewenang si istri untuk melindungi haknya, dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang ditunjukkan dalam ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata. Semua akta si suami yang sengaja mengurangi hak-hak si istri adalah batal. (KUHPerd. 105, 124, 192, 1341; Rv. 840.)
Hak untuk menuntut perceraian perkawinan gugur jika terjadi perdamaian suami-istri, entah perdamaian itu terjadi sesudah si suami atau si istri mengetahui perbuatan-perbuatan yang sedianya boleh dipakai sebagai alasan untuk menggugat, entah setelah gugatan untuk perceraian dilakukan. Undang-undang menganggap telah ada perdamaian, bila si suami dan si istri tinggal bersama lagi setelah si istri dengan izin hakim meninggalkan rumah kediaman mereka bersama. (KUHPerd. 212 dst., 217, 220, 235, 1921; Rv. 831 dst.)
Suami atau istri, yang mengajukan gugatan baru atas dasar suatu sebab baru yang timbul setelah perdamaian, boleh mempergunakan alasan-alasan yang lama untuk mendukung gugatannya. (KUHPerd. 209, 213, 219.)
Gugatan untuk perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, gugur bila suami atau istri, sebelum diputuskan perceraian, kembali ke rumah kediaman bersama. Namun bila setelah kembali, suami atau istri itu meninggalkan lagi rumah tinggal bersama tanpa sebab yang sah, pihak lain boleh memulai gugatan baru untuk perceraian perkawinan enam bulan setelah kepergian itu, dan boleh menggunakan alasan-alasan lama untuk mendukung gugatannya. Dalam hal itu, gugatan perceraian perkawinan tidak akan gugur bila pihak yang meninggalkan tempat tinggal bersama itu kembali sekali lagi. (KUHPerd. 211, 216 dst.)
Dalam kedua hal yang diatur dalam pasal 210, suami atau istri yang membiarkan lampau waktu enam bulan terhitung dari hari putusan hakim mendapat kekuatan hukum yang pasti, tidak dapat diterima lagi untuk memulai gugatan perceraian perkawinan. Bila salah seorang dari suami-istri itu berada di luar negeri pada waktu pihak yang lain mendapat putusan hukuman, maka jangka waktu yang ditetapkan adalah enam bulan dihitung mulai dari hari kembalinya ke Indonesia.
Gugatan untuk perceraian gugur, bila salah seorang dari kedua suami-istri meninggal sebelum ada putusan. (KUHPerd. 199-11.)
(s.d.u. dg. S. 1916-530.) Perkawinan dibubarkan oleh keputusan hakim dan pendaftaran perceraian yang ditetapkan dengan putusan itu dalam daftar-daftar catatan sipil. Pendaftaran itu harus dilakukan atas permohonan kedua suami-istri atau salah seorang dari mereka di tempat pendaftaran perkawinan itu. Jika perkawinan itu dilaksanakan di luar Indonesia, maka pendaftaran harus dilakukan dalam daftar-daftar catatan sipil di Jakarta. Pendaftaran itu harus dilakukan dalam jangka waktu enam bulan, terhitung dari hari putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Bila pendaftaran itu tidak dilakukan dalam jangka waktu itu, kekuatan putusan perceraian itu hapus, dan perceraian tidak dapat dituntut sekali lagi atas dasar dan alasan yang sama. (KUHPerd. 245, 254; BS. 64; Rv. 843; untuk ketentuan-ketentuan sementara yang menyimpang dan pengaturan-pengaturan tentang pendaftaran, lihat S. 1945-14, S. 1946-24.)
Suami atau istri yang gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, boleh menikmati keuntungan-keuntungan yang dijanjikan kepadanya oleh pihak lain berkenaan dengan perkawinan mereka, sekalipun keuntungan-keuntungan itu dijanjikan secara timbal-balik. (KUHPerd. 139, 168 dst., 228, 327.)
Sebaliknya, suami atau istri yang dinyatakan kalah dalam putusan perceraian itu, kehilangan semua keuntungan yang dijanjikan oleh pihak lain kepadanya berkenaan dengan perkawinan mereka. (KUHPerd. 139, 168 dst., 228, 317.)
Dengan berlakunya perceraian perkawinan, keuntungan-keuntungan, yang dijanjikan akan keluar setelah kematian salah seorang dari suami-istri itu, tidak segera dapat dituntut; pihak yang gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, baru boleh mempergunakan haknya akan keuntungan-keuntungan itu setelah pihak lawannya meninggal. (KUHPerd. 168 dst., 173, 175, 317.)
Bila suami atau istri, yang atas permohonannya dinyatakan perceraian, tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi untuk biaya penghidupan, maka pengadilan negeri akan menetapkan pembayaran, tunjangan hidup baginya dari harta pihak yang lain. (KUHPerd. 103, 227.)
227. Kewajiban untuk memberi tunjangan hidup terhenti dengan kematian si suami atau si istri.
228. Tunjangan-tunjangan yang dijanjikan oleh pihak ketiga dalam perjanjian perkawinan, tetap harus dibayar kepada si suami atau si istri yang mendapat jari untuk kepentingannya. (KUHPerd. 176 dst., 222.)
229. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setelah memutuskan perceraian, dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orang tua atau keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang di bawah umur, pengadilan negeri akan menetapkan siapa dari kedua orang tua akan melakukan perwalian atas tiap-tiap anak, kecuali jika kedua orang tua itu telah dipecat atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan hakim terdahulu yang mungkin memecat atau melepaskan mereka dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 230a, b, 319a.)Penetapan ini tidak berlaku sebelum hari putusan perceraian perkawinan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan tidak boleh dilakukan perlawanan atau banding. Terhadap penetapan ini, si ayah atau si ibu yang tidak diangkat menjadi wali boleh melakukan perlawanan, bila dia tidak hadir atas panggilan yang dimaksud dalam alinea pertama. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. (Rv. 83.) Si ayah atau si ibu yang setelah hadir atas panggilan tidak diangkat menjadi wali, atau yang perlawanannya ditolak, dalam tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea kedua, dapat naik banding mengenai penetapan itu. (Rv. 341.) Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan para orang tua.
230. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan negeri, atas dasar hal-hal yang terjadi setelah putusan perceraian perkawinan memperoleh kekuatan hukum yang pasti, berkuasa untuk mengubah penetapan-penetapan yang telah diberikan menurut alinea pertama pasal yang lalu atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, para wali pengawas dan keluarga sedarah atau semenda anak-anak yang di bawah umur. Penetapan-penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. Ketentuan alinea keempat dan kelima pasal 206 berlaku terhadap hal ini.
230a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390.) Bila anak-anak yang di bawah umur belum berada dalam kekuasaan nyata orang yang berdasarkan pasal 229 atau pasal 230 ditugaskan menjadi wali, atau dalam kekuasaan si ayah, si ibu, atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan pasal 214 alinea pertama, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h dalam hal ini berlaku.
230b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada penetapan termaksud dalam alinea pertama pasal 229, setelah mendengar atau memanggil dengan sah seperti yang dimaksud dalam alinea itu dan setelah mendengar dewan perwalian, bila ada kekhawatiran yang beralasan, bahwa orang tua yang tidak diserahi tugas perwalian, tidak akan memberikan tunjangan secukupnya untuk biaya hidup dan pendidikan anak-anak yang masih di bawah umur, pengadilan negeri boleh memerintahkan juga, bahwa orang tua itu untuk biaya hidup dan pendidikan anak tiap-tiap minggu atau tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan akan membayarkan kepada dewan perwalian suatu jumlah yang dalam pada itu ditentukan. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 229 berlaku juga terhadap perintah ini.
231. Bubarnya perkawinan karena perceraian tidak akan menyebabkan anak-anak yang lahir dari perkawinan itu kehilangan keuntungan-keuntungan yang telah dijaminkan bagi mereka oleh undang-undang, atau oleh perjanjian perkawinan orang tua mereka. Akan tetapi anak-anak itu tidak boleh menuntutnya, selain dengan cara yang sama dan dalam keadaan yang sama seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian perkawinan. (KUHPerd. 175, 178, 181 dst., 311, 317, 852 dst.)
232. Bila suami-istri yang bercerai itu dahulu kawin dengan gabungan harta-bersama, pembagian harta harus dilakukan berdasarkan dan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Bab VI. (KUHPerd. 126, 128, 1066 dst.)
232a. (s.d.t. dg. S. 1923-31, s.d.u. dg. S. 1928-546.) Bila suami-istri itu kawin kembali satu sama lain, semua akibat perkawinan itu menurut hukum dengan sendirinya timbul kembali, seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian. Namun hal ini tidak mengurangi kelanjutan berlakunya perbuatan-perbuatan yang sekiranya telah dilakukan terhadap pihak-pihak ketiga selama waktu antara perceraian itu dan perkawinan baru, dan tidak mengurangi kelanjutan berlakunya penetapan-penetapan hakim, yang sekiranya telah memecat atau melepaskan suami-istri itu dari perwalian atas anak-anak mereka sendiri, penetapan-penetapan mana harus dipandang sebagai pemecatan atau pelepasan dari kekuasaan orang tua. Segala persetujuan antara suami-istri yang bertentangan dengan ini adalah batal. (KUHPerd. 33, 149, 196-198.)
Bab XI
Pisah Meja dan Ranjang
233. Jika ada hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk menuntut perceraian perkawinan, si suami atau si istri berhak untuk menuntut pisah meja dan ranjang. ugatan untuk itu dapat juga diajukan atas dasar perbuatan-perbuatan yang melampaui batas kewajaran, penganiayaan dan penghinaan kasar yang dilakukan oleh salah seorang dari suami-istri itu terhadap yang lainnya. (Ov. 63; KUHPerd. 126, 200, 209; Rv. 841.)
234. Gugatan itu diajukan, diperiksa dan diselesaikan dengan cara yang sama seperti gugatan untuk perceraian perkawinan. (KUHPerd. 207 dst., 216 dst.; Rv. 831 dst.)
235. Suami atau istri yang telah mengajukan gugatan untuk pisah meja dan ranjang, tidak dapat diterima untuk menuntut perceraian perkawinan atas dasar yang sama. (KUHPerd. 209.)
236. Pisah meja dan ranjang juga boleh ditetapkan oleh hakim atas permohonan kedua suami-istri bersama-sama, yang boleh diajukan tanpa kewajiban untuk mengemukakan alasan tertentu. Pisah meja dan ranjang tidak boleh diizinkan, kecuali bila suami-istri itu telah kawin selama dua tahun. (KUHPerd. 200, 202, 208.)
237. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum meminta pisah meja dan ranjang, suami-istri itu wajib mengatur dengan akta otentik semua persyaratan untuk itu, baik yang mengenai diri mereka maupun yang mengenai pelaksanaan kekuasaan orang tua dan urusan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka. Tindakan-tindakan yang telah mereka rancang untuk dilaksanakan selama pemeriksaan pengadilan, harus dikemukakan supaya dikuatkan oleh pengadilan negeri, dan jika perlu, supaya diatur olehnya. (KUHPerd. 104 dst., 124 dst., 149, 206, 212 dst., 229, 247, 298 dst.)
238. Permintaan kedua suami-istri harus diajukan dengan surat permohonan kepada pengadilan negeri tempat tinggal mereka; dan dalam surat itu harus dilampirkan baik salinan akta perkawinan maupun salinan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal yang lampau. (Rv. 831 dst.)
239. Berkenaan dengan itu pengadilan negeri akan memerintahkan kedua suami-istri untuk bersama-sama secara pribadi menghadap seorang atau lebih hakim anggota yang akan memberi wejangan-wejangan seperlunya kepada mereka. Bila suami-istri itu bertahan dengan niat mereka, hakim akan memerintahkan mereka untuk menghadap lagi setelah lewat enam bulan. (Rv. 832, 834.) (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila ternyata ada alasan sah yang menghalangi mereka untuk menghadap, maka hakim yang ditunjuk harus pergi ke rumah suami-istri itu, (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441; s.d.u. dg. S. 1925-497, 678 jo. 1926-63.) Bila suami-istri itu bertempat tinggal di luar daerah di mana pengadilan negeri itu bertempat kedudukan, pengadilan negeri atau dalam hal tidak ada badan semacam itu dapat menunjuk kepala daerah setempat untuk melakukan tindakan-tindakan yang dimaksud dalam tiga alinea yang lampau. Pejabat yang telah ditunjuk itu akan membuat berita acara tentang apa yang telah dilakukannya dan segera mengirimkan kepada pengadilan negeri. (s.d.t. dg. S. 1923-287 jo. 441.) Bila seorang dari suami-istri itu atau kedua-duanya bertempat tinggal di luar Indonesia, pengadilan negeri itu boleh memohon kepada seorang hakim di negara tempat suami-istri itu berdiam, untuk memanggil kedua suami-istri atau salah seorang menghadap kepadanya dengan tujuan melakukan ikhtiar perdamaian, atau menugaskan hal ini kepada pejabat perwakilan Indonesia di wilayah tempat suami-istri itu berdiam. Berita acara yang dibuat mengenai hal itu harus dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
240. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Pengadilan negeri harus mengambil keputusan enam bulan setelah berlangsung pertemuan kedua. (KUHPerd. 202.) (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 230b dan 230C berlaku sama terhadap ibu dan bapak, yang tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan orang tua.
241. Bila permohonan yang diajukan ditolak, paling lambat satu bulan setelah diberikan keputusan, suami-istri itu bersama-sama boleh mengajukan permohonan banding dengan surat permohonan. (Ov. 45; KUHPerd. 204, 236 dst., 247, 1023.)
242. Dengan pisah meja dan ranjang, perkawinan tidak dibubarkan, tetapi dengan itu suami-istri tidak lagi wajib untuk tinggal bersama. (KUHPerd. 21, 106 dst., 200.)
243. Pisah meja dan ranjang selalu berakibat perpisahan harta, dan akan menimbulkan dasar untuk pembagian harta bersama, seakan-akan perkawinan itu dibubarkan. (KUHPerd. 128, 186, 232, 1066 dst.)
244. Karena pisah meja dan ranjang, pengurusan suami atas harta istrinya ditangguhkan. Si istri mendapat kembali keleluasaan untuk mengurus hartanya, dan sekaligus adanya ketentuan dalam pasal 108 dapat memperoleh kuasa umum dari hakim untuk menggunakan barang-barangnya yang bergerak. (KUHPerd. 105, 124, 194.)
245. Putusan-putusan mengenai pisah meja dan ranjang harus diumumkan secara terang-terangan. Selama pengumuman terang-terangan ini belum berlangsung, putusan tentang pisah meja dan ranjang tidak berlaku bagi pihak ketiga. (KUHPerd. 152, 205, 221, 249; Rv. 826, 843.)
246. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan-ketentuan pasal 210 sampai dengan 220, pasal 222 sampai dengan 228, dan pasal 231, berlaku juga terhadap pisah meja dan ranjang yang diminta oleh salah seorang dari suami-istri terhadap yang lain. Setelah mengucapkan putusan tentang pisah meja dan ranjang, pengadilan negeri, setelah mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan keluarga sedarah dan semenda anak-anak yang masih di bawah umur, harus menetapkan siapa dari kedua orang tua itu yang akan melakukan kekuasaan orang tua atas diri tiap-tiap anak, kecuali bila kedua orang tua itu telah dipecat atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan hakim yang terdahulu yang mungkin telah memecat atau melepaskan mereka dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 319a.) Ketetapan ini berlaku setelah hari putusan tentang pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum hari itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan perlawanan serta banding pun tidak diperbolehkan. Terhadap penetapan ini, pihak orang tua yang tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan orang tua, boleh melakukan perlawanan, bila atas panggilan termaksud dalam alinea kedua dia tidak menghadap. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. (Rv. 83.) Pihak orang tua yang telah menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan orang tua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon banding terhadap penetapan itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea ketiga. (Rv. 341.) (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Ketentuan pasal 230b dan pasal 230c berlaku sama terhadap ayah dan ibu yang tidak diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua. Terhadap pemeriksaan para orang tua itu berlaku alinea keempat pasal 206.
246a. (s.d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Berdasarkan keadaan yang timbul setelah putusan pisah meja dan ranjang mendapat kekuatan hukum yang pasti, pengadilan negeri boleh mengadakan perubahan pada penetapan-penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea kedua pasal yang lampau, atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang dari mereka, setelah mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan para keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang masih di bawah umur. Penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. (Rv. 54 dst.) Ketentuan alinea keempat dan kelima pasal 206 dalam hal ini berlaku.
246b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Bila anak-anak yang masih di bawah umur itu belum berada dalam kekuasaan nyata orang yang berdasarkan pasal 246 dan pasal 246a diserahi tugas melaksanakan kekuasaan orang tua, atau dalam kekuasaan si ayah, si ibu atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan alinea pertama pasal 246 dan sesuai dengan pasal 214, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h dalam hal ini berlaku.
247. Bila setelah mempertimbangkan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal 237, hakim mengabulkan permintaan pisah meja dan ranjang atas permohonan kedua suami-istri, maka pisah meja dan ranjang itu memperoleh segala akibat yang dijanjikan dalam perjanjian itu. (KUHPerd. 206.)
248. Pisah meja dan ranjang menurut hukum dengan sendirinya batal karena perdamaian suami-istri, dan perdamaian itu menghidupkan kembali segala akibat dari perkawinan mereka, tanpa mengurangi berlangsungnya terus kekuatan perbuatan-perbuatan terhadap pihak-pihak ketiga, yang sekiranya telah dilakukan dalam tenggang waktu antara perpisahan itu dan perdamaiannya. Semua persetujuan suami-istri yang bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 149, 196 dst., 200, 216, 244.)
249. Bila putusan yang menyatakan suami-istri pisah meja dan ranjang sudah diumumkan secara jelas, suami-istri itu tidak boleh menerapkan berlakunya akibat-akibat perdamaian mereka terhadap pihak ketiga, bila mereka tidak mengumumkan secara jelas, bahwa pisah meja dan ranjang itu telah tiada. (KUHPerd. 152, 245.)
Bab XII
Keayahan dan Asal Keturunan Anak-anak
Bagian 1
Anak-anak sah.
250. Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami sebagai ayahnya. (KUHPerd. 34, 95, 100-102, 106 dst., 1916)
251. Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh si suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut: 1?. bila sebelum perkawinan, suami itu telah mengetahui kehamilan itu; 2?. bila pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya, atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya; 3?. bila anak itu dilahirkan tidak hidup. (KUHPerd. 2; BS. 39.)
252. Si suami boleh mengingkari keabsahan si anak, bila dia dapat membuktikan, bahwa sejak hari ketiga ratus sampai keseratus delapan puluh sebelum lahirnya anak itu, dia telah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan jasmaniah dengan istrinya, baik karena keadaan terpisah, maupun karena sesuatu yang kebetulan saja. Dengan menunjuk kepada kelemahan alamiah jasmaninya, si suami tidak dapat mengingkari anak itu sebagai anaknya. (KUHPerd. 258, 1865.)
253. Si suami tidak dapat mengingkari keabsahan si anak atas dasar perzinahan, kecuali bila kelahiran si anak telah dirahasiakan terhadapnya; dalam hal itu, dia harus diperkenankan untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempurna, bahwa dia bukan ayah anak itu. (KUHPerd. 1965.)
254. Dia dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusan pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak istrinya untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadi bukti bahwa suaminya adalah ayah anak itu. Bila pengingkaran itu telah dinyatakan sah, perdamaian antara suami-istri itu tidak menyebabkan anak itu memperoleh kedudukan sebagai anak sah. (KUHPerd. 221, 242, 248, 1965.)
255. Anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah. (KUHPerd. 106, 199.) (s.d.t. dg. S. 1923-31.) Bila kedua orang tua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusnya perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh kedudukan anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini.
256. Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal 251, 252, 253, dan 254, pengingkaran keabsahan anak harus dilakukan si suami dalam waktu satu bulan, bila dia berada di tempat kelahiran anak itu, atau di sekitar itu: dalam waktu dua bulan setelah dia kembali, bila dia telah tidak berada di situ; dalam waktu dua bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu telah disembunyikan terhadapnya.
Semua akta yang dibuat di luar pengadilan, yang berisi pengingkaran si suami, tidak mempunyai kekuatan hukum, bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh suatu tuntutan di muka hakim. Bila si suami, setelah melakukan pengingkaran dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, meninggal dunia dalam jangka waktu tersebut di atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka jangka waktu baru selama dua bulan untuk mengajukan tuntutan hukum mereka. (KUHPerd. 257 dst., 1058, 1979; lihat S. 1946-67.)
257. Tuntutan hukum yang diajukan oleh si suami itu gugur bila para ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya suami. (KUHPerd. 259, 1979.)
258. Bila si suami meninggal sebelum dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal waktunya untuk itu masih berjalan, maka para ahli warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak itu selain dalam hal tersebut dalam pasal 252. Gugatan untuk membantah keabsahan anak itu harus dimulai dalam waktu dua bulan terhitung sejak anak itu memiliki harta-benda si suami, atau sejak para ahli warisnya terganggu dalam memilikinya oleh si anak. (KUHPerd. 259, 472, 833 dst.)
259. Dalam hal-hal di mana para ahli waris, berkenaan dengan pasal-pasal 256, 257, dan 258, mempunyai wewenang untuk memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk membantah keabsahan seorang anak, mereka akan memperoleh jangka waktu satu tahun, bila salah seorang atau lebih dari mereka bertempat tinggal di luar negeri. Dalam hal ada perang di laut, jangka waktu itu dilipatduakan. Dengan S. 1946-67, berlaku 13 Juli 1946, ditentukan: (1) Hakim yang menangani gugatan yang dilakukan atau mungkin akan dilakukan untuk mengingkari keabsahan seorang anak, berwenang sampai pada waktu yang akan ditentukan oleh pemerintah, untuk memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam pasal 256 sampai dengan 259 Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk mengingkari keabsahan seorang anak dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan pengingkaran semacam itu, atau untuk melanjutkan gugatan demikian dengan jangka waktu tertentu ataupun sampai saat tertentu, bila pengindahan jangka waktu tersebut di atas karena keadaan-keadaan luar biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan. (2) Perpanjangan waktu termaksud dalam ayat (1) boleh diberikan oleh hakim karena jabatan.
260. Semua gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada wali yang secara khusus diperbantukan kepada anak itu, dan ibunya harus dipanggil dengan sah untuk sidang itu. (KUHPerd. 102, 110, 310, 359, 1920.)
261. Asal-keturunan anak-anak sah dibuktikan dengan akta-akta kelahiran yang didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil. (BS. 34.) Bila tidak ada akta demikian, cukuplah bila seorang anak telah mempunyai kedudukan tak terganggu sebagai anak sah. (KUHPerd. 13, 101, 286; BS. 37.)
262. Pemilikan kedudukan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena kelahiran dan karena kekeluargaan antara orang tertentu dan keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasuk di dalamnya. Yang terpenting dari peristiwa-peristiwa ini antara lain adalah: bahwa orang-orang itu selalu memakai nama si ayah yang dikatakannya telah menurunkannya; (KUHPerd. 10; BS. 30.) bahwa ayah itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak telah diurus dalam hat pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya; (KUHPerd. 104, 298 dst.) bahwa masyarakat senantiasa mengakui dia selaku anak si ayah; bahwa sanak-saudaranya mengakui dia sebagai anak si ayah. (KUHPerd. 102.)
263. Tiada seorang pun dapat menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan yang nyata dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahirannya, dan sebaliknya tiada seorang pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki seseorang sesuai dengan akta kelahirannya. (KUHPerd. 102, 322.)
264. Bila tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak terputus-putus, dan bila anak itu didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar catatan sipil atau seakan-akan dilahirkan dari ayah-ibu yang tidak dikenal, maka asal-keturunannya dapat dibuktikan dengan saksi-saksi. Namun pembuktian dengan cara demikian tidak boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti permulaan tertulis; atau bila dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk memperkenankan pembuktian demikian. (KUHPerd. 288, 1922; BS. 27.)
265. Bukti permulaan tertulis adalah surat-surat keluarga, daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga si ayah atau si ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di bawah tangan yang berasal dari pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan, atau bila masih hidup, mereka yang sedianya berkepentingan dalam perselisihan itu. (KUHPerd. 268, 1881, 1902; BS. 27.)
266. Bukti lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang cocok untuk menunjukan, bahwa orang yang menyandarkan diri pada asal-keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya; atau juga, bila soal ibu telah dibuktikan, bahwa dia bukan anak dari suami ibu itu. (KUHPerd. 264 dst., 286 dst.)
267. Hanya hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan suatu kedudukan. (KUHPerd. 268, 1920.)
268. Tuntutan pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan, sebelum keputusan akhir atas sengketa mengenai kedudukan itu diucapkan. Akan tetapi jawatan kejaksaan bebas untuk melancarkan suatu tuntutan pidana seperti itu, bila pihak-pihak yang berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan tertulis, sesuai dengan ketentuan pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan pidana telah dinyatakan adanya bukti permulaan. (KUHPerd. 268, alinea kedua tak berlaku terhadap golongan Tionghoa, lihat Chin. 1-1?g.) Dalam hal terakhir ini, pemeriksaan perkara pidana di sidang umum tidak boleh ditunda karena pemeriksaan perkara perdata. (AB. 30; KUHPerd. 267, 1918; BS. 27 dst.; Sv. 409; KUHP 529.)
269. Gugatan untuk menarik kembali kedudukan terhadap si anak, tidak terkena kedaluwarsa. (KUHPerd. 1967, 1986.)
270. Para ahli waris anak yang tidak memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat melancarkan gugatan seperti itu, kecuali bila anak itu meninggal waktu masih di bawah umur atau dalam tiga tahun setelah menjadi dewasa. (KUHPerd. 258, 883, 1058.)
271. Namun para ahli waris itu dapat melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hati itu telah dimulai oleh anak itu, kecuali bila anak itu tidak melanjutkan tuntutan itu selama tiga tahun sejak tindakan acara yang terakhir dilakukan. (KUHPerd. 257, 833; Rv. 273 dst.)
271a. (s.d.t. dg. S. 1937-595, mb. 1 Januari 1939.) Orang yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu kedudukan *79 perdata atau untuk mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, harus menyuruh mendaftarkan putusan itu dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar. Hal ini harus diterangkan pada margin akta kelahiran itu.
Bagian 2
Pengesahan anak-anak luar kawin
272. Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri. (KUHPerd. 40, 275, 277, 280 dst., 862, 867; BS. 53, 61-9?.)
273. Anak yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari pemerintah tidak boleh kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu dalam akta kelahiran. (KUHPerd. 29, 31, 280, 283.)
274. Bila orang tua itu, sebelum atau pada waktu melakukan perkawinan, telah lalai untuk mengakui anak di luar kawin mereka, kelalaian ini dapat diperbaiki dengan surat pengesahan dari pemerintah, yang diberikan setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung. (Ov. 16; KUHPerd. 276; BS. 61-9?.)
275. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lampau, dapat juga disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut undang-undang: 1?. bila anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak jadi dilaksanakan; 2?. bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya meninggal dunia, atau bila ada keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan orang tua itu, menurut pertimbangan pemerintah. (KUHPerd. 272, 276, 278.)
276. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal seperti yang dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir, Mahkamah Agung, bila menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus mendengar atau memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan bahkan dapat memerintahkan, bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam Berita Negara. (KUHPerd. 290.)
277. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengesahan anak, baik dengan menyusulnya perkawinan orang tuanya maupun dengan surat pengesahan menurut pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu berlaku ketentuan undang-undang yang sama, seakan-akan mereka dilahirkan dalam perkawinan itu. (KUHPerd. 852.)
278. (s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai hari diberikannya surat pengesahan dari pemerintah; hal itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak sah sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi keluarga sedarah lainnya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu. (KUHPerd. 852dst.)
279. Dengan cara yang sama dan menurut ketentuan-ketentuan yang sama seperti yang tercantum dalam pasal-pasal yang lalu, anak yang telah meninggal dan meninggalkan keturunan, boleh juga disahkan; pengesahannya itu berakibat menguntungkan keturunan itu. (KUHPerd. 272, 274, 842, 852.)
Bagian 3
Pengakuan anak-anak luar kawin
280. Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan ayah atau ibunya. (KUHPerd. 30 dst., 40, 47, 272 dst., 306, 319, 328, 363, 363, 862, 871, 873, 908, 916.)
281. Pengakuan terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan. (Not. 37a.) Pengakuan demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil, dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari pen`ndatanganan. Pengakuan itu harus dicantumkan pada tepi akta kelahiran, bila akta itu ada. (KUHPerd. 40, 272, 862, 908, 1868; BS. 41, 53, 61-9?.) Bila pengakuan anak itu dilakukan dengan akta otentik lain, tiap-tiap orang yang berkepentingan berhak minta agar hal itu dicantumkan pada tepi akta kelahirannya. Bagaimanapun kelalaian mencatatkan pengakuan pada tepi akta kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui itu.
282. Pengakuan anak di luar kawin oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada harganya, kecuali jika orang yang masih di bawah umur itu telah mencapai umur genap sembilan belas tahun, dan pengakuan itu bukan akibat dari paksaan, kekeliruan, penipuan atau bujukan. (BS. 42.) Namun anak perempuan di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu, sebelum dia mencapai umur sembilan belas tahun. (KUHPerd. 29, 108, 330, 446, 452, 1321, 1446, 1449.)
283. Anak yang dilahirkan karena perzinahan atau penodaan darah (incest), tidak boleh diakui, tanpa mengurangi ketentuan pasal 273 mengenai anak penodaan darah. (KUHPerd. 30 dst., 41, 252 dst., 272, 289, 867 dst.; BS. 42.)
284. (s.d.u. dg. S. 1896-108.)(1) Tiada pengakuan anak di luar kawin dapat diterima selama ibunya hidup, meskipun ibu itu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila si ibu tidak menyetujui pengakuan itu. (KUHPerd. 280 dst., 354.) Bila anak demikian itu diakui setelah ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat lain daripada terhadap ayahnya. (KUHPerd. 288.) Dengan diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia atau golongan yang disamakan dengan itu, berakhirlah hubungan perdata yang berasal dari hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang berhubungan dengan pengakuan oleh si ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk itu karena kemudian kawin dengan si ayah.
285. Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari suami-istri selama perkawinan untuk kepentingan seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain dari istrinya atau suaminya, tidak dapat mendatangkan kerugian, baik kepada suami atau istri itu maupun kepada anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu. Walaupun demikian, pengakuan itu mempunyai akibat-akibat setelah pembubaran perkawinan, bila dari perkawinan itu tidak ada seorang keturunan pun yang lahir. (KUHPerd. 199, 277.)
286. Semua pengakuan yang dilakukan oleh ayah atau ibunya, demikian pula semua tuntutan akan kedudukan yang dilakukan oleh pihak si anak, dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu. (KUHPerd. 261 dst., 282.)
287. Dilarang menyelidiki siapa ayah seorang anak. (s.d.u. dg. S. 1917-497.) Namun dalam hal kejahatan tersebut dalam pasal 285 sampai dengan 288, 294 atau 332 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat dilakukannya kejahatan itu bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang terhadapnya, dilakukan kejahatan itu, maka atas gugatan pihak yang berkepentingan, orang yang bersalah boleh dinyatakan sebagai ayah anak itu. (KUHPerd. 252 dst.)
288. Menyelidiki siapa ibu seorang anak, diperkenankan. Dalam hal itu, si anak wajib membuktikan bahwa dia adalah anak yang dilahirkan ibu itu. Si anak tidak diperkenankan melakukan pembuktian dengan saksi-saksi, kecuali bila telah ada bukti permulaan tertulis. (KUHPerd. 265, 1902, 1914.)
289. Tiada seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa ayah atau ibunya, dalam hal-hal di mana menurut pasal 283 pengakuan tidak boleh dilakukan.
Bab XIII
Kekeluargaan Sedarah dan Semenda
290. Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang, di mana yang seorang adalah keturunan dari yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama. Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran: setiap kelahiran disebut derajat. (KUHPerd. 30, 872 dst., 877.)
291. Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang satu merupakan keturunan dari yang lain; garis menyimpang ialah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang seorang bukan keturunan dari yang lain tetapi mereka mempunyai bapak asal yang sama.
292. Dalam garis lurus, dibedakan garis lurus ke bawah dari garis lurus ke atas. Yang pertama merupakan hubungan antara bapak-asal dan keturunannya; yang terakhir adalah hubungan antara seseorang dan mereka yang menurunkannya. (KUHPerd. 842, 850, 852 dst., 857.)
293. Dalam garis lurus derajat-derajat antara dua orang dihitung menurut banyaknya kelahiran; dengan demikian, dalam garis ke bawah, seorang anak, dalam pertalian dengan ayahnya ada dalam derajat pertama, seorang cucu ada dalam derajat kedua, dan demikianlah seterusnya; sebaliknya, dalam garis ke atas, seorang bapak dan seorang kakek, sehubungan dengan anak dan cucu, ada dalam derajat pertama dan kedua, dan demikianlah seterusnya.
294. Dalam garis menyimpang, derajat-derajat dihitung dengan banyaknya kelahiran, mula-mula antara keluarga sedarah yang satu dan bapak-asal yang sama dan terdekat, dan selanjutnya antara yang terakhir ini dan keluarga sedarah yang lain; dengan demikian, dua orang bersaudara ada dalam derajat kedua, paman dan keponakan ada dalam derajat ketiga, saudara sepupu ada dalam derajat keempat, dan demikian seterusnya. (KUHPerd. 850.)
295. Kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami-istri dan keluarga sedarah dari pihak lain. Antara keluarga sedarah pihak suami dan keluarga sedarah pihak istri dan sebaliknya tidak ada kekeluargaan semenda. (KUHPerd. 30 dst., 322, 376.)
296. Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan sedarah. (KUHPerd. 293.)
297. Dengan terjadinya suatu perceraian, kekeluargaan semenda antara salah satu dari suami-istri dan para keluarga sedarah dari pihak yang lain tidak dihapuskan. (KUHPerd. 30 dst., 199, 322-2, 323.)
Bab XIV
Kekuasaan Orang Tua
Bagian 1
Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap pribadi si anak
298. Setiap anak, berapa pun juga umurnya, wajib menghormati dan menghargai orang tuanya. (Rv. 582; IR. 211.) (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih di bawah umur. Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut besarnya pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka itu. Bagi yang sudah dewasa berlaku ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Bagian 3 bab ini. (KUHPerd. 104, 145 dst., 193, 230, 320 dst., 328; S. 1911-55 jis. 1913-556, 1937-48.)
299. (s.d.u. dg. S. 1927,31 jis. 290, 421.) Selama perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai dewasa tetap berada dalam kekuasaan mereka, sejauh mereka tidak dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan itu. (KUHPerd. 21, 35 dst., 104, 230, 330, 419, 424, 426, 430, 1367.)
300. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika terjadi pelepasan atau pemecatan dan berlaku ketentuan-ketentuan mengenai pisah meja dan ranjang, si ayah sendiri yang melakukan kekuasaan itu.
Bila si ayah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukan kekuasaan orang tua, kekuasaan itu dilakukan oleh si ibu, kecuali dalam hal adanya pisah meja dan ranjang.
Bila si ibu ini juga tidak dapat atau tidak berwenang, maka oleh pengadilan negeri diangkat seorang wali sesuai dengan pasal 359. (KUHPerd. 105, 230, 451, 496.)
301. (Dihapus dg S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d.t. dg. S. 1938-622.) Tanpa mengurangi ketentuan dalam hal pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang, perceraian perkawinan, serta pisah meja dan ranjang, orang tua itu wajib untuk tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan, membayar kepada dewan wali sebanyak yang ditetapkan oleh pengadilan negeri atas tuntutan dewan itu, untuk kepentingan pemeliharaan dan pendidikan anak mereka yang masih di bawah umur, pun sekiranya mereka tidak mempunyai kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu dan tidak dibebaskan atau dipecatdari itu.
302. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua mempunyai alasan-alasan yang sungguh-sungguh untuk merasa tak puas akan kelakuan anaknya, maka pengadilan negeri, atas permohonannya atau atas permohonan dewan wali, asal dewan ini diminta olehnya untuk itu dan melakukannya untuk kepentingannya, boleh memerintahkan penampungan anak itu selama waktu tertentu dalam suatu lembaga negara atau swasta yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penampungan ini dibiayai oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua, atau bila dia tidak mampu, oleh anak itu; penampungan itu tidak boleh diperintahkan untuk lebih lama dari enam bulan berturut-turut, bila pada waktu penetapan itu si anak belum mencapai umur empat belas tahun, atau bila pada waktu penetapan itu dicapai umur itu, paling lama satu tahun dan sekali-kali tidak boleh melewati saat dia mencapai kedewasaan.
Pengadilan negeri tidak boleh memerintahkan penampungan sebelum mendengar dewan perwalian dan, dengan tidak mengurangi ketentuan alinea pertama pasal 303, sebelum mendengar anak itu; bila orang tua yang satu lagi tidak kehilangan kekuasaan orang tua, maka dia pun harus didengar lebih dahulu, setidak-tidaknya dipanggil dengan sah. Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan tersebut terakhir.
303. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila si anak itu tidak menghadap untuk didengar pada hari yang ditentukan, pengadilan negeri harus menunda pemeriksaan itu sampai hari yang kemudian lantas ditentukan, dan harus memerintahkan, agar pada hari itu anak itu dibawa ke hadapannya oleh jurusita atau polisi; penetapan ini dilaksanakan atas perintah jawatan kejaksaan; bila ternyata anak itu pada hari itu tidak menghadap, maka pengadilan negeri, tanpa mendengar anak itu, boleh memerintahkan penampungan atau menolaknya.
Dalam hal ini tidak usah diindahkan tertib acara selanjutnya, kecuali perintah untuk penampungan, yang tidak usah dinyatakan alasan-alasannya. Bila pengadilan negeri, dalam penetapan, memutuskan bahwa orang yang melakukan kekuasaan orang tua dan anak itu tidak mampu membiayai penampungan itu, maka segala biaya dibebankan kepada negara. Penetapan yang memerintahkan penampungan itu, harus dilaksanakan atas perintah jawatan kejaksaan atas permohonan orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
304. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan penetapan Menteri Kehakiman, anak itu sewaktu-waktu boleh dilepaskan dari lembaga seperti yang dimaksud dalam pasal 302, bila alasan penampungan itu tidak ada lagi, atau bila keadaan jasmaninya atau keadaan rohaninya tidak mengizinkan untuk tinggal lebih lama lagi di situ.
Orang yang menjalankan kekuasaan orang tua, tetap bebas untuk memperpendek waktu penampungan yang ditentukan dalam perintah. Untuk perpanjangan, harus diindahkan lagi apa yang ditentukan dalam pasal 302 dan pasal 303. Pengadilan negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan itu tiap-tiap kali untuk jangka waktu yang tidak lebih dari enam bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh diberikan sebelum kepala lembaga tempat anak itu tinggal waktu permohonan untuk perpanjangan diajukan, atau orang yang menggantikannya didengar atas permohonan itu, jika perlu secara tertulis.
305. Hapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
306. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak di luar kawin yang diakui secara sah sama sekali berada di bawah perwalian. Pasal 298 berlaku baginya. (KUHPerd. 280 dst.) (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Ketentuan pasal 301 berlaku bagi orang yang telah mengakui anak luar kawin yang belum dewasa, bila ia tidak melakukan kekuasaan perwalian atas anak itu tanpa dibebaskan atau dipecat dari itu.
Bagian 2
Akibat-akibat kekuasaan orang tua terhadap barang-barang si anak.
307. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang melakukan kekuasaan orang tua atas seorang anak yang masih di bawah umur, harus mengurus barang-barang kepunyaan anak itu, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 237 dan alinea terakhir pasal 319e.
Ketentuan ini tidak berlaku terhadap barang-barang yang dihibahkan atau diwasiatkan kepada anak-anak, baik dengan akta antara yang sama-sama masih hidup maupun dengan surat wasiat, dengan ketentuan bahwa pengurusan atas barang-barang itu akan dilakukan oleh seorang pengurus atau lebih yang ditunjuk untuk itu di luar orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Bila pengurusan yang diatur demikian, karena alasan apa pun juga sekiranya, hapus, maka barang-barang termaksud, beralih pengelolaannya kepada orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Meskipun ada pengangkatan pengurus-pengurus khusus seperti di atas, orang yang melakukan kekuasaan orang tua mempunyai hak untuk minta perhitungan dan pertanggungjawaban dari orang-orang tersebut selama anaknya belum dewasa. (KUHPerd. 140, 300, 3852, 1019.)
308. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang berdasarkan kekuasaan orang tua wajib mengurus barang-barang anak-anaknya, harus bertanggungjawab, baik atas hak milik barang-barang itu maupun atas pendapatan dari barang-barang demikian yang tidak boleh dinikmatinya. Mengenai barang-barang yang hasilnya menurut undang-undang boleh dinikmatinya, ia hanya bertanggung jawab atas hak miliknya. (KUHPerd. 311, 840.)
309. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dia tidak boleh memindahtangankan barang-barang anak-anaknya yang masih di bawah umur, kecuali dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang diatur dalam Bab XV Buku Pertama mengenai pemindahtanganan barang-barang kepunyaan anak-anak di bawah umur. (KUHPerd. 393 dst., 1685; LN. 1953-86, pasal 7 di bawah KUHPerd. 383.)
310. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal-hal di mana dia mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan anak-anaknya yang di bawah umur, maka anak-anak ini harus diwakili oleh pengampu khusus yang diangkat untuk itu oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 260, 366, 370.)
311. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ayah atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, berhak menikmati hasil dari barang-barang anak-anaknya yang belum dewasa. (S. 1927-31.) Dalam hal orang tua itu, baik si ayah maupun si ibu, dilepaskan dari kekuasaan orang tua atau perwalian, kedua orang tua itu berhak untuk menikmati hasil dari harta kekayaan anak-anak mereka yang masih di bawah umur.
Pembebasan si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, sedang orang tua yang lainnya telah meninggal atau dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua atau perwalian, tidak berakibat terhadap hak menikmati hasil. (KUHPerd. 127, 206, 237, 299 dst., 308, 313, 321, 390, 496, 756 dst., 809, 840; LN. 1953-86, pasal 7 di bawah KUHPerd. 393.)
312. Dengan hak menikmati hasil itu, terkait kewajiban-kewajiban berikut:
1. hal-hal yang diwajibkan bagi pemegang hak pakai hasil; (KUPerd. 782 dst., 7852.) 2. pemeliharaan dan pendidikan anak-anak itu, sesuai dengan harta kekayaan mereka yang disebut terakhir; (KUHPerd. 2982.) 3. pembayaran semua angsuran dan bunga atas uang pokok; (KUHPerd. 511-2, 796, 800.) 4. biaya penguburan si anak. (KUHPerd. 127.)
313. Hak menikmati hasil tidak terjadi: (LN. 1953-86, pasal 7 di bawah KUH-Perd. 383.)
1. terhadap barang-barang yang diperoleh anak-anak itu sendiri dari pekerjaan dan usaha sendiri; 2. terhadap barang-barang yang dihibahkan dengan akta semasa pewaris masih hidup atau dihibahkan dengan wasiat kepada mereka, dengan persyaratan tegas, bahwa kedua orang tua mereka tidak berhak menikmati hasilnya. (KUH-Perd. 307, 318, 840.)
314. Hak menikmati hasil berhenti dengan-kematian anak-anak itu. (KUHPerd.
807 dst., 809.)
315. Si ayah atau si ibu yang hidup terlama, sekiranya telah lalai untuk menyelenggarakan pendaftaran sesuai dengan pasal 127, oleh kelalaian itu kehilangan hak menikmati hasil atas seluruh barang-barang kepunyaan anak-anaknya yang masih di bawah umur. (KUHPerd. 318.)
316, 317. Hapus dg. S. 1927-31 jis, 390, 421.
318. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila hak menikmati hasil itu hilang berdasarkan pasal 315, pengadilan negeri boleh menetapkan pembayaran kepada orang tua yang hidup terlama suatu tunjangan tahunan dari pendapatan anak-anaknya agar dipergunakan untuk memajukan pendidikan mereka selama mereka masih di bawah umur. (F. 21-5.)
319. Ayah atau ibu anak-anak di luar kawin yang diakui secara sah, tidak mempunyai hak menikmati hasil atas banrang-barang kepunyaan anak-anak itu. (KUHPerd. 306, 328, 353.)
Dengan S. 1927-31 jis. 390, 421 bagian berikut ini ditambahkan:
Bagian: 2a
Pembebasan, dan pemecatan dari kekuasaan orang tua.
319a. Si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua, dapat dibebaskan dari kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak-anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan dewan perwalian atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, bila ternyata bahwa dia tidak cakap atau tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya, dan kepentingan anak-anak itu tidak berlawanan dengan pembebasan itu berdasarkan hal lain. (KUHPerd. 382c, 416a.)
Bila hakim menganggap perlu untuk kepentingan anak-anak, masing-masing dari orang tua, sejauh belum kehilangan kekuasaan orang tua, boleh dipecat dari kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan orang tua yang lainnya atau salah seorang keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak itu sampai dengan derajat keempat, atau dewan perwalian, atau jawatan kejaksaan, atas dasar:
1. menyalahgunakan kekuasaan orang tua atau terlalu mengabaikan kewajiban memelihara dan mendidik seorang anak atau lebih; 2. berkelakuan buruk; 3. dijatuhi hukuman yang tak dapat ditarik kembali karena sengaja ikut serta dalam suatu kejahatan dengan seorang anak di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya; (KUHP. 55 dst.) 4. dijatuhi hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena melakukan suatu kejahatan yang tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX, Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap seorang di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya; 5. dijatuhi hukuman badan yang tidak dapat ditarik kembali untuk dua tahun atau lebih.
Dalam pasal ini pengertian kejahatan meliputi juga keikutsertaan membantu dan percobaan melakukan kejahatan. (KUHP. 53 dst., 56.)
319b. Permohonan atau tuntutan yang dimaksud dalam pasal yang lalu, harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang menjadi dasarnya, dan diajukan bersama dengan surat-surat yang diperlukan sebagai bukti kepada pengadilan negeri di tempat tinggal orang tua yang dimintakan pembebasannya atau pemecatannya, atau bila tidak ada tempat tinggal yang demikian, kepada pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang terakhir, atau bila permohonan atau tuntutan itu mengenai pembebasan atau pemecatan salah seorang dari orang tua yang diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua setelah pisah meja dan ranjang, kepada pengadilan negeri yang telah menangani permohonan pisah meja dan ranjang. Dalam permohonan atau tuntutan itu, oleh panitera pengadilan harus dicatat terlebih dahulu hari pengajuannya. Kemudian salinan permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat tersebut di atas harus disampaikan secepatnya oleh panitera pengadilan negeri kepada dewan perwalian, kecuali bila permohonan atau tuntutan untuk pelepasan atau pemecatan itu diajukan oleh dewan perwalian sendiri. (KUHPerd. 381.) Dalam permohonan atau tuntutan akan pembebasan, sedapat-dapatnya diberitahukan juga dengan cara bagaimana kekuasaan orang tua atau perwaliannya harus diatur, dan dalam setiap permohonan atau tuntutan termaksud dalam pasal yang lalu, harus disebut juga nama kedua orang tua, tempat tinggal dan tempat kediaman mereka sejauh hal ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau keluarga semenda, yang menurut pasal 333 harus dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal para saksi yang kiranya dapat membuktikan peristiwa-peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan tersebut. (KUHPerd. 19, 1895.) Pembebasan tidak boleh diperintahkan, bila orang yang melakukan kekuasaan orang tua menentangnya.
319c. Pengadilan negeri mengambil keputusan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua dan keluarga sedarah atau semenda anak itu dan setelah mendengar dewan perwalian. Pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya saksi-saksi yang ditunjuk dan dipilih olehnya, baik dari keluarga sedarah atau semenda maupun dari luar mereka, dipanggil untuk didengar di bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 416a, 1895.) Bila kedua orang tua atau saksi-saksi yang harus didengar bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri, maka tugas mendengar itu boleh dilimpahkan dengan cara seperti yang ditentukan bagi keluarga sedarah atau semenda dalam pasal 333. Anak kalimat terakhir alinea keempat pasal 206 berlaku juga bagi kedua orang tua. (KUHPerd. 334, 381a.)
319d. Semua panggilan harus dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 bagi keluarga sedarah dan semenda; tetapi bila harus dilakukan panggilan terhadap seseorang yang tempat tinggalnya tidak diketahui, hal itu harus segera dipasang oleh panitera dalam satu atau beberapa surat kabar yang ditunjuk oleh pengadilan negeri itu.
Panggilan terhadap orang yang pembebasannya atau pemecatannya dari kekuasaan orang tua dimohon atau dituntut, harus disertai keterangan singkat tentang isi permohonan atau tuntutan itu, kecuali bila tempat tinggalnya tidak diketahui. Bila perlu, pengadilan negeri boleh juga mendengar orang-orang selain mereka yang telah ditunjuk, sebagai saksi di bawah sumpah, pula orang-orang yang telah menghadap pada hari yang ditentukan itu, dan boleh pula menetapkan akan memeriksa saksi-saksi lebih lanjut; saksi-saksi terakhir ini harus ditunjuk dalam penetapan itu dan harus dipanggil dengan cara yang sama.
319e. Selama pemeriksaan, setiap penduduk Indonesia yang berwenang untuk melakukan perwalian itu dan setiap pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga amal boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya ditugaskan memangku perwalian itu. Pengadilan negeri boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang surat permohonan itu. Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut. (KUHPerd. 381d.) Jika permohonan atau tuntutan itu dikabulkan, suami atau istri orang yang dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, dengan sendirinya menurut hukum harus melakukan kekuasaan orang tua, kecuali bila dia pun juga telah dibebaskan atau dipecat. Namun demikian, pengadilan negeri, atas permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, atau karena jabatan, boleh membebaskannya juga dari kekuasaan orang tua, bila ada alasan untuk itu. Terhadap pembebasan ini berlaku alinea terakhir pasal 319b. (KUHPerd. 374a.) Bila terjadi pembebasan yang seperti itu, demikian pula bila suami atau istrinya juga telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, maka pengadilan negeri harus mengadakan perwalian bagi anak-anak yang terlepas dari kekuasaan orang tua.
Dalam penetapan tentang pembebasan atau pemecatan itu, orang tua yang kehilangan kekuasaan orang tua, harus dijatuhi hukuman memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada istrinya atau suaminya, atau kepada dewan perwalian. Bila anak-anak yang diserahkan kepada kekuasaan orang tua atau perwalian beberapa orang, mempunyai hak milik bersama atas barang-barang, pengadilan negeri boleh menunjuk salah seorang dari mereka atau orang lain untuk mengurus barang-barang itu, dengan jaminan-jaminan yang ditetapkan pengadilan negeri, sampai diadakan pemisahan dan pembagian menurut Bab XVII Buku Kedua. (KUHPerd. 406a, 573.)
319f. Pemeriksaan perkara ini berlangsung dalam sidang tertutup. Keputusan beserta alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum sesegera mungkin setelah pemeriksaan terakhir; keputusan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan, dan semuanya atas naskah aslinya. (Rv. 54 dst., 297.)
Bila orang yang dimohon atau dituntut pembebasannya atau pemecatannya itu atas panggilan tidak datang, maka ia boleh mengajukan perlawanan dalam tiga puluh hari setelah keputusan itu atau akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau yang dibuat untuk melaksanakan hal itu disampaikan kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa keputusan itu atau permulaan pelaksanaannya telah diketahui olehnya. (Rv. 83.) Orang yang permohonannya atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya untuk pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua ditolak, dan orang yang dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua kendati telah menghadap setelah dipanggil, demikian pula orang yang perlawanannya ditolak, boleh naik banding dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan. (Rv. 341.) Bila tujuan permohonan atau tuntutan itu adalah pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua, maka selama pemeriksaan, pengadilan negeri bebas untuk menunda sementara pelaksanaan kekuasaan orang tua, seluruhnya atau sebagian, dan menyerahkan wewenang atas diri dan barang-barang anak-anak itu, sekiranya pengadilan negeri menganggap hal itu perlu, kepada istri atau suami orang yang digugat, atau kepada orang yang ditunjuk oleh dewan perwalian, atau kepada dewan perwalian. (KUHPerd. 416a.) Terhadap penetapan termaksud dalam alinea yang lalu tidak diperkenankan mengajukan perlawanan atau naik banding. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang pemecatan memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak di bawah umur, yang menurut alinea kelima harus dikeluarkan oleh orang yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, atau oleh dewan perwalian, boleh diambil dari harta kekayaan dan pendapatan anak-anak yang masih di bawah umur, dan jika anak-anak itu tidak mampu, dari harta kekayaan dan pendapatan orang tua mereka; kedua orang tua ini bertanggung jawab atas biaya-biaya itu secara tanggung-menanggung. Orang yang mengajukan tuntutan di muka hakim untuk perhitungan dan pertanggungjawaban demikian, harus dianggap telah mendapat izin dari hakim untuk berperkara secara cuma-cuma. Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang yang mengajukan kembali tuntutannya yang telah ditolak. (Rv. 872 dst., 890a.)
319g. (s.d.u. dg. S. 1928-546.) Orang yang telah dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, baik atas permohonan sendiri maupun atas permohonan mereka yang berwenang untuk memohon pembebasan atau pemecatan menurut pasal 319a, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, boleh diberi kekuasaan orang tua kembali atau diangkat menjadi wali atas anak-anaknya yang masih di bawah umur, bila ternyata, bahwa peristiwa-peristiwa yang telah mengakibatkan pembebasan atau pemecatan, tidak lagi menjadi halangan untuk pemulihan atau pengangkatan itu. Demikian pula, orang yang telah dibebaskan atau dipecat dari perwalian atas anak-anaknya sendiri dan kemudian kawin kembali dengan suami atau istri yang dahulu, selama perkawinan itu, boleh diberi kekuasaan orang tua kembali. Permohonan atau tuntutan untuk itu harus diajukan kepada pengadilan negeri yang dulu menangani permohonan atau tuntutan untuk pembebasan atau pemecatan, kecuali bila yang dibebaskan atau dipecat itu pisah meja dan ranjang, atau perkawinannya dibubarkan oleh perceraian perkawinan atau setelah pisah meja dan ranjang; dalam hal kekecualian ini, semua permohonan atau tuntutan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang telah menangani permohonan atau tuntutan untuk pisah meja dan ranjang, perceraian atau pembubaran perkawinan. Pengadilan negeri, sebelum mengambil keputusan, harus mendengar atau memanggil dengan sah, jika mungkin, kedua orang tua, keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak, beserta dewan perwalian; bila anak-anak itu berada di bawah perwalian, yang harus didengar atau dipanggil dengan sah adalah wali atau pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga amal yang ditugaskan melakukan perwalian, dan wali pengawasnya. Bila perlu, pengadilan negeri boleh memerintahkan agar saksi-saksi yang dipilih, baik dari keluarga sedarah maupun dari keluarga semenda, didengar di bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 461a, 1895.) Bila saksi-saksi yang harus didengar itu bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum pengadilan negeri yang memeriksa permintaan, maka pemeriksaan boleh dilimpahkan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda. Ketentuan dalam anak kalimat terakhir dari alinea keempat pasal 206 berlaku, kecuali bagi para saksi.
Pemeriksaan perkara ini dilakukan dalam sidang tertutup. Keputusan beserta alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum. Keputusan itu boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan, semuanya atas naskah aslinya. (Rv. 54 dst., 297.) Terhadap keputusan yang mengabulkan permohonan atau tuntutan, orang tua yang dengan itu kehilangan kekuasaan orang tua atau perwaliannya, bila dia telah tidak menghadap atas panggilan, boleh melakukan perlawanan dalam tiga puluh hari setelah keputusan itu atau suatu akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaannya telah disampaikan kepadanya pribadi, atau setelah dia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa keputusan itu atau pelaksanaannya yang telah dimulai diketahui olehnya. (Rv. 83.) Dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan, permohonan banding boleh diajukan oleh orang yang permohonannya ditolak, atau oleh jawatan kejaksaan yang tuntutannya ditolak, demikian pula oleh orang yang perlawanannya ditolak, serta oleh orang yang telah didengar dan meskipun menentangnya, terhadapnya permohonan dan tuntutan itu dikabulkan (Rv. 341.)
319h. Bila anak-anak yang masih di bawah umur tidak nyata-nyata berada dalam kekuasaan orang atau pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga amal, yang mendapat tugas melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian berdasarkan keputusan hakim termaksud dalam bagian ini, atau dalam kekuasaan orang atau dewan perwalian yang mungkin kepadanya anak-anak itu dipercayakan berdasarkan penetapan termaksud dalam pasal 319f, alinea kelima, maka dalam keputusan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu kepada pihak yang berdasarkan keputusan itu mendapat kekuasaan atas anak-anak yang masih di bawah umur itu. Bila orang yang memegang kekuasaan yang nyata atas anak-anak yang di bawah umur itu menolak untuk menyerahkan anak-anak itu, maka pihak yang menurut keputusan hakim mendapat kekuasaan atas anak-anak itu, dapat berusaha agar penyerahan dilakukan oleh juru sita yang diserahi tugas olehnya untuk melaksanakan keputusan itu. Keputusan itu tidak boleh dilaksanakan sebelum disampaikan kepada pihak yang kekuasaannya atas anak-anak itu dicabut, serta kepada pihak yang dalam kekuasaannya yang nyata anak-anak di bawah umur itu berada. Bila terjadi perlawanan secara nyata, juru sita boleh meminta bantuan polisi. Juru sita boleh memasuki tiap-tiap tempat anak-anak yang di bawah umur berada atau diperkirakan berada; tetapi bila anak-anak yang di bawah umur itu berada atau diperkirakan berada dalam rumah, yang dilarang oleh penghuninya dimasuki atau yang pintu-pintunya terkunci, juru sita boleh menghubungi kepala daerah setempat, atau pegawai yang ditunjuk oleh kepala daerah itu, dan dalam kehadirannya masuk ke dalam rumah itu. Kehadiran kepala daerah atau seorang pegawai dan apa yang dilakukan dalam kehadirannya berdasarkan pasal ini, harus dicantumkan dalam berita acara pelaksanaan yang harus ditandatangani juga olehnya.
319i. Jawatan kejaksaan, baik jika terjadi peristiwa yang dapat menjadi alasan untuk mengadakan pemecatan dari kekuasaan orang tua, maupun jika ada anak di bawah umur yang terlantar atau tanpa pengawasan, berhak mempercayakan anak-anak di bawah umur itu untuk sementara kepada dewan perwalian, sampai pengadilan mengangkat seorang pemangku kekuasaan orang tua atau perwalian, atau sampai pengadilan menetapkan tidak perlu diadakan pengangkatan dan ketetapan ini mendapat kekuatan tetap. Ketentuan alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini. (KUHPerd. 416a.)
Bila jawatan kejaksaan mempergunakan wewenang termaksud di atas sebelum mengajukan permohonan atau tuntutan untuk pemecatan itu, kepada hakim dia wajib mengajukan tuntutan itu sesegera mungkin. Perintah untuk menyerahkan pengawasan anak yang masih di bawah umur kepada dewan perwalian, menghentikan pelaksanaan kekuasaan orang tua sejauh hal itu mengenai diri anak itu. Bila pihak yang bersangkutan menolak untuk menyerahkan anak yang di bawah umur itu kepada dewan perwalian, maka jawatan kejaksaan berhak memerintahkan juru sita membawa anak itu kepada dewan perwalian atau memerintahkan polisi untuk melaksanakan surat perintahnya. Ketentuan alinea ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku juga dalam hal ini. (S. 1928-179.)
319j. (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Orang yang dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, wajib memberikan tunjangan kepada dewan perwalian untuk biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang telah ditarik dari kekuasaannya, tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan, atau tiap-tiap tiga bulan, sebesar jumlah yang ditentukan oleh pengadilan negeri atas permohonan dewan perwalian. Bila penentuan tunjangan itu telah dimohon oleh dewan perwalian dalam permohonan untuk pelepasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua kepada pengadilan negeri, atau telah dimohon selama berjalan pemeriksaan termaksud dalam pasal 319e, maka pengadilan harus menentukan tunjangan itu dalam penetapan yang menyatakan pelepasan atau pemecatan itu. (KUHPerd. 298.)
(Alinea kedua-kelima dihapus dg. S. 1938-622.)
319k. (s.d.u. dg. S. 1938-622.) Tiap-tiap keputusan yang mengandung pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua, harus segera diberitahukan oleh panitera berupa salinan kepada pihak yang menerima kekuasaan orang tua itu atau kepada pihak yang ditugaskan untuk melakukan perwalian, demikian pula kepada dewan perwalian.
Pemberitahuan yang sama harus dilakukan oleh panitera tentang penetapan-penetapan pengadilan termaksud dalam pasal yang lalu. (Alinea ketiga-kedelapan dihapus dg. S. 1938-622.)
319l. Hapus dg. S. 1928-622.
319m. Segala surat-surat permohonan, tuntutan, penetapan, pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, bebas dari meterai. Segala permohonan termaksud dalam bagian ini, yang diajukan oleh dewan perwalian, harus diperiksa oleh pengadilan dengan cuma-cuma, dan salinan-salinan yang diminta oleh dewan-dewan itu untuk kepentingan tugas yang diperintahkan kepadanya, harus diberikan oleh panitera kepada mereka secara bebas dari segala biaya.
Bagian 3
Kewajiban-kewajiban timbal-balik antara kedua orang tua atau keluarga sedarah dalam garis ke atas dan anak-anak beserta keturunan mereka selanjutnya
320. Anak tidak berhak menuntut kedudukan yang tetap dari orang tuanya dengan cara menyediakan segala sesuatu untuk itu sebelum ia kawin, atau dengan cara lain. (KUHPerd. 104, 298, 1096.)
321. Setiap anak wajib memberi nafkah orang tua dan keluarga sedarahnya dalam garis ke atas, bila mereka ini dalam keadaan miskin. (KUHPerd. 311, 323, 329, 1282, 1296, 1429-31; Rv. 749-3.)
322. Menantu laki-laki dan perempuan juga, dalam hal-hal yang sama, wajib memberi nafkah kepada mertua mereka, tetapi kewajiban ini berakhir:
1. bila si ibu mertua melangsungkan perkawinan kedua; 2. bila suami atau istri yang menimbulkan hubungan keluarga semenda itu, dan anak-anak dari perkawinan dengan istri atau suaminya telah meninggal dunia. (KUHPerd. 107, 297, 323.)
323. Kewajiban-kewajiban yang timbul dari ketentuan-ketentuan dua pasal yang lalu berlaku timbal-balik. (KUHPerd. 329.)
324 dan 325. Hapus. dg. S. 1938-622.
326. Bila orang yang wajib memberi nafkah itu membuktikan bahwa ia tidak mampu menyediakan uang untuk itu, pengadilan negeri dapat memerintahkan, setelah menyelidiki duduknya perkara, agar dia membawa orang yang wajib dipeliharanya ke rumahnya dan menyediakan kebutuhannya di sana.
327. Bila si ayah atau si ibu menawarkan untuk memberi nafkah dan memelihara di rumahnya anak yang wajib diberinya nafkah, maka ia karena itu terbebas dari keharusan untuk memenuhi kewajiban itu dengan cara lain. (KUHPerd. 104 dst., 326.)
328. Anak di luar kawin yang diakui menurut undang-undang wajib memelihara orang tuanya. Kewajiban ini berlaku timbal-balik. (KUHPerd. 280, 319, 323, 867.)
Bab XIVa
Penentuan,Perubaran dan Pencabutan Tunjangan Nafkah
329a. Nafkah yang diwajibkan menurut buku ini, termasuk yang diwajibkan untuk pemeliharaan dan pendidikan seorang anak di bawah umur, harus ditentukan menurut perbandingan kebutuhan pihak yang berhak atas pemeliharaan itu, dengan pendapatan dan kemampuan pihak yang wajib membayar, dihubungkan dengan jumlah dan keadaan orang-orang yang menurut buku ini menjadi tanggungannya.
329b. Penetapan mengenai tunjangan, atas tuntutan pihak yang dihukum untuk membayar nafkah atau atas tuntutan pihak yang harus diberi nafkah, boleh diubah atau dicabut oleh hakim. Perubahan atau pencabutan itu harus didasarkan atas pertimbangan, bahwa perbandingan nyata antara kebutuhan orang yang berhak atas nafkah itu di satu pihak dan pendapatan dan kekayaan orang yang dihukum untuk membayar sehubungan dengan beban-beban yang menjadi tanggungannya di lain pihak, sejak saat penetapan itu diberikan telah berubah sedemikian mencolok, sehingga seandainya perbandingan yang berubah ini ada pada saat tersebut, maka penetapan itu sedianya akan lain.
Dengan cara yang sama, peraturan yang telah dimufakati oleh kedua pihak mengenai nafkah yang diwajibkan berdasarkan buku ini, boleh diubah atau dicabut oleh hakim.
Bab XV
Kebelumdewasaan dan Perwalian
Bagian 1
Kebelumdewasaan
330. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552.). Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. (Lihat ketentuan lama dalam S. 1819-60, 1839-22; pada 1 Desember 1905 batas usia belum dewasa diubah dari 23 tahun menjadi 21 tahun.) Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. (s.d.u. dg. S. 1917-497, 1927-31 jis. 390, 421.) Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara seperti yang diatur dalam Bagian 3, 4, 5 dan 6 dalam bab ini. (KUHPerd. 21, 29, 35, 61-1 dan 2, 298 dst., 306, 333, 365, 379-1, 419 dst., 424, 427 dst., 462, 897, 904 dst., 1006, 1046, 1073, 1446, 1448, 1677, 1798, 1912, 1973, 1987; BS. 13, 61-1 dan 2; Sv. 149; IR. 145, 278; RBg. 172, 580.)
Penentuan tentang arti "belum dewasa" yang dipergunakan dalam beberapa peraturan undang-undang terhadap penduduk Indonesia (Ord. 31 Jan. 1931) S. 1931-54. Untuk menghilangkan keragu-raguan yang disebabkan oleh adanya Ordonansi tgl. 21 Desember 1917 dalam S. 1917-738, maka Ordonansi ini dicabut kembali dan ditentukan sebagai berikut:
(1) Bila peraturan perundang-undangan menggunakan istilah "belum dewasa", maka sejauh mengenai penduduk Indonesia, dengan istilah ini dimaksudkan: semua orang yang belum genap 21 tahun dan yang sebelumnya tidak pernah kawin. (2) Bila perkawinan dibubarkan sebelum mereka berumur dua puluh dua tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. (3) Dalam pengertian perkawinan tidak termasuk perkawinan anak-anak. (Bdk. ketentuan-ketentuan yang dahulu berlaku: S. 1819-60; 1839-22; S. 1917-738.)
Bagian 2
Perwalian pada umumnya
331. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam tiap perwalian, hanya ada seorang wali, kecuali yang ditentukan dalam pasal 351 dan pasal 361. (Ov. 66 dst., KUHPerd. 355, 365, 452.) Perwalian untuk anak-anak dari bapak dan ibu yang sama, harus dipandang sebagai satu perwalian, sejauh anak-anak itu mempunyai seorang wali yang sama. (KUHPerd. 319a, 380, 382c.) 331a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian mulai berlaku:
1. bila oleh hakim diangkat seorang wali yang hadir, pada saat pengangkatan itu dilakukan, atau apabila pengangkatan itu tidak dihadirinya pada, waktu pengangkatan diberitahukan kepadanya; (KUHPerd. 359 dst.) 2. bila seorang wali diangkat oleh salah satu dari kedua orang tua, pada saat pengangkatan itu, karena meninggalnya pihak yang mengangkat, memperoleh kekuatan untuk berlaku dan pihak yang diangkat menyatakan kesanggupannya untuk menerima pengangkatan tersebut; (KUHPerd. 323a, 365 dst.) 3.bila seorang wanita bersuami diangkat menjadi wali, oleh hakim atau oleh salah seorang dari kedua orang tua, pada saat ia, dengan bantuan atau kuasa dari suaminya atau atas kuasa hakim, menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; (KUHPerd. 332a, 332b.) 4. bila suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, bukan atas permintaan sendiri atau pernyataan bersedia, diangkat menjadi wali, pada saat menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; (KUHPerd. 332a, 365 dst.) 5. dalam hal termaksud dalam pasal 358, pada saat pengesahan; 6. bila seorang menjadi wali demi hukum, pada saat terjadinya peristiwa yang mengakibatkan perwalian itu. (KUHPerd. 345, 3483, 351, 353, 375.)
Dalam segala hal, bila pemberitahuan tentang pengangkatan wali ditentukan dalam pasal ini atau pasal-pasal lain, balai harta peninggalan wajib melaksanakan pemberitahuan ini secepat-cepatnya.
331b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila bagi anak belum dewasa yang ada di bawah perwalian, diangkat seorang wali lain atau karena hukum orang lain menjadi wali, maka perwalian yang pertama berakhir pada saat perwalian lain mulai berlaku, kecuali jika hakim menentukan saat lain. Perwalian berakhir: (KUHPerd. 375.)
1. bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah perwalian, kembali kekekuasaan orang tua, karena ayah atau ibunya mendapat kekuasaan kembali, pada saat penetapan sehubungan dengan itu diberitahukan kepada walinya; (KUHPerd. 382d.) 2. (s.d.t. dg. S. 1928-546.) bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah perwalian, kembali di bawah kekuasaan orang tua berdasarkan pasal-pasal 206b atau 323a, pada saat berlangsungnya perkawinan; 3. bila anak belum dewasa yang lahir di luar perkawinan diakui menurut undang-undang, pada saat berlangsungnya perkawinan yang mengakibatkan sahnya si anak, atau pada saat pemberian surat pengesahan yang diatur dalam pasal 274; (KUHPerd. 272 dst.) 4. bila dalam hal yang diatur dalam pasal 453 orang yang berada di bawah pengampuan memperoleh kembali kekuasaan orang tuanya, pada saat pengampuan itu berakhir.
332. (s.d.u. dg. S. 1927-32 jis. 390, 421.) Kecuali apa yang ditentukan dalam pasal berikut, barangsiapa sehubungan dengan Bagian 8 dan Bagian 9 dalam bab ini tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian, wajib menerima perwalian tersebut.
Bila orang yang diangkat menjadi wali menolak atau lalai menjalankan perwalian itu, balai harta peninggalan, sebagai pengganti dan atas tanggung jawab si wali, harus melakukan tindakan-tindakan sementara guna mengurus pribadi dan harta benda anak belum dewasa dengan cara seperti yang diatur dalam instruksi untuk balai harta peninggalan. Dalam hal itu wali bertanggungjawab atas tindakan-tindakan balai harta peninggalan, tanpa mengurangi tuntutan terhadapnya. (KUHPerd. 360, 370, 378 dst., 388, 452, 1365.)
332a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik orang yang diangkat menjadi wali oleh salah seorang dari kedua orang tua, maupun wanita bersuami yang diangkat menjadi wali, tidaklah wajib menerimanya. Pengangkatan itu tidak mengakibatkan suatu apa pun bila mereka tidak menyatakan sanggup menerima. Pernyataan ini harus dilakukan di kepaniteraan pengadilan negeri tempat tinggal si anak yang belum dewasa dalam waktu enam puluh hari, setelah pengangkatan itu diberitahukan kepada mereka. Bila yang diangkat bertempat tinggal sejauh lebih dari lima belas pal dari kepaniteraan pengadilan negeri itu, pernyataan tersebut boleh diajukan secara tertulis di atas kertas tanpa meterai.
Pemberitahuan, bila menyangkut wanita bersuami, harus dilakukan baik kepadanya maupun kepada suaminya. Pemberitahuan tidak diwajibkan bila di kepaniteraan pengadilan negeri telah dilakukan atau diajukan pernyataan, bahwa pengangkatan itu ditolak. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas berlaku terhadap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam pasal 365, kecuali jika perwalian itu diperintahkan atas permintaan atau kesanggupan mereka sendiri. (KUHPerd. 387, 355 dst., 377-9, 381b; Rv. 3�.)
332b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wanita bersuami tidak boleh menjadi wali tanpa bantuan atau izin tertulis dari suami. Bila si suami telah memberikan bantuan atau izin atau bila ia kawin dengan wanita tersebut setelah perwalian dimulai, seperti halnya bila wanita tersebut menurut pasal 112 atau pasal 114 telah menerima perwalian itu berdasarkan kuasa hakim, maka si wali wanita bersuami itu, maupun wali wanita tidak bersuami berhak melakukan segala tindakan perdata berkenaan dengan perwalian itu dan bertanggungjawab, atas tindakan-tindakan itu, tanpa pemberian kuasa atau bantuan apa pun juga. Perintah untuk melimpahkan perwalian kepada suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial memberikan kekuatan hukum kepada perjanjian-perjanjian yang dilakukan wanita bersuami itu selaku pengurus perwalian tersebut tanpa adanya bantuan atau pemberian kuasa suaminya. (KUHPerd. 105, 109, 113, 3654.)
333. (s.d.u. dg. S. 1925-497; 1927-31 jis, 390, 421, 456.) Bila sehubungan dengan ketentuan-ketentuan kitab undang-undang ini ikut sertanya keluarga sedarah atau semenda dan anak belum dewasa diharuskan, maka sedapat-dapatnya harus selalu dipanggil sejumlah empat orang, dipilih dari keluarga terdekat dan sedapat-dapatnya dari garis kedua pihak, dengan catatan bahwa yang dipanggil hakim adalah mereka yang bertempat tinggal atau berkediaman di daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan; sedang bila dipandang perlu mendengar anggota keluarga sedarah atau semenda yang bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum tersebut, pemanggilan dan pemeriksaan mereka boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya orang-orang itu bertempat tinggal atau berkediaman atau kepada kepala daerah setempat, yang akan mengirimkan berita acara yang dibuatnya kepada pengadilan negeri tersebut pertama. Keluarga sedarah atau semenda yang harus dipanggil adalah mereka yang telah dewasa dan bertempat tinggal atau berkediaman di Indonesia. Semua panggilan termaksud dalam pasal ini dilakukan dengan surat tercatat. (KUHPerd. 334, 338a, 358, 360, 393, 396, 400-403, 408, 422, 427, 438, 445, 452; Wsk. 54; KUHP. 524.)
334. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap kali diperlukan kehadiran para keluarga sedarah atau semenda dari anak belum dewasa, mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa khusus. Surat kuasa bebas dari bea meterai. Yang diberi kuasa hanya boleh bertindak atas nama satu orang saja. (KUHPerd. 382g, 1793 dst.; KUHP. 524.)
335. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu satu bulan setelah perwalian mulai berjalan atau bila sepanjang perwalian harta anak belum dewasa sangat bertambah, dalam waktu satu bulan setelah mendapat teguran dari balai harta peninggalan, setiap wali, kecuali perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam pasal 365, atas kerelaan balai harta pertinggalan tersebut dan guna menjamin pengurusan mereka, wajib menaruh suatu ikatan jaminan, memberikan hipotek atau gadai, atau menambah jaminan yang telah ada.Hipotek itu harus didaftarkan atas permintaan balai harta peninggalan.Dalam hal perbedaan pendapat tentang cukup tidaknya jaminan yang ditaruh antara wali dan balai harta peninggalan, pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu siap memintanya.Bila harta anak belum dewasa dianggap kurang, balai harta peninggalan berwenang untuk membebaskan si wali dari kewajiban tersebut dalam alinea pertama pasal ini, tetapi sewaktu-waktu boleh menuntut penaruhan jaminan menurut alinea pertama dan ketiga. (Ov. 19, 35; 68; KUHPerd. 336 dst., 342 dst., 365, 371, 452, 1149-7, 1168, 1179, 1215, 1830; Wsk. 51 dst.)
336. Bila wali lalai dalam waktu yang ditentukan dalam alinea pertama pasal yang lalu untuk menaruh salah satu jaminan tersebut di dalamnya, balai harta peninggalan harus melakukan pendaftaran hipotek atas beban wali tersebut. (KUHPerd. 337.)Bila si wali berkeberatan karena pendaftaran yang baru itu diambil untuk jumlah uang yang terlampau besar atau atas barang-barang yang lebih banyak daripada seperlunya guna menjamin anak belum dewasa, maka persoalan ini harus diputus oleh pengadilan negeri. (Ov. 36; KUHPerd. 341, 344, 542; Wsk. 52 dst.)
337. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik wali yang telah menanggung pendaftaran semacam itu maupun wali yang dengan sukarela telah menaruh jaminan, setiap waktu berwenang untuk mengakhiri akibatnya dengan meletakkan jaminan lain atas kerelaan balai harta peninggalan atau, dalam hal adanya perbedaan pendapat dengan balai harta peninggalan tentang cukup tidaknya jaminan yang ditawarkan, dengan keputusan pengadilan negeri menurut ketentuan pasal 335. Bila soalnya diselesaikan di luar pengadilan, maka penghapusan hipotek berlangsung berdasarkan tuntutan balai harta peninggalan; dalam hal kebalikannya penghapusan itu dilakukan berdasarkan perintah hakim dan dilangsungkan oleh penyimpan hipotek karena jabatannya dengan penunjukan perintah hakim. (s.d.t. dg. S. 1872-42.) Wali itu boleh minta pengurangan jaminan yang telah ditaruhnya, bila sepanjang pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa sangat mengalami kemerosotan di luar kesalahannya. Bila ada perbedaan pendapat tentang hal itu antara wali dan balai harta peninggalan, pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu memintanya.(KUHPerdata 344,452,Wsk.52)
338. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila dalam tenggang waktu yang ditentukan untuk itu, wali lalai menaruh ikatan jaminan atau gadai dan tidak memiliki harta benda tak bergerak yang cukup, maka atas tuntutan balai harta peninggalan, pengurasan harta kekayaan anak belum dewasa harus dicabut oleh pengadilan negeri, dan diberikan kepada balai harta peninggalan, sampai wali memberikan jaminan secukupnya, yaitu bila atas permintaan wali, pengadilan negeri, setelah mendengar balai harta peninggalan, menyerahkan tugas tersebut kembali kepada wali. (Ov. 17, 19; KUHPerd. 341, 344, 452; Wsk. 52.)(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali yang telah dicabut pengurusannya, tetap ditugaskan memelihara anak-anak yang belum dewasa dengan dasar dan cara yang jika perlu akan ditentukan oleh pengadilan negeri, atas usul balai harta peninggalan.(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Akan tetapi bila pengurusan harta tak bergerak dari anak belum dewasa memerlukan pengawasan terus-menerus, pengadilan negeri, setelah mendengar balai harta peninggalan, dapat menentukan bahwa tugas pengurusan itu tetap pada si wali, asal saja wali itu menyerahkan kepada balai harta peninggalan semua uang tunai, barang-barang berharga dan surat-surat berharga milik si anak yang belum dewasa; dalam hal yang demikian, balai harta peninggalan akan memberikan uang secukupnya kepada wali untuk pemeliharaan dan pendidikan anak belum dewasa dan untuk keperluan sehari-hari pengurusan barang-barang tak bergerak, dengan kewajiban pula bagi wali supaya setiap tahun memberikan kepada balai harta peninggalan pertanggungjawaban tentang pemakaian uang itu menurut cara yang ditetapkan dalam pasal 372.
338a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali yang berminat meninggalkan Indonesia, boleh mengajukan surat permohonan kepada pengadilan negeri agar memperoleh pencabutan jaminan benda yang telah diberikan olehnya atau yang telah diambil atas tanggungannya.Permohonan itu harus didahului dengan pertanggungjawaban yang lengkap kepada balai harta peninggalan menurut cara yang diatur dalam pasal 372 dan dalam surat permohonan itu harus dilampirkan surat keterangan dari balai harta peninggalan, bahwa balai harta peninggalan itu telah menyetujui pertanggungjawaban yang diserahkan kepadanya.Pengadilan negeri akan mengeluarkan penetapan setelah mendengar balai harta peninggalan dan keluarga sedarah beserta semenda. (KUHPerd. 333 dst.) Permohonan akan dikabulkan bila ternyata si wali telah memenuhi kewajibannya sebagai wali.Bila karena ini pencabutan jaminan diizinkan, maka jaminan itu harus diganti dengan penyerahan tanggungan; apabila hal ini tidak bisa dijalankan, harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan pasal yang lalu.
339. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali itu meninggalkan Indonesia bersama si anak yang belum dewasa, maka atas permintaan wali tersebut dan setelah mendengar balai harta peninggalan, tugas pengurusan yang dicabut menurut pasal 338, oleh pengadilan negeri boleh dikembalikan kepadanya, seluruhnya atau sebagian, dengan penentuan sebagaimana dianggap perlu oleh pengadilan negeri bagi kepentingan anak belum dewasa. (Ov. 19 dst.; KUHPerd. 344, 452.)
340. Penanggung-penanggung yang diikatkan sedapat-dapatnya bertempat tinggal dalam daerah hukum pengadilan negeri, tanpa mengurangi syarat-syarat umum yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan. (KUHPerd. 344, 452.)
341. Bila seorang penanggung meninggalkan Indonesia karena pindah atau meninggal dunia, maka pengadilan negeri, atas permintaan balai harta peninggalan, boleh memerintahkan kepada wali, supaya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh pengadilan negeri, ditunjuk penanggung baru, yang setelah penunjukan diterima, penanggung yang pertama atau ahli warisnya demi hukum bebas dari ikatan.Dalam hal si wali tidak mematuhi perintah itu, maka berlakulah ketentuan pasal 336 dan pasal 338. (KUHPerd. 344, 452.)
342. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penanggungan dan hak gadai berakhir, dan hipotek-hipotek yang didaftarkan harus dihapuskan, bila tugas pengurusan wali berakhir dan bila pertanggungjawaban pun berakhir dengan memberi perhitungan, menyerahkan surat-surat dan membayar uang sisa. (KUHPerdata. 335, 409, 413, 452, 1209)
343. Akta untuk penyelenggaraan pendaftaran hipotek dan penghapusan yang harus dilakukan menurut bagian ini tidak dikenakan biaya dan pajak, kecuali uang upah bagi penyimpan hipotek yang masuk tanggungan si anak yang belum dewasa. (KUHPerd. 452.)
344. Segala penetapan pengadilan negeri tersebut dalam bagian ini diambil atas surat permintaan, setelah mendengar pertimbangan jawatan kejaksaan, tanpa adanya bentuk acara dan tidak dapat dimintakan banding. (KUHPerd. 335-339, 341, 452.)
Bagian: 3
Perwalian oleh ayah dan ibu
345. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila salah satu dari orang tua meninggal dunia, maka perwalian anak belum dewasa dipangku demi hukum oleh orang tua yang masih hidup, sejauh orang tua ini tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 140, 229, 299 dst., 368, 371, 379-3, 388, 390; Chin. 19.)
346, 347. Dicabut dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
348. Jika setelah suami meninggal dunia, istri menerangkan, atau setelah dipanggil secara sah untuk itu, mengaku bahwa ia sedang mengandung, maka balai harta peninggalan harus jadi pengampu atas buah kandungan itu dan wajib mengadakan segala tindakan yang perlu dan yang mendesak guna menyelamatkan dan mengurus harta kekayaannya, baik demi kebaikan anak bila ia lahir hidup maupun demi kebaikan semua orang yang berkepentingan.
Bila anak itu lahir hidup, ketentuan-ketentuan biasa tentang perwalian harus diperhatikan. (KUHPerd. 2, 359, 836, 899, 1679; Wsk. 44 dst.)
349, 350. Dicabut dg S. 1927-31 jis. 390, 421.
351. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali-ibu kawin, maka suaminya, kecuali jika ia dikecualikan atau dipecat dari perwalian, selama dalam perkawinan antara suami dan istri tidak ada pisah meja dan ranjang atau tidak ada pisah harta benda, demi hukum menjadi wali peserta dan di samping istrinya bertanggungjawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung. Perwalian peserta si suami berakhir, bila ia dipecat dari perwalian atau si ibu berhenti sebagai wali. (KUHPerd. 331, 358, 366, 379.)
352. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali-bapak atau wali-ibu yang kawin lagi, bila wali pengawas menghendakinya, sebelum atau sesudah perkawinan itu dilangsungkan, wajib menyampaikan daftar lengkap harta kekayaan anak belum dewasa kepada wali pengawas. Bila yang dimaksudkan dalam alinea yang terdahulu tidak dipenuhi dalam waktu satu bulan, maka wali pengawas, dengan melampirkan bukti tentang permintaannya untuk itu, boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya wali itu dipecat; pengadilan negeri harus membuat penetapan sesuai dengan permohonan itu, kecuali bila dalam jangka waktu yang ditentukan oleh pengadilan negeri dan diberitahukan kepadanya, si wali masih menyampaikan daftar yang dikehendakinya kepada pengadilan negeri; ketetapan diambil tanpa suatu bentuk acara. Sedapat-dapatnya dalam penetapan yang sama, yang berisi pemecatan itu, oleh pengadilan negeri diangkat pula wali yang baru. (KUHPerd. 357, 360, 381.)
353. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang anak tidak sah, demi hukum berada di bawah perwalian ayahnya atau ibunya yang telah dewasa dan telah mengakui anak itu, kecuali jika ayah atau ibu ini dikecualikan dari perwalian, atau orang lain telah ditugaskan sebagai wali selama ayah atau ibu itu belum dewasa, atau orang itu telah mendapat tugas sebagai wali sebelum anak itu diakui.
Bila pengakuan itu dilakukan oleh kedua orang tua, maka perwalian terhadap anak itu, dengan pengecualian yang sama, dilakukan oleh orang tua yang lebih dulu mengakui, dan bila pengakuan itu dilakukan pada waktu yang sama, si ayahlah yang memangku perwalian. Bila orang tua yang melakukan perwalian berdasarkan ketentuan-ketentuan yang lalu meninggal dunia, dipecat dari perwalian, ditempatkan di bawah pengampuan, atau dalam hal tersebut dalam pasal 354 tidak dipertahankan sebagai wali atau tidak diangkat sekali lagi sebagai wali, maka orang tua yang satu lagi demi hukum menjadi wali, kecuali jika ia telah dikecualikan atau dipecat dari perwalian atau telah kawin. Bila si ayah atau si ibu yang menurut ketentuan yang lalu memangku perwalian tidak hadir, maka pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali. Bila si ayah atau si ibu yang tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian dan telah kawin dan oleh karena itu menurut alinea yang lalu demi hukum tidak memangku perwalian, mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya diangkat menjadi wali, maka pengadilan negeri harus mengabulkannya, kecuali jika kepentingan anak tidak mengizinkannya; pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah suami atau istri si pemohon dan, jika orang tua yang lain masih hidup, juga dia dan wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang ini berlaku ketentuan alinea keempat pasal 206. Terhadap wali-ibu atas anak di luar kawin yang diakui dan terhadap suaminya berlaku pasal 351, kecuali bila karena perkawinan tersebut anak menjadi sah. (KUHPerd. 280, 299 dst, 306, 363.)
354. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila orang yang melakukan perwalian terhadap anak di luar kawin yang telah diakuinya, hendak kawin, maka kecuali jika dengan perkawinan itu anaknya akan menjadi sah, ia harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri, supaya dapat meneruskan perwalian. Pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah orang tua yang lain, sekiranya ia telah mengakui anak itu, dan juga wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut berlaku alinea keempat pasal 206. Orang yang lalai memenuhi ketentuan termuat dalam kalimat pertama alinea pertama, demi hukum kehilangan haknya untuk menjadi wali; kedua suami-istri bertanggung jawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala akibat perwalian, yang dilakukannya tanpa hak. Kehilangan hak untuk menjadi wali seperti yang ditentukan di atas, tidak menghalang-halangi orang yang berdasarkan alinea yang lalu kehilangan perwalian, sekiranya ada alasan-alasan, untuk diangkat oleh pengadilan negeri menjadi wali, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Bagian 5 bab ini. KUHPerd. 280 dst., 248; BS. 42.)
354a. (s.d.t. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila perwalian diserahkan kepada orang lain dalam salah satu hal yang dimaksudkan dalam alinea pertama pasal 353, maka ayah yang telah dewasa atau ibu yang telah dewasa dari anak tidak sah yang diakuinya, sejauh mereka tidak dikecualikan, dibebaskan atau dipecat dari perwalian, boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya diangkat menjadi wali sebagai pengganti wali yang lain itu. Pengadilan negeri mengambil ketetapan atas permohonan itu setelah mendengar atau memanggil dengan sah si pemohon, wali, wali pengawas, suami atau istri pemohon bila pemohon ini telah kawin lagi, dan orang tua yang lain bila ia ikut mengakui si anak dan masih hidup, serta dewan perwalian. Pengadilan negeri mengabulkan permohonan ini, kecuali jika ada kekhawatiran yang berdasar, bahwa si ayah dan si ibu akan melalaikan si anak. Ketentuan dalam kalimat terakhir pasal 253 berlaku dalam hal ini. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut di atas berlaku ketentuan alinea keempat pasal 206 dengan penyesuaian sekadarnya.
Bagian 4
Perwalian yang diperintahkan oleh ayah atau ibu
355. (s.d.u, dg. S. 927-31 jis. 390, 421.) Masing-masing orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau perwalian atas seorang atau beberapa orang anaknya, berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anaknya itu, jika sesudah ia meninggal dunia, demi hukum atau karena penetapan hakim yang dimaksud dalam alinea terakhir pasal 353, perwalian tidak dilakukan pihak lain dari orang tua. Badan hukum tidak boleh diangkat menjadi wali. Pengangkatan dilakukan dengan wasiat atau dengan akta notaris yang dibuat semata-mata untuk keperluan itu. Dalam hal ini boleh diangkat beberapa orang dengan urutan pengangkatan, sehingga yang diangkat belakangan bertindak sebagai wali, bila yang lebih dulu tidak ada. (Ov. 67; KUHPerd. 140, 331, 358, 368.)
356. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali tidak mempunyai akibat apa pun bila orang tua yang melakukan pengangkatan itu pada saat meninggal dunia tidak melakukan perwalian atas anak-anaknya atau tidak menjalankan kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 431, 941, 1898.)
357. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pasal 319g dan pasal 382d tetap berlaku, juga bila yang bertindak sebagai wali adalah orang yang diangkat oleh salah seorang dari kedua orang tua. Bila selama pengampuan salah seorang dari kedua orang tua yang karena sebab lain belum pernah kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian, orang tua yang lain telah mengangkat seorang wali dan meninggal dunia, maka perwalian dari wali yang diangkat itu berakhir demi hukum, dengan berakhirnya pengampuan. (KUHPerd. 331b.)
358. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali bagi anak di luar kawin yang dengan sah diakui oleh ayah atau ibunya yang telah dipertahankan sebagai wali atau telah diangkat menjadi wali lagi, tidak mempunyai kekuatan, kecuali bila disahkan oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 333 dst., 355.)
Bagian 5
Perwalian yang diperintahkan oleh pengadilan negeri
359. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bagi anak belum dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya sebelumnya tidak diatur dengan cara yang sah, pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda. (KUHPerd. 333 dst.)
Bila pengangkatan itu diperlukan karena ketidakmampuan untuk sementara waktu melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, maka oleh pengadilan negeri diangkat juga seorang wali untuk waktu selama ketidakmampuan itu ada. Wali ini diberhentikan lagi oleh pengadilan negeri atas permohonan orang yang digantinya bila alasan-alasan yang menyebabkan ia diangkat, tidak ada lagi. Bila pengangkatan itu diperlukan karena si ayah atau si ibu tidak diketahui ada tidaknya, tempat tinggal atau tempat kediaman mereka, maka oleh pengadilan negeri diangkat juga seorang wali. Atas permohonan orang yang digantinya, wali ini diberhentikan oleh pengadilan negeri, bila alasan yang menyebabkan pengangkatan tidak ada lagi. Atas permohonan ini pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah pemohon, wali, wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa, dan dewan perwalian; bila permohonan ini menyangkut perwalian anak di luar kawin, maka pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah, sebagaimana diatur dalam pasal 354a.
Permohonan dikabulkan, kecuali jika ada kekhawatiran yang berdasar kalau-kalau si ayah atau si ibu menelantarkan si anak. Terhadap pemeriksaan orang-orang ini, ketentuan dalam alinea keempat pasal 206 berlaku dengan sekedar penyesuaian. Selama perwalian termaksud dalam alinea kedua dan ketiga berjalan, penunaian kekuasaan orang tua ditangguhkan. Dalam hal diperlukan pengangkatan seorang wali, maka bila perlu, oleh balai harta peninggalan, baik sebelum maupun setelah pengangkatan itu, diadakan tindakan-tindakan seperlunya guna mengurus diri dan harta kekayaan anak belum dewasa, sampai perwalian itu mulai berlaku. (KUHPerd. 260, 332, 345, 348 dst., 355, 357 dst., 361, 364, 369, 379 dst., 453; Wsk. 55; S. 1928-179.)
360. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali dilakukan atas permintaan keluarga sedarah anak yang belum dewasa, atas permintaan para kreditur atau pihak lain yang berkepentingan, atas permintaan balai harta peninggalan, atas tuntutan jawatan kejaksaan, atau pun karena jabatan, oleh pengadilan negeri yang di daerah hukumnya anak belum dewasa itu bertempat tinggal. (KUHPerd. 364.) Bila si anak belum dewasa tidak mempunyai tempat tinggal di Indonesia atau bila tempat tinggalnya tidak diketahui, maka pengangkatan itu dilakukan oleh pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang terakhir di Indonesia, sedangkan bila ini juga tidak ada, oleh pengadilan negeri di Jakarta. (KUHPerd. 17, 21.) Pegawai catatan sipil wajib memberitahukan kepada balai harta peninggalan semua peristiwa kematian yang harus dibukukan dalam daftar dengan keterangan apakah orang-orang yang meninggal itu meninggalkan anak belum dewasa, dan memberitahukan segala perlangsungan perkawinan yang akan dibukukan mengenai orang-orang tua yang mempunyai anak belum dewasa. (Ov. 41; KUHPerd. 21, 362, 381; BS. 83; BS. Chin. 91; Wsk. 55.)
361. Bila seorang anak belum dewasa yang berdiam di Indonesia mempunyai harta kekayaan di Negeri Belanda atau di daerah jajahannya di luar Indonesia, maka atas permintaan walinya, pengurusan harta kekayaan itu boleh dipercayakan kepada seorang pengurus di Negeri Belanda dan di daerah jajahan tersebut. (KUHPerd. 1803.)Dalam hal itu wali tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan pengurus itu. Pengurus dipilih dengan cara yang sama seperti wali. (KUHPerd. 331, 359 dst., 388.)
362. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali, segera setelah perwaliannya mulai berlaku, di hadapan balai harta peninggalan wajib mengangkat sumpah, bahwa ia akan menunaikan perwalian yang dipercayakan kepadanya dengan baik dan tulus hati. Bila di tempat kediaman wali itu atau dalam jarak lima belas pal dari tempat itu tidak ada balai harta peninggalan atau tidak ada perwakilannya, maka sumpah boleh diangkat di hadapan pengadilan negeri atau kepala pemerintahan daerah tempat kediaman si wali. Tentang pengambilan sumpah itu harus dibuat berita acara. (Ov,. 21; KUHPerd. 365, 369, 378; Wsk. 49, 55.)
363. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Tanpa mengurangi ketentuan alinea kedua pasal 354a dan alinea keempat pasal 359, perwalian anak di luar kawin diatur oleh pengadilan negeri tanpa lebih dulu mendengar siapa pun. (KUHPerd. 280, 353, 369.)
364. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketetapan-ketetapan pengadilan negeri tentang perwalian tidak bisa dimintakan banding, kecuali jika ada ketentuan sebaliknya. (KUHPerd. 353 dst., 358 dst.)
Bagian 6
Perwalian oleh perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial. Perwalian
365. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala hal, bila hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada perkumpulan berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau kepada lembaga sosial yang berkedudukan di Indonesia, yang menurut anggaran dasarnya, akta pendiriannya atau reglemennya mengatur pemeliharaan anak belum dewasa untuk waktu yang lama.
Pasal 362 tidak berlaku. Perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu, sehubungan dengan perwalian yang ditugaskan kepadanya, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan yang diberikan atau yang diperintahkan kepada wali, kecuali jika undang-undang menentukan lain.
Para anggota pengurus masing-masing bertanggung jawab secara pribadi dan tanggung-menanggung atas pelaksanaan perwalian itu, selama perwalian itu dilakukan oleh pengurus dan selama anggota-anggota pengurus ini tidak menunjukkan pada hakim, bahwa mereka telah mencurahkan segala usaha guna melaksanakan perwalian sebagaimana mestinya atau mereka dalam keadaan tidak mampu menjaganya.
Pengurus boleh memberi kuasa secara tertulis kepada seorang anggotanya atau lebih untuk melakukan perwalian terhadap anak-anak belum dewasa tersebut dalam surat kuasa itu. Pengurus berhak pula atas kehendaknya menyerahkan pengurusan harta kekayaan anak-anak belum dewasa yang dengan tegas ditunjuknya, asalkan secara tertulis, kepada balai harta peninggalan, yang dengan demikian wajib menerima pengurusan itu dan menyelenggarakannya menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadapnya. Penyerahan ini tidak dapat dicabut. (KUHPerd. 330 dst., 335, 366, 379; Wsk. 57; S. 1928-179.)
365a. (s.d.t. dg S. 1927-31 jis. 390, 421.) Panitera pengadilan negeri yang memerintahkan perwalian memberitahukan perintah itu kepada dewan perwalian dan kejaksaan negeri yang dalam daerah hukumnya perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu berkedudukan.
Pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial melaporkan secara tertulis penempatan anak belum dewasa di suatu rumah atau lembaga kepada dewan perwalian dan kejaksaan yang dalam daerah hukumnya terletak rumah atau lembaga tersebut. Rumah dan lembaga yang dimaksudkan ini, dikunjungi oleh pejabat kejaksaan atau oleh seorang petugas yang ditunjuknya dan oleh dewan perwalian tiap kali dipandang perlu dan patut guna meneliti keadaan si anak belum dewasa yang ditempatkan di dalamnya. Bila dikehendakinya, wali pengawas diberi kesempatan tiap-tiap minggu mengunjungi anak belum dewasa yang ada dalam pengawasannya. (KUHPerd. 3802,3.)
Bagian 7
Perwalian pengawas
366. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam setiap perwalian yang diperintahkan di Indonesia, balai harta peninggalan ditugaskan sebagai wali-pengawas. (AB 16; KUHPerd. 351 dst., 365, 367, 379, 415 dst., 418.)
367. (s.d.u. dg. S. 1928-546.) Ketentuan dalam pasal yang lalu tidak berlaku dan tidak membawa perubahan dalam perwalian pengawas yang diperintahkan di Negeri Belanda untuk anak belum dewasa yang kemudian berdiam di Indonesia. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Bila wali pengawas yang diangkat di Negeri Belanda tidak berada di Indonesia dan tidak menunjuk seorang kuasa khusus guna mewakili dirinya dalam segala kejadian yang memerlukan kehadiran dan keikutsertaannya, maka dianggaplah bahwa terhadap tugas yang harus dilakukannya di Indonesia, ia telah memerintahkan perwakilannya kepada balai harta peninggalan di tempat tinggal si anak belum dewasa, yang oleh karenanya harus diterima oleh balai harta peninggalan tersebut. (KUHPerd. 452.)
368. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Para wali tersebut dalam Bagian 3 bab ini, segera setelah perwalian mulai berjalan, wajib memberitahukan terjadinya perwalian kepada balai harta peninggalan. Bila para wali tersebut lalai, mereka boleh diberhentikan, tanpa mengurangi penggantian biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 345, 355, 359, 380 dst.; S. 1927-31.)
369. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala hal, bila perwalian diperintahkan oleh hakim, panitera pengadilan negeri yang bersangkutan harus segera memberitahukan secara tertulis adanya pengangkatan itu kepada balai harta peninggalan, dengan keterangan, apakah pengangkatan itu terjadi dengan dihadiri oleh wali itu, atau jika perwalian diperintahkan kepada perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, dengan keterangan, apakah hal itu terjadi atas permintaan atau kesanggupan sendiri. Panitera juga wajib dengan cara yang sama memberitahukan pernyataan-pernyataan yang menurut pasal 332a diucapkan di kepaniteraan atau yang dikirimkan kepadanya, demikian pula pengesahan termaksud dalam pasal 358. (KUHPerd. 332, 359, 362 dst., 452.)
370. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kewajiban wali pengawas adalah mewakili kepentingan si anak belum dewasa, bila kepentingan ini bertentangan dengan kepentingan wali, tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban khusus, yang dibebankan kepada balai harta peninggalan dalam surat instruksinya pada waktu balai harta peninggalan itu diperintahkan memangku perwalian pengawas. Dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas wajib memaksa wali untuk membuat daftar atau perincian barang-barang harta peninggalan dalam segala warisan yang jatuh ke tangan si anak belum dewasa. (KUHPerd. 127, 381, 386, 390, 395, 399 dst., 408, 452.)
371. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga, balai harta peninggalan wajib melakukan segala tindakan yang ditentukan dalam undang-undang, agar setiap wali, sekalipun tidak diperintahkan oleh hakim, memberikan jaminan secukupnya, atau setidak-tidaknya menyelenggarakan pengurusan dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang. (KUHPerd. 335, 351, 386, 401, 452, 1023, 1171, 1179 dst. 1365 dst.)
372. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap tahun wali pengawas harus minta kepada wali (kecuali ayah dan ibu) supaya memberikan suatu perhitungan ringkas dan pertanggungjawaban dan memperlihatkan kepadanya surat-surat andil dan surat-surat berharga milik si anak belum dewasa. Perhitungan ringkas itu harus dibuat di atas kertas tak bermeterai dan diserahkan tanpa suatu biaya dan tanpa suatu bentuk hukum apa pun. (Ov. 19; KUHPerd. 373, 409, 452; Wsk. 58.)
373. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis, 421.) Bila seorang wali enggan melaksanakan ketentuan pasal yang lalu atau bila wali pengawas dalam perhitungan ringkas menemukan tanda-tanda kecurangan atau kealpaan besar, maka wali pengawas harus menuntut pemecatan wali itu. Demikian pula ia harus menuntut pemecatan dalam hal-hal lain yang ditentukan undang-undang. (Ov. 20; KUHPerd. 380 dst., 452.)
374. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila perwalian lowong atau ditinggalkan karena ketidakhadiran wali, atau bila untuk sementara waktu wali tidak mampu menjalankan tugasnya, maka wali pengawas, dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk mengangkat wali baru atau wali sementara. (Ov. 20; KUHPerd. 359 dst., 452, 463, 1365 dst.)
375. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian pengawas mulai dan berakhir pada saat yang sama dengan mulainya dan berakhirnya perwalian. (KUHPerd. 330, 331a, 331b, 410, 419, 452.)
Bagian 8
Alasan-alasan yang dapat melepaskan diri dari perwalian
376. Dihapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
377. Yang boleh melepaskan diri dari perwalian ialah: 1?. mereka yang melakukan tugas negara di luar Indonesia; 2?. para anggota angkatan darat dan laut; 3?. mereka yang melakukan tugas negara di luar keresidenan atau mereka yang karena tugas negara pada saat-saat tertentu ada di luar keresidenan;
Orang-orang tersebut dalam tiga nomor di atas ini boleh meminta agar dibebaskan dari perwalian, bila alasan-alasan dimaksud terjadi setelah mereka diangkat menjadi wali; 4?. mereka yang telah genap enam puluh tahun; bila mereka diangkat sebelumnya, mereka boleh minta dibebaskan dari perwalian pada waktu berumur 65 tahun; 5?. mereka yang terganggu oleh suatu penyakit atau penderitaan berat yang dapat dibuktikan; Mereka ini boleh minta dibebaskan dari perwalian, bila penyakit atau penderitaan itu timbul setelah mereka diangkat sebagai wali; 6?. mereka yang tidak mempunyai anak sendiri, tetapi dibebani tugas memangku dua perwalian; 7?. mereka yang ditugaskan memangku satu perwalian, sedangkan mereka sendiri mempunyai seorang anak atau lebih; 8?. mereka yang pada waktu diangkat sebagai wali mempunyai lima orang anak sah, termasuk di antaranya anak yang telah meninggal dalam dinas ketentaraan; 9?. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) wanita-wanita; Wanita yang dalam keadaan tidak bersuami telah menerima suatu perwalian boleh minta dibebaskan, bila ia kawin; 10?. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) mereka yang tidak berhubungan keluarga sedarah atau semenda dengan si anak belum dewasa, bila dalam daerah hukum pengadilan negeri tempat perwalian itu diperintahkan ada keluarga sedarah atau semenda yang cakap memangkunya. Ayah dan ibu tidak diperbolehkan minta dibebaskan dari perwalian anak-anak mereka sendiri, karena salah satu alasan tersebut di atas. (KUHPerd. 378, 452, 459.)
378. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Barangsiapa hendak melepaskan diri dari perwalian, harus memohon pembebasan dari hakim yang memerintahkan perwalian atau, bila sebelumnya tidak ada pengangkatan oleh hakim, dari pengadilan negeri tempat tinggalnya. Kecuali orang-orang yang disebutkan dalam pasal 377 nomor 1?-5?, pemohon diwajibkan, dengan ancaman kehilangan hak, untuk mengajukan permohonan dalam tenggang waktu tiga puluh hari sejak hari mulai berlakunya perwalian itu bila pemohon berdiam di Indonesia, dan dalam tenggang waktu sembilan puluh hari bila ia berdiam di luar Indonesia. Permohonan tidak dapat diterima, bila perwalian itu dibebankan padanya karena pernyataannya sendiri, bahwa ia sanggup menerima perwalian itu. Hakim mengambil ketetapan tanpa bentuk acara dan tanpa banding. Meskipun wali telah mengemukakan alasan-alasan untuk melepaskan diri, ia masih wajib memangku perwalian itu sampai diambil keputusan terakhir tentang alasan-alasan itu. (KUHPerd. 362, 452.)
Bagian 9
Engecualian, pembebasan dan pemecatan dari perwalian
379. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selain pegawai-pegawai kehakiman bangsa Eropa yang dikecualikan dari perwalian menurut ketentuan dalam pasal 9 Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia, mereka yang dikecualikan dari perwalian adalah: 1?. orang yang sakit ingatan; 2?. orang belum dewasa; 3?. orang yang ada di bawah pengampuan; 4?. mereka yang telah dipecat, baik dari kekuasaan orang tua, maupun dari perwalian; akan tetapi yang demikian itu hanya terhadap anak belum dewasa, yang dengan ketetapan hakim kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam pasal 319g dan pasal 382d; 5?. ketua, wakil ketua, anggota, panitera, panitera-pengganti, bendahara, pemegang buku, dan agen balai harta peninggalan, kecuali terhadap anak-anak atau anak-anak tiri mereka sendiri. (KUHPerd. 330, 359, 433, 452, 1330; Ov. 69; Wsk. 9.)
380. (s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Jika hakim berpendapat bahwa kepentingan anak-anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya, maka dapatlah dipecat dari perwalian, baik terhadap semua anak belum dewasa, maupun terhadap seorang anak atau lebih yang bernaung di bawah satu perwalian: (KUHPerd. 352, 359, 368, 373, 381 dst., 382a, 452.) 1?. mereka yang berkelakuan buruk; 2?. mereka yang dalam menunaikan perwalian menunjukkan ketidakcakapan mereka, menyalahgunakan kekuasaan atau mengabaikan kewajiban mereka; 3?. mereka yang telah dipecat dari perwalian lain menurut nomor 1? dan nomor 2? pasal ini atau telah dipecat dari kekuasaan orang tua menurut pasal 319a alinea kedua nomor 1? dan nomor 2?; 4?. mereka yang berada dalam keadaan pailit; (F. 1, 22.) 5?. mereka yang untuk diri sendiri atau yang bapaknya, ibunya, istri/suaminya atau anak-anaknya berperkara di muka hakim melawan si anak belum dewasa dalam hal yang melibatkan kedudukan, harta kekayaan atau sebagian besar harta kekayaan si anak belum dewasa; 6?. mereka yang dihukum dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, karena dengan sengaja telah ikut serta dalam suatu kejahatan terhadap anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaan mereka; 7?. mereka yang mendapat hukuman yang telah mempunyai kekuatan tetap, karena melakukan suatu kejahatan yang tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX dan XX Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang dilakukan terhadap anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaan mereka; 8?. mereka yang mendapat hukuman badan yang tidak dapat diubah lagi selama dua tahun atau lebih. Ayah dan ibu tidak boleh dipecat, baik karena hal-hal tersebut pada nomor 4? dan nomor 5?, maupun karena tidak cakap. Suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial boleh dipecat dari perwaliannya dalam hal-hal tersebut di bawah nomor-nomor 2?, 3?, 4? dan 5?, bila hakim berpendapat bahwa kepentingan anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya. Badan-badan itu juga boleh dipecat, bila pemberitahuan tertulis tersebut dalam pasal 365a alinea kedua dilalaikannya atau bila kunjungan-kunjungan yang diatur di dalamnya dihalang-halanginya. Dalam pengertian kejahatan dalam pasal ini termasuk juga usaha membantu dan mencoba untuk melakukannya. (KUHP 53, 56.)
381. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pemecatan seorang wali dilakukan oleh pengadilan negeri tempat tinggalnya atau, bila tempat tinggalnya tidak ada, oleh pengadilan negeri tempat tinggal terakhir, atas permohonan wali pengawas, atas permohonan salah seorang keluarga sedarah atau keluarga semenda si anak belum dewasa sampai dengan derajat keempat, atas permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan kejaksaan. Pemecatan ayah atau ibu yang diangkat menjadi wali setelah adanya perceraian, dilakukan oleh pengadilan negeri yang mengadili gugatan perceraian. Permintaan atau tuntutan itu harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang merupakan dasarnya, pula harus memuat daftar nama orang tua, wali dan wali pengawas serta tempat kediaman dan tempat tinggal mereka, sejauh ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau semenda yang menurut pasal 333 harus dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal saksi-saksi yang kiranya dapat menguatkan peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan itu. Kecuali jika permohonan akan pemecatan itu diajukan oleh dewan perwalian, salinan surat permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat yang dilampirkan untuk menguatkannya, harus segera dikirim oleh panitera kepada dewan tersebut. Pada surat permohonan atau tuntutan itu, oleh panitera pengadilan negeri dicatat hari masuknya. (KUHPerd. 319b, 370, 373, 409, 417, 452.)
381a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan wali pengawas, keluarga sedarah dan keluarga semenda si anak belum dewasa dan dewan perwalian. Pengadilan negeri dapat memerintahkan pemanggilan saksi-saksi guna diperiksa di bawah sumpah, yakni yang ditunjuk dan dipilihnya, baik dari keluarga sedarah dan semenda maupun dari luar keluarga. Bila mereka yang akan diperiksa itu, yakni kedua orang tua, wali, wali pengawas atau saksi, bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum pengadilan negeri, maka pemeriksaan oleh pengadilan negeri boleh dilimpahkan dengan cara yang sama, seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda. Anak kalimat terakhir dalam alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap orang tua, wali dan wali pengawas. Segala panggilan dilakukan menurut cara yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda; bila ada panggilan terhadap seseorang yang tempat kediamannya tidak diketahui, maka panggilan itu harus segera dimuatkan dalam satu surat kabar atau lebih yang ditunjuk oleh pengadilan negeri. Panggilan terhadap seseorang yang dimohonkan atau dituntut pemecatannya harus disertai dengan pemberian secara ringkas tentang isi permintaan atau tuntutan, kecuali jika tempat kediaman orang itu tidak diketahui. Bila dipandang perlu, pengadilan negeri boleh mendengar orang-orang selain yang telah ditentukan di atas sebagai saksi di bawah sumpah, juga orang-orang yang telah datang menghadap pada hari yang telah ditentukan, dan boleh pula memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi lebih lanjut; saksi-saksi ini harus disebutkan dalam penetapan lebih lanjut dan harus dipanggil dengan cara yang sama. (KUHPerd. 1895 dst.)
381b. (s.d.t. dg S. 1927-31 jis. 390, 421.) Selama pemeriksaan, tiap-tiap penduduk di Indonesia yang berhak melakukan perwalian dan pengurus tiap-tiap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam pasal 365 boleh mengajukan diri kepada pengadilan negeri dengan surat permohonan supaya diperkenankan memangku perwalian itu. Pengadilan negeri boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang permohonan itu. Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut dengan penyesuaian seperlunya. Bila permintaan atau tuntutan itu dikabulkan, pengadilan negeri menetapkan pengangkatan wali. Dalam keputusan tentang pemecatan wali, wali yang dipecat harus dihukum mengadakan pertanggungjawaban tentang pengurusannya kepada penggantinya. (KUHPerd. 359 dst., 409 dst.)
382. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang dengan pintu tertutup. Penetapan disertai dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah berlangsung pemeriksaan terakhir; penetapan ini boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan sekalipun ada perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan, semua itu atas naskah aslinya. (Rv. 55.) Selama pemeriksaan berjalan, pengadilan negeri leluasa untuk menghentikan penunaian perwalian itu seluruhnya atau sebagian dan memberikan kekuasaan atas diri anak belum dewasa dan harta kekayaannya, menurut pertimbangan pengadilan negeri, kepada seorang yang ditunjuknya atau kepada dewan perwalian. Terhadap penetapan termaksud dalam alinea yang lalu tidak boleh dimintakan peradilan yang lebih tinggi. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang pemecatan memperoleh kekuatan tetap. Ketentuan dalam alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini.
382a. (s.d.t. dg. S. 1917-497; s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik berdasarkan atas peristiwa yang dapat menyebabkan pemecatan, maupun karena anak belum dewasa ditinggalkan atau tanpa suatu pengawasan, jaksa berwenang mempercayakan anak belum dewasa itu untuk sementara waktu kepada dewan perwalian, sampai pengadilan negeri mengangkat seorang wali atau dinyatakan, bahwa pengangkatan itu tidak perlu dan penetapan itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
Ketentuan dalam alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini. Bila jaksa menggunakan wewenang tersebut di atas sebelum mengajukan permintaan atau tuntutan akan pemecatan atau pengangkatan seorang wali, ia wajib segera melakukan segala sesuatu agar pengadilan mengangkat seorang wali.
Bila penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian ditolak, jaksa boleh menyuruh membawa anak itu kepada juru sita atau kepada polisi yang diberi tugas untuk melaksanakan surat perintahnya. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku dalam hal ini. Perintah penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian menurut alinea pertama pasal ini menghentikan perwalian anak itu, sekedar mengenai diri si anak.
382b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Bila orang yang diminta atau dituntut pemecatannya tidak datang menghadap atas panggilan, ia boleh mengajukan perlawanan dalam waktu 30 hari, setelah penetapan atau akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk pelaksanaannya diberitahukan kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui olehnya.
Orang yang permohonannya akan pemecatan ditolak, atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya ditolak pula, dan orang yang dipecat dari perwaliannya meskipun ia menyangkal, seperti pula orang yang perlawanannya ditolak, boleh mengajukan permohonan banding terhadap keputusan pengadilan negeri dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan. (Rv. 83, 341.)
382c. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali ayah dan wali ibu tidak cakap atau tidak mampu menunaikan kewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka dan kepentingan anak-anak dari segi lain tidak bertentangan dengan pembebasan mereka dari perwalian, maka atas permintaan dewan perwalian atau tuntutan jaksa, mereka berdua boleh dibebaskan dari perwalian terhadap seorang anak atau lebih oleh pengadilan negeri tempat tinggal mereka atau, jika tidak ada, oleh pengadilan negeri tempat tinggal mereka yang terakhir. Pembebasan ayah atau ibu yang diangkat menjadi wali setelah bercerai, dilakukan oleh pengadilan negeri yang telah mengadili tuntutan akan perceraian itu. Dalam surat permohonan atau tuntutan akan pembebasan sedapat-dapatnya harus dikemukakan pula bagaimana pergantian wali itu kiranya dapat diselenggarakan. Pembebasan ini tidak boleh diperintahkan, bila pihak yang diminta atau yang dituntut pembebasannya, menentang hal ini. (KUHPerd. 319a.)
Berdasarkan surat permintaan sendiri, wali-wali lainnya boleh dibebaskan oleh pengadilan negeri tempat tinggal mereka dari perwalian, baik terhadap semua, maupun terhadap seorang atau beberapa dari anak-anak belum dewasa, yang ada di bawah kekuasaan mereka, bila seorang penduduk Indonesia yang berhak menjalankan perwalian, atau pengurus salah satu perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam pasal 365, menyatakan sanggup dengan surat untuk mengganti mereka, dan pengadilan negeri menimbang pergantian tersebut baik untuk kepentingan anak-anak.
Pengadilan negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda anak-anak belum dewasa dan dewan perwalian, serta mengangkat wali, bila permintaan atau tuntutan dikabulkan. Ketentuan dalam alinea ketiga pasal 381 dan alinea-alinea kedua, ketiga, dan keempat pasal 381a berlaku dalam hal ini.
Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang tertutup. Dalam waktu yang selekas-lekasnya setelah pemeriksaan terakhir, penetapan dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dan boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan, sekalipun ada perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan, semuanya itu atas naskah asli. (Rv. 55.)
Bila seseorang yang dimintakan atau dituntut pembebasannya berdasarkan alinea pertama, tidak datang menghadap, maka terhadap pembebasan ini ia boleh mengajukan perlawanan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu, atau akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk melaksanakannya, diberitahukan kepadanya secara pribadi atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui olehnya. Orang yang permintaan akan pembebasannya ditolak, atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya akan hal yang sama ditolak, dan orang yang dibebaskan dari perwalian kendati datang menghadap atas panggilan, seperti juga orang yang perlawanannya ditolak, semuanya dapat mengajukan permohonan banding dalam waktu tiga puluh hari setelah putusan pengadilan negeri diucapkan. (Rv. 83, 341.) Terhadap penetapan-penetapan termaksud dalam alinea kedua tidak boleh diminta banding.
382d. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang ayah atau seorang ibu yang dibebaskan atau dipecat dari perwalian terhadap anak-anaknya sendiri, baik atas permintaan sendiri maupun atas permintaan mereka yang berhak meminta pembebasan atau pemecatannya, ataupun atas tuntutan jawatan kejaksaan, boleh dipulihkan kembali dalam perwalian, bila ternyata bahwa peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan pembebasan atau pemecatannya tidak lagi berlawanan dengan pemulihan itu. Permintaan atau tuntutan untuk itu harus diajukan kepada pengadilan negeri yang telah mengadili permintaan atau tuntutan akan pembebasan atau pemecatannya, kecuali jika perkawinan orang yang dibebaskan atau dipecat itu telah dibubarkan karena perceraian, dalam hal mana permintaan atau tuntutan itu harus diajukan kepada pengadilan negeri yang telah mengadili tuntutan akan perceraian itu. (KUHPerd. 331; Rv. 207, 211, 221.) Pengadilan negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah, bila mungkin, kedua orang tua, demikian pula wali atau pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial yang memangku perwalian itu, wali pengawas, para anggota keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak dan dewan perwalian.
Bila dipandang perlu, pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya didengar di bawah sumpah saksi-saksi yang dipilihnya dari keluarga sedarah atau semenda atau dari luar mereka. Alinea-alinea ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh pasal 319g berlaku dalam hal ini.
382e. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila anak belum dewasa tidak nyata-nyata berada dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial yang diwajibkan melakukan perwalian menurut putusan hakim, sebagaimana dimaksudkan dalam bagian ini, atau dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan dewan perwalian yang kepadanya dipercayakan anak-anak itu menurut penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 382 alinea ketiga, maka dalam penetapan yang sama diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu kepada pihak yang menurut penetapan mendapat kekuasaan atas anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku dalam hal ini.
382f. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg. 1938-622.) Ketentuan pasal 319j berlaku juga terhadap pembebasan atau pemecatan seorang ayah atau ibu dari perwalian terhadap anak-anak sendiri.
382g. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis., 390, 421.) Semua surat permohonan, tuntutan, penetapan, pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat guna memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini adalah bebas dari meterai. (Zeg. 31, II, 61?.) Segala permintaan termaksud dalam bagian ini, yang berasal dari dewan perwalian, harus dilayani dengan cuma-cuma, demikian pula segala salinan pertama, salinan dan petikan yang diminta oleh dewan perwalian guna kepentingan tugas yang diperintahkan kepadanya, oleh panitera diberikan kepadanya dengan cuma-cuma. (Rv. 888 dst.)
Bagian 10
Pengawasan wali atas pribadi anak belum dewasa
383. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan bagi anak belum dewasa menurut kemampuan harta kekayaannya dan harus mewakili anak belum dewasa itu dalam segala tindakan perdata. (LN. 1953-86, pasal 7.)(1) `Anak belum dewasa harus menghormati walinya. (KUHPerd. 78, 151, 282, 298, 361, 388, 399, 421, 452, 904, 1330, 1447 dst., 1798.)
384. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali, berdasarkan alasan-alasan yang penting, merasa tidak puas terhadap kelakuan si anak belum dewasa, maka atas permintaan wali sendiri atau atas permintaan dewan perwalian, asal saja dewan diminta oleh wali untuk itu, pengadilan negeri boleh memerintahkan penempatan anak itu untuk waktu tertentu dalam sebuah lembaga negara atau swasta yang akan ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penempatan itu dilakukan atas biaya si anak belum dewasa, dan bila ia tidak mampu, atas biaya wali; penempatan semacam itu hanya boleh dilakukan selama-lamanya enam bulan berturut-turut, bila pada hari penetapan hakim si anak belum dewasa belum mencapai umur empat belas tahun, atau selama-lamanya satu tahun bila pada hari penetapan ia telah mencapai umur tersebut, dan sekali-kali tidak boleh melewati saat anak belum dewasa menjadi dewasa. (KUHPerd. 320 dst., 452.)
Pengadilan negeri tidak boleh memerintahkan penempatan itu sebelum mendengar atau memanggil secara sah wali pengawas, para keluarga sedarah dan semenda dari anak belum dewasa, dewan perwalian dan, tanpa mengurangi ketentuan dalam alinea berikut, juga si anak belum dewasa sendiri. Bila si anak belum dewasa tidak datang menghadap pada hari yang ditentukan untuk mendengarnya, maka pengadilan negeri menunda pemeriksaan sampai pada hari yang ditentukan, dan memerintahkan agar anak belum dewasa itu pada hari tersebut dibawa ke depannya oleh juru sita atau polisi; penetapan ini dilaksanakan alas perintah jawatan kejaksaan; bila ternyata si anak belum dewasa pada hari itu pun juga tidak datang menghadap, maka pengadilan negeri, tanpa mendengarnya, memerintahkan atau menolak penempatannya.
Dalam hal ini tidak perlu diperhatikan bentuk acara lebih lanjut, melainkan perintah penempatan itulah yang harus diberikan, tetapi itu pun tidak perlu memuat alasan-alasannya. Bila pengadilan negeri dalam penetapannya memutuskan, bahwa si anak belum dewasa dan si wali tidak mampu membiayai penempatan itu, maka semua biaya menjadi beban negara. Penetapan yang memerintahkan suatu penempatan, dilaksanakan atas perintah, setelah ada permintaan dari pihak wali.
384a. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan penetapan Menteri Kehakiman, si anak belum dewasa sewaktu-waktu boleh dikeluarkan dari lembaga termaksud dalam pasal yang lalu, bila alasan-alasan yang mengakibatkan penempatan itu telah tidak ada atau bila keadaan jasmani dan rohani anak belum dewasa itu tidak mengizinkan penempatan lebih lama. Wali selalu leluasa untuk mempersingkat waktu penempatan yang telah ditentukan dalam perintah. Untuk memperpanjang waktu penempatan, perlu diperhatikan lagi ketentuan dalam pasal yang lalu. Pengadilan negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan waktu itu, tiap-tiap kali tidak lebih dari enam bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh diberikan sebelum mendengar permintaan itu dari kepala lembaga tempat anak belum dewasa itu tinggal pada waktu permintaan perpanjangan diajukan atau dari seorang penggantinya.
Bagian 11
Tugas pengurusan wali
385. Wali harus mengurus harta kekayaan anak belum dewasa laksana seorang bapak rumah tangga yang baik dan bertanggungjawab atas biaya, kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul karena pengurusan yang buruk. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila kepada si anak belum dewasa, baik dengan suatu akta antara orang-orang yang masih hidup, maupun dengan sebuah wasiat, telah dihibahkan atau dihibahwasiatkan sejumlah harta benda dan pengurusannya itu dipercayakan kepada seorang pengurus atau lebih yang telah ditunjuk, maka ketentuan-ketentuan pasal 307, yang berlaku bagi pemangku kekuasaan orang tua, berlaku juga bagi wali. (KUHPerd. 391, 400, 452.)
386. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu sepuluh hari setelah perwalian mulai berlaku, wali harus menuntut pengangkatan penyegelan, bila penyegelan ini telah dilakukan, dan dengan dihadiri oleh wali pengawas, segera membuat atau menyuruh membuat daftar barang-barang kekayaan si anak belum dewasa. (Ov. 100 dst.) Daftar barang-barang atau inventaris itu boleh dibuat di bawah tangan; tetapi dalam segala hal keberesannya harus dikuatkan di bawah sumpah oleh wali sendiri di hadapan balai harta peninggalan; bila inventaris itu dibuat di bawah tangan, inventaris itu harus diserahkan kepada balai harta peninggalan. (KUHPerd. 370 dst, 417; 452; Rv. 663 dst., 672 dst.; Wsk. 50.)
387. Bila si anak belum dewasa berutang kepada wali, maka hal itu harus dijelaskan dalam inventaris; dalam hal tidak ada penjelasan dalam inventaris yang demikian itu, wali tidak akan diperbolehkan menagih sesuatu yang dipiutangkannya, sebelum anak belum dewasa itu menjadi dewasa; tambahan lagi, ia akan kehilangan segala bunga dan angsuran atas jumlah pokok yang sedianya dapat ditagih semenjak pembuatan inventaris sampai saat anak belum dewasa menjadi dewasa; tetapi selama masa itu, bagi wali, kedaluwarsa tidak berlaku. (KUHPerd. 452, 1986.)
388. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada permulaan setiap perwalian, kecuali yang dilakukan oleh ayah atau ibu, balai harta peninggalan, setelah mendengar wali pengawas bila bukan balai harta peninggalan sendiri yang menjadi wali pengawas, dan setelah memanggil keluarga sedarah atau semenda si anak belum dewasa, menurut perkiraan dan dalam keseimbangan dengan harta kekayaan yang harus diurus, harus menentukan jumlah uang yang diperlukan untuk biaya hidup anak belum dewasa itu beserta biaya yang diperlukan guna mengurus harta kekayaan; semuanya itu tidak mengurangi kemungkinan campur tangan pengadilan negeri, bila balai harta peninggalan tidak menyetujui pendapat sebagian besar keluarga anak belum dewasa yang hadir. Dalam akta yang sama harus ditentukan pula, apakah wali, dalam menjalankan pengurusan, diperkenankan pula dengan upah menggunakan seorang pengurus khusus atau lebih, yang akan mewakili wali dan di bawah tanggungjawab wali. (KUHPerd. 333 dst., 345, 361, 372, 452.)
389. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali wajib mengusahakan supaya dijual segala meja-kursi atau perkakas rumah tangga, yang pada permulaan atau selama perwalian jatuh ke dalam kekayaan si anak belum dewasa, demikian juga barang-barang bergerak yang tidak memberikan hasil, pendapatan atau keuntungan, kecuali barang-barang yang menurut alamnya dapat disimpan, asal saja dengan persetujuan balai harta peninggalan dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali pengawas, bila yang menjadi wali-pengawas bukan balai harta peninggalan sendiri, serta keluarga sedarah atau semenda.
Penjualan harus dilakukan di muka umum oleh petugas yang berhak, dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan setempat, kecuali jika pengadilan, setelah mendengar dan memanggil seperti di atas, kiranya memerintahkan, bahwa barang-barang tertentu yang ditunjuk, untuk kepentingan anak belum dewasa, harus dijual di bawah tangan dengan harga atau di atas harga yang telah ditaksir oleh ahli-ahli yang diangkat untuk itu. (KUHPerd. 417.) Pengadilan negeri boleh juga, setelah mendengar seperti di atas, mengizinkan penjualan di muka umum atau di bawah tangan akan barang-barang bergerak yang sehubungan dengan ketentuan alinea pertama pasal ini telah disimpan dalam wujud asli, bila kepentingan si anak belum dewasa menghendakinya. Barang-barang dagangan boleh dijual di bawah tangan oleh wali dengan perantaraan makelar, komisioner atau orang lain yang sejajar, dengan harga kurs yang berlaku, sedangkan hasil-hasil tanah hendaknya dijual di pasar atau di mana saja dengan harga pasar. (KUHPerd. 333 dst., 390, 511 dst., 515, 1012; KUHD. 62, 76; Rv. 678 dst.)
390. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Si ayah atau si ibu, sejauh menurut undang-undang mempunyai hak nikmat hasil atas harta kekayaan si anak belum dewasa, bebas dari kewajiban menjual perabot rumah tangga atau barang-barang bergerak lainnya, bila mereka lebih suka menyimpannya dengan maksud mengembalikannya dalam keadaan aslinya kelak kepada si anak belum dewasa.
Dalam hal itu mereka, atas biaya sendiri, harus menyuruh seorang ahli, yang akan diangkat oleh wali pengawas dan mengangkat sumpah di depan kepala pemerintahan daerah, untuk menaksir harga sebenarnya barang-barang tersebut. Barang-barang yang tidak dapat diserahkan kembali dalam wujud aslinya harus ditanggung dengan sejumlah harga uang taksiran. (KUHPerd. 311, 370, 389, 1078; Wsk. 38.)
391. Wali diwajibkan membungakan sisa penghasilan setelah pendapatan dikurangi dengan pengeluaran, bila saldo untung melebihi seperempat daripada pendapatan biasa si anak belum dewasa. (S. 1897-231.) Mereka tidak boleh membungakan uang tunai si anak belum dewasa, selain dengan cara membeli surat-surat pendaftaran dalam buku utang besar Kerajaan Belanda, membeli surat-surat piutang atas beban Indonesia dan memindahkannya atas nama si anak belum dewasa, membeli barang-barang tetap atau membeli surat-surat piutang berbunga, dan dengan memberi jaminan hipotek atas barang-barang tak bergerak, yang harganya dibebaskan dari segala beban sekurang-kurangnya sepertiga lebih dari jumlah uang yang diperbungakan.
Bila wali lalai selama satu tahun untuk membungakan sejumlah uang dengan cara seperti diperintahkan dalam pasal ini, mereka harus membayar bunga uang itu menurut undang-undang. (KUHPerd. 370, 372, 385, 393, 452, 1250, 1767; S. 1848-22.)
392. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila dalam harta kekayaan si anak belum dewasa terdapat sertipikat-sertipikat utang nasional, wali wajib memindahkannya ke dalam buku besar atas nama anak belum dewasa itu. Surat piutang atas beban Indonesia pun harus dipindahkannya atas nama si anak belum dewasa. Dengan ancaman hukuman membayar biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas harus berusaha agar peraturan ini dilaksanakan. Bagaimana balai harta peninggalan menurut pasal ini dan pasal-pasal 371 dan 374 harus melaksanakan kewajiban untuk membayar ganti kerugian bagi semua anggota majelis bersama-sama atau bagi setiap anggota khususnya, diatur oleh pemerintah dalam sebuah instruksi bagi semua balai harta peninggalan. (KUHPerd. 370, 372, 391, 416, 1365 dst.; S. 1891-21, bdk. Wsk. 24.)
393. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali tidak boleh meminjam uang untuk kepentingan si anak belum dewasa, juga tidak boleh mengasingkan atau menggadaikan barang-barang tak bergerak, pula tidak boleh menjual atau memindahtangankan surat-surat utang negara, piutang-piutang dan andil-andil, tanpa memperoleh kuasa untuk itu dari pengadilan negeri. Pengadilan negeri tidak akan memberikan kuasa ini, kecuali atas dasar keperluan yang mutlak atau bila jelas bermanfaat dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa dan wali pengawas. (KUHPerd. 309, 333 dst., 372, 397 dst., 412, 425, 452, 1076, 1170, 1216, 1330 dst., 1448, 1852; Rv. 684 dst.; LN. 1953-86 pasal 7 di bawah KUHPerd. 383)
394. Bila wali hendak menjual barang-barang tak bergerak, maka surat permohonan yang diajukan oleh wali harus dilampiri sebuah daftar segala harta kekayaan si anak belum dewasa dan dalam daftar itu harus disebutkan barang-barang yang hendak dijual. Pengadilan negeri berwenang untuk mengizinkan penjualan barang-barang itu, baik barang-barang yang ditunjuk maupun barang-barang lain, yang menurut pertimbangan pengadilan negeri penjualan barang-barang itu tidak menimbulkan begitu banyak kerugian bagi si anak belum dewasa. (KUHPerd. 425, 452.)
395. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penjualan harus dilakukan di muka umum, di hadapan wali pengawas, oleh pegawai yang berhak dan menurut kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd. 370, 396, 452; Rv. 684 dst.)
396. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan negeri boleh mengizinkan penjualan di bawah tangan suatu barang tak bergerak dalam hal-hal yang luar biasa dan bila kepentingan anak belum dewasa menghendakinya. Izin itu tidak akan diberikan, kecuali atas permintaan wali yang harus disertai alasan-alasannya dan dengan persetujuan bersama dari wali pengawas dan keluarga sedarah atau semenda. Bila keluarga sedarah atau semenda tidak semua datang menghadap atas panggilan, maka cukup persetujuan bersama dari mereka yang datang. Barang tidak bergerak itu tidak boleh dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebelum pemberian izin telah ditaksir oleh tiga orang ahli yang diangkat oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 333 dst., 397 dst., 452; Rv. 685.)
397. Segala bentuk acara yang ditentukan dalam pasal 393 tidak berlaku, bila dalam suatu putusan pengadilan, atas permintaan salah seorang di antara beberapa orang pemilik barang yang belum dibagi, diperintahkan menjualnya, kecuali bahwa penjualan itu selalu harus dilakukan di muka umum. (KUHPerd. 452; Rv. 684 dst.)
398. Bila hakim, sehubungan dengan pasal 393, mengizinkan penjualan surat-surat berharga milik si anak belum dewasa, maka boleh ditetapkan bahwa penjualan itu hendaknya dilakukan di bawah tangan, asalkan surat-surat tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga harganya pada hari penjualan dapat diperlihatkan dalam surat kabar biasa mengenai harga atau pemberitahuan sejenis itu, sebagaimana lazimnya dikeluarkan di Indonesia. (KUHPerd. 396, 452; KUHD 62.)
399. Wali tidak boleh menjual barang tak bergerak si anak belum dewasa, selain dengan lelang umum. Dalam hal itu pembelian tidak akan mempunyai kekuatan, sebelum disahkan pengadilan negeri menurut syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 396. (KUHPerd. 452, 1470.)
400. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali tidak boleh menyewa atau mengambil sebagai hak usaha untuk diri sendiri barang-barang si anak belum dewasa, kecuali bila pengadilan negeri telah mengizinkan syarat-syaratnya setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda si anak belum dewasa dan wali pengawas; dalam hal demikian, wali pengawaslah yang berhak mengadakan perjanjian dengan si wali. (KUHPerd. 417, 452.) Tanpa izin yang sama, wali tidak boleh menerima penyerahan hak atau piutang terhadap mereka yang ada di bawah perwaliannya. (KUHPerd. 333 dst., 370, 385, 452, 613, 1533, 1548.)
401. Wali tidak boleh menerima warisan yang diperuntukkan bagi si anak belum dewasa, selain dengan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd. 1046.) Wali tidak boleh menolak warisan tanpa izin untuk itu yang diperoleh dengan cara yang ditentukan dalam pasal 393. (KUHPerd. 371, 386, 430, 452, 1023, 1057, 1448.)
402. Izin yang sama diperlukan juga untuk menerima sebuah hibah yang diperuntukkan bagi si anak belum dewasa; akibat hibah yang demikian adalah sama seperti akibat hibah yang diberikan kepada seorang yang telah dewasa. (KUHPerd. 452, 1448, 1677, 1685, 1687.)
403. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum mengajukan gugatan di muka hakim untuk si anak belum dewasa, atau sebelum membelanya terhadap suatu gugatan, atas tanggung jawab sendiri si wali boleh meminta kepada balai harta peninggalan supaya dikuasakan untuk itu; balai itu, atas permintaan tersebut, harus menanyakan terlebih dulu pendapat para keluarga sedarah atau semenda si anak belum dewasa, demikian pula pendapat wali pengawas, sekiranya perwalian pengawas tidak dilakukan oleh balai harta peninggalan sendiri. Wali yang tanpa izin tersebut mengajukan gugatan di muka hakim atau mengadakan pembelaan atas suatu gugatan, dapat dihukum oleh hakim untuk membayar segala biaya perkara dengan uangnya sendiri, bila dipandangnya bahwa tidak dengan alasan yang layak perkara itu dimulainya atau dipertahankannya; hal ini tidak mengurangi kewajiban wali untuk membayar biaya, kerugian dan bunga, sekiranya ada alasan untuk itu. Hukuman yang sama dapat juga diberikan bila ternyata bahwa izin tersebut didapatnya karena penuturan yang bohong atau penyembunyian keadaan yang sebenarnya. (KUHPerd. 333 dst., 404 dst., 452, 1448; Wsk. 13; Rv. 58 dst..)
404. Dalam suatu perkara yang diajukan terhadap si anak belum dewasa, wali tidak leluasa menyatakan menerima putusan tanpa kuasa untuk itu dari balai harta peninggalan dengan cara yang disebutkan dalam permulaan pasal yang lalu. (KUHPerd. 403, 452; Wsk. 13.)
405. Wali diharuskan mendapat izin yang sama, bila ia hendak meminta pemisahan atau pembagian; tetapi tanpa izin ia boleh menjawab tuntutan akan pemisahan atau pembagian yang diajukan terhadap anak belum dewasa. (KUHPerd. 403, 452; 1066.)
406. Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam hal pemisahan dan pembagian harta yang menyangkut kepentingan anak belum dewasa, ditetapkan dalam Bab XVII Buku Kedua yang berjudul Pemisahan Harta Peninggalan. KUHPerd. 401, 452, 1066 dst., 1072 dst., 1448.)
406a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila anak-anak belum dewasa yang berada di bawah beberapa orang wali mempunyai harta kekayaan yang sama, pengadilan negeri boleh menunjuk salah seorang dari mereka atau orang lain untuk menyelenggarakan pengurusan harta kekayaan itu sampai pemisahan dan pembagian selesai, atas jaminan yang ditentukan pengadilan negeri. (KUHPerd. 319e6.)
407. Tanpa izin yang dibicarakan dalam pasal 393, wali tidak boleh mengadakan perdamaian atas nama si anak belum dewasa, pula tidak diperbolehkan menyerahkan penyelesaian suatu perkara kepada wasit. (KUHPerd. 452, 1448; 1851; Rv. 615 dst.)
408. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Jika si ayah atau si ibu dan istrinya atau suaminya yang telah lebih dulu meninggal dunia, dulunya kawin dengan harta bersama secara penuh atau terbatas, maka pengadilan negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah atau semenda beserta wali pengawas, boleh memberi kuasa kepadanya agar selama waktu yang ditentukan, bahkan sampai si anak yang belum dewasa menjadi dewasa, terus menguasai harta kekayaan itu, pendapatan perusahaan, perdagangan, pabrik atau yang sejenis itu. Izin ini tidak dapat diberikan, kecuali jika setelah pengadilan negeri melihat daftar kekayaan, ternyata bahwa kepentingan anak belum dewasa adalah sangat besar dan ada jaminan yang diberikan oleh wali atau wali pengawas. Izin tersebut, atas permohonan wali atau wali pengawas, boleh dicabut setelah mendengar seperti di atas. Bahkan kejaksaan, karena jabatan, boleh menuntut pencabutan izin itu. (KUHPerd. 119, 127, 153, 155, 333 dst., 370, 452.)
Bagian 12
Perhitungan pertanggungjawaban perwalian
409. Setiap wali, pada akhir perwalian wajib mengadakan perhitungan penutup dan pertanggungjawaban. (KUHPerd. 342, 372, 378, 381b, 452; Rv. 580-8?; IR. 233.)
410. (s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan atas biaya dan kepada si anak belum dewasa bila ia telah menjadi dewasa, atau kepada ahli warisnya bila ia telah meninggal, atau kepada pengganti pengurus. Wali harus membayar lebih dulu biaya-biaya untuk itu. Dalam perhitungan itu, untuk semua pengeluaran yang perlu, yang pantas dan yang cukup beralasan, wali harus mendapat penggantian. (KUHPerd. 330, 370, 419, 452; Rv. 99, 764 dst.)
411. (s.d.u. dg. S. 1928-546.) Semua wali, kecuali ayah, ibu dan wali peserta, boleh memperhitungkan upah sebesar tiga persen dari segala pendapatan, dua persen dari segala pengeluaran, dan satu setengah persen dari modal yang mereka terima, kecuali jika mereka lebih suka menerima upah yang ditentukan dengan surat wasiat atau dengan akta otentik tersebut dalam pasal 355; dalam hal yang demikian mereka tidak boleh memperhitungkan upah yang lebih besar. (Ov. 22, 80; KUHPerd. 388, 452, 1794; S. 1924-523.) (Dg. S. 1927-31 ditambahkan alinea kedua, kemudian dicabut lagi dg. S. 1927-456.)
412. Setiap persetujuan mengenai perwalian dan perhitungan-perwalian, yang telah diadakan antara wali dan anak belum dewasa yang sementara itu menjadi dewasa, adalah batal dan tidak berharga, bila persetujuan itu tidak didahului perhitungan yang baik dan pertanggungjawaban dengan alat-alat bukti yang diperlukan; semuanya itu harus dinyatakan dengan pengakuan tertulis dari pihak yang kepadanya harus dilakukan perhitungan itu, yang diberikan sekurang-kurangnya sepuluh hari sebelum persetujuan. (AB. 23; KUHPerd. 452, 904, 1451, 1852.)
413. Perhitungan penutup yang harus diadakan oleh wali, tanpa ditagih pun harus memberikan bunga sejak hari perhitungan ditutup. Segala bunga dari apa yang masih menjadi utang si anak belum dewasa terhadap walinya tidak akan berjalan, kecuali sejak hari teguran pelaksanaan pembayaran, setelah perhitungan dan pertanggungjawaban ditutup. (KUHPerd. 335 dst., 452, 1149-7?, 1250, 1767; Rv. 580-8?, 704-31, 774; Wsk. 33; S. 1848-22.)
414. Segala tuntutan si anak belum dewasa terhadap walinya berkenaan dengan tindakan-tindakan perwalian, gugur karena daluwarsa setelah lewat sepuluh tahun, terhitung sejak anak itu menjadi dewasa. (KUHPerd. 452, 1946.)
Bagian 13
Balai harta peninggalan dan dewan perwalian
415. (s.d.u. dg. S. 1921-489; S. 1933-564.) Dalam daerah hukum setiap pengadilan negeri ada balai harta peninggalan, yang daerah dan tempat kedudukannya sama dengan daerah dan tempat kedudukan pengadilan negeri. (RO. 117 dst.; RBg. 73 dst.) Pemerintah boleh menentukan, bahwa segala kekuasaan yang diberikan kepada suatu balai harta peninggalan beserta usaha-usahanya, dipangku dan dijalankan oleh atau atas nama salah satu balai harta peninggalan yang lain. Dalam hal demikian, balai harta peninggalan tersebut terakhir harus diwakili oleh seorang anggota perwakilan yang berkantor di tempat balai harta peninggalan tersebut pertama.
Kecuali dalam hal yang ditunjukkan dalam instruksi untuk semua balai harta peninggalan, anggota perwakilan itu selamanya berkuasa untuk bertindak atas nama balai harta peninggalan. (Wsk. 13; S. 1934-28 jo. 1948-35.)
Bila pemerintah telah mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya dalam alinea yang lalu, maka balai harta peninggalan yang diperintahkan bertugas untuk balai harta peninggalan lain, dalam segala urusan yang mengenai majelis tersebut terakhir, dianggap mempunyai tempat tinggal semata-mata di kantor anggota perwakilan tersebut. (s.d.u. dg. S. 1902-222.) Untuk setiap balai harta peninggalan harus diangkat agen-agen di tempat-tempat yang benar-benar membutuhkannya. (Wsk. 40.) (s.d.t. dg. S. 1916-325.) Penunjukan wakil semua balai harta peninggalan di Negeri Belanda dilakukan oleh Menteri Urusan Daerah Seberang Lautan, yang harus membuat instruksi bagi perwakilan tersebut.
416. Instruksi untuk semua balai harta peninggalan ditentukan oleh pemerintah, setelah mendengar Mahkamah Agung. Instruksi ini mengatur susunan dan peraturan dalam tiap-tiap balai harta peninggalan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan baru. (Ov. 70; KUHPerd. 366, 452; Rv. 787; S. 1872-166.)
416a. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d.u. dg. S. 1933-564.) Dalam daerah hukum setiap pengadilan negeri, ada sebuah dewan perwalian, yang ditugaskan melakukan segala usaha pemeliharaan, kecuali campur tangan yang dengan tegas disebutkan dalam kitab undang-undang ini dan peraturan-peraturan pemerintah lainnya, bagi anak belum dewasa yang dipercayakan kepadanya dengan putusan hakim menurut pasal 214, pasal 319f alinea kelima, atau pasal 382 alinea ketiga, seperti juga bagi anak-anak diserahkan kepadanya oleh kejaksaan menurut pasal 319i atau pasal 382a. (S. 1927-382.) (s.d.t. dg. S. 1933-564.) Daerah dan tempat kedudukan dewan perwalian sama dengan daerah dan tempat kedudukan pengadilan negeri. Biaya yang dikeluarkan dewan perwalian dibebankan kepada negara. (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Bila dewan perwalian, menurut bab ini atau Bab X, XI, XIV dan XIVA buku ini, maju ke pengadilan, maka bantuan seorang pengacara atau advokat tidak diharuskan. (s.d.t. dg. S. 1938-622.) Dewan perwalian harus berusaha, agar segala uang yang dibayar oleh orang-orang yang menurut buku ini diwajibkan memberikan tunjangan untuk nafkah dan pendidikan anak belum dewasa, digunakan sesuai dengan maksudnya.
416b. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg. S. 1933-564.) Tanpa mengurangi ketentuan alinea berikut, dewan perwalian terdiri dari balai harta peninggalan setempat, dengan jumlah anggota yang ditentukan oleh pemerintah. (S. 1927-382.) Bila pemerintah mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh alinea kedua pasal 415, maka dewan perwalian terdiri dari anggota perwakilan balai harta peninggalan yang berkedudukan di lain daerah, yaitu anggota yang berkantor di daerah setempat, dan sejumlah anggota yang ditentukan oleh pemerintah. (S. 1934-28.) Pegawai balai harta peninggalan melakukan tugas pada dewan perwalian sama seperti pada balai harta peninggalan. Cara dewan perwalian menunaikan tugasnya, diatur oleh pemerintah. (S. 1927-382.) Untuk tiap dewan perwalian, di tempat-tempat yang membutuhkannya diangkat agen-agen.
417. (s.d.u. dg. S. 1925-113 jo. 181; 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap balai harta peninggalan dan dewan perwalian boleh mewakilkan atau menguasakan dirinya kepada salah seorang anggota atau pegawainya, atau kepada seorang agennya dalam hal bila mereka selaku majelis harus menunaikan tugas di luar gedung rapat mereka. (KUHPerd. 127, 386, 395, 452, 1071 dst., 1075; F. 67 dst.) Dalam hal-hal, bila balai harta peninggalan dan dewan perwalian dimintai pertimbangan, mereka harus menyatakan pendapatnya secara tertulis dengan alasan-alasannya. (KUHPerd. 38, 41, 381, 384, 389, 393, 400, 408, 418, 422, 455, 1075, 1127; Wsk. 36.)
418. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Balai harta peninggalan dan dewan perwalian tidak bisa dikesampingkan dan segala campur tangan, yang diperintahkan kepada mereka menurut ketentuan undang-undang. (KUHPerd. 366, 449, 451 dst., 1127.)Segala perbuatan dan perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan di atas adalah batal dan tidak berharga. (AB. 23.)
418a. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kepala daerah dan pegawai catatan sipil wajib sedapat mungkin memberikan keterangan-keterangan dengan cuma-cuma kepada balai harta peninggalan dan dewan perwalian, dan dengan cuma-cuma pula memberikan semua salinan dan petikan dari daftar-daftar yang diminta oleh majelis tersebut untuk kepentingan tugas yang harus mereka lakukan; salinan dan petikan yang diberikan itu bebas dari meterai. (Zeg. 31, II, 61?.)
Bab XVI\
Pendewasaan
419. Dengan pendewasaan, seorang anak yang masih di bawah umur boleh dinyatakan dewasa, atau kepadanya boleh diberikan hak-hak tertentu orang dewasa. (KUHPerd. 307, 330, 399, 420 dst., 426 dst.)
420. Pendewasaan yang menjadikan orang yang masih di bawah umur menjadi dewasa, diperoleh dengan venia aetatis atau surat-surat pernyataan dewasa, yang diberikan oleh pemerintah setelah mempertimbangkan nasihat Mahkamah Agung. (KUHPerd. 274.)
421. Permohonan akan surat pernyataan dewasa boleh diajukan kepada pemerintah oleh anak yang di bawah umur, bila ia telah mencapai umur dua puluh tahun penuh. Pada surat permohonan itu harus dilampirkan akta kelahiran, atau bila itu tidak dapat diberikan, tanda bukti lain yang sah tentang umur yang disyaratkan itu. (KUHPerd. 72, 330, 383; BS. 40.)
422. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Mahkamah Agung tidak memberi nasihat sebelum mendengar atau memanggil secukupnya kedua orang tua anak yang di bawah umur itu atau orang tuanya yang masih hidup, dan bila anak yang di bawah umur itu ada dalam perwalian, walinya, wali pengawasnya dan keluarga-keluarga sedarah atau semenda. (KUHPerd. 300, 306, 333 dst.)
423. (s.d.u. dg. S. 1925-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan termaksud dalam pasal yang lampau mengenai para orang tua, wali dan wali pengawas yang bertempat tinggal atau berdiam di luar kabupaten tempat Mahkamah Agung berkedudukan. Pegawai yang ditugaskan melakukan pemeriksaan itu, harus memberikan penjelasan apa saja yang dianggapnya perlu pada waktu mengirimkan berita acaranya. Berita acara itu dengan penjelasannya harus dilampirkan pada nasihat yang harus disampaikan oleh Mahkamah Agung kepada pemerintah.
424. Si anak yang telah dinyatakan dewasa, dalam segala hal sama dengan orang dewasa. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Akan tetapi mengenai pelaksanaan perkawinan, dia tetap wajib untuk meminta izin dari para orang tuanya atau dari kakek-neneknya atau dari pengadilan negeri menurut ketentuan-ketentuan pasal 35 dan pasal 37, sampai dia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, sedangkan terhadap anak-anak luar kawin yang telah diakui, pasal 39 alinea pertama tetap berlaku sampai mereka mencapai umur dua puluh satu tahun penuh. (KUHPerd. 299, 330, 1006.)
425. (s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Untuk kepentingan anak yang masih di bawah umur itu, pemerintah bebas untuk menambahkan dalam surat pernyataan dewasa itu suatu ketentuan, bahwa meskipun anak itu diberi pernyataan dewasa, dia tidak diperbolehkan, sampai dia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, untuk memindahtangankan atau membebani harta tak bergeraknya selain dengan persetujuan pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang diberikan setelah mendengar atau memanggil secukupnya kedua orang tuanya, atau salah seorang yang masih hidup dari mereka, atau bila keduanya sudah tidak ada, keluarga-keluarga sedarah atau semenda. Dalam hal penjualan, pengadilan negeri boleh juga menyetujui hal itu dilakukan di bawah tangan. (KUHPerd. 393, 396; Rv. 685.) Terhadap pemeriksaan kedua orang tua, alinea keempat pasal 206 berlaku.
426. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pendewasaan, yang memberikan hak-hak tertentu sebagai orang dewasa kepada anak yang di bawah umur, boleh diberikan oleh pengadilan negeri kepada anak yang di bawah umur atas permohonannya, bila dia telah mencapai umur delapan belas tahun penuh. Hal itu tidak diberikan bila bertentangan dengan kemauan salah seorang tuanya yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian. (KUHPerd. 140, 299 dst., 307 dst., 430 dst.)
427. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan negeri tidak mengambil keputusan sebelum mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tuanya, bila anak yang di bawah umur itu ada dalam kekuasaan orang tuanya, atau bila dia ada dalam perwalian, mendengar atau memanggil dengan sah walinya, wali pengawasnya, keluarga sedarah atau semenda, serta kedua orang tuanya atau orang tua yang masih hidup bila yang melakukan perwalian atas orang yang di bawah umur itu bukan orang tuanya. Alinea keempat pasal 206 berlaku dalam hal mendengar para orang tua, wali dan wali pengawas. Sebelum mengambil keputusan, pengadilan negeri boleh memerintahkan anak yang di bawah umur itu untuk menghadap sendiri. Sebelum menutup pemeriksaan, pengadilan negeri harus menentukan hari pengambilan keputusan. Terhadap keputusan pengadilan negeri ini, tidak dapat dimintakan banding. (KUHPerd. 299 dst., 330, 349, 350, 352, 380 dst., 428; Rv. 327 dst.)
428. (s.d.u. dg. S. 1875-257.) Pada waktu memberikan pendewasaan, pengadilan negeri harus menentukan dengan tegas, hak-hak kedewasaan manakah yang diberikan kepada anak yang di bawah umur itu. (KUHPerd. 430.)
429. Si anak di bawah umur yang telah mendapat pendewasaan demikian itu, dianggap sebagai orang dewasa hanya dalam hal perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan yang dengan tegas diperintahkan kepadanya, dan ia tidak boleh mengingkari keabsahannya atas dasar kebelumdewasaan. Untuk hal-hal lainnya dia tetap dalam kedudukan belum dewasa. (KUHPerd. 428, 1446 dst.)
430. Wewenang dan hak-hak yang diberikan kepada si anak yang belum dewasa menurut pasal-pasal 426, 427, dan 428, tidak boleh lebih daripada wewenang dan hak untuk menerima seluruh atau sebagian pendapatannya, mengeluarkan dan menggunakan pendapatannya itu, mengadakan persewaan, menggarap tanah-tanahnya, dan melakukan usaha-usaha yang perlu untuk itu, melakukan suatu pekerjaan tangan, mendirikan suatu pabrik atau ikut berusaha dalam itu, dan akhirnya menjalankan mata-pencaharian dan perdagangan. (s.d.u. dg. S. 1875-257.) Dalam kedua hal tersebut terakhir, anak yang di bawah umur itu berwenang seperti seorang dewasa untuk mengangkat segala perjanjian yang berhubungan dengan pabrik itu, mata-pencaharian dan perdagangan itu, kecuali pemindahtanganan dan pembebanan harta-harta tetapnya dan pemindahtanganan dan penggadaian efek-efeknya yang memberi bunga, surat-surat pendaftaran dalam buku besar utang-utang negara, tagihan-tagihan utang hipotek dan saham-saham dalam perseroan terbatas atau perseroan lain. (s.d.t. dg. S. 1875-257.) Dalam hal perbuatan-perbuatan yang boleh dia lakukan berdasarkan pendewasaan yang telah diperolehnya, dia boleh bertindak di pengadilan, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat. Pasal 21 tidak berlaku terhadap perbuatan-perbuatan itu. (KUHPerd. 299, 307, 383, 385, 506 dst. 613, 814, 1385, 1446, 1448, 1548 dst., 1677; KUHD 19 dst., 40 dst.)
431. (s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pendewasaan tersebut dalam lima pasal yang lampau, oleh pengadilan negeri boleh ditarik kembali, bila anak yang di bawah umur itu menyalahgunakannya atau bila ada cukup kekhawatiran, bahwa dia akan menyalahgunakannya. Penarikan kembali dilakukan atas permohonan ayahnya, bila kedua orang tuanya masih hidup, atau atas permohonan ibunya, bila kekuasaan orang tua dilakukan olehnya, atau atas permohonan wali atau wali pengawas, bila orang yang di bawah umur itu berada dalam perwalian.
Terhadap permohonan itu tidak diambil keputusan sebelum mendengar atau memanggil dengan sah anak yang di bawah umur itu dan walinya, bila permohonan itu diajukan oleh wali pengawasnya, atau mendengar atau memanggil dengan sah wali pengawas, bila permohonan diajukan oleh si wali. Pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya keluarga sedarah atau semenda, dan ayahnya atau ibunya, sekiranya salah seorang dari antara mereka masih hidup tanpa dibebani tugas perwalian, dipanggil untuk didengar. Pengadilan mengambil keputusan tanpa banding. (KUHPerd. 299 dst., 330, 333 dst., 370, 427.) (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)Alinea keempat pasal 206 tidak berlaku terhadap pemeriksaan para orang tua, wali dan wali pengawas.
432. Semua pendewasaan tersebut dalam bab ini, demikian pula pencabutannya menurut pasal-pasal yang lampau, harus diumumkan dengan cara membuat maklumat dan memasangnya dalam berita negara. (Ov. 105.) Dalam maklumat pendewasaan itu, harus dicantumkan dengan teliti, bagaimana dan untuk apa hal itu diberikan. Sebelum diadakan maklumat ini, baik pendewasaan itu maupun pencabutannya, tidak berlaku terhadap pihak ketiga. (KUHPerd. 430 dst.; S. 1851-51.)
Bab XVII
Pengampuan
433. Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan. (KUHPerd. 456 dst., 460, 462, 895, 1006, 1330.)
434. Setiap keluarga sedarah berhak minta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu, gila atau mata gelap. Disebabkan karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat.
Dalam satu dan lain hal, suami atau istri dapat minta pengampuan bagi istrinya atau suaminya. Barangsiapa, karena lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan diri sendiri dengan baik, dapat minta pengampuan bagi diri sendiri. (KUHPerd. 114, 290 dst. 445; IR. 229 dsb.)
435. Bila seseorang yang dalam keadaan mata gelap tidak dimintakan pengampuan oleh orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, maka jawatan kejaksaan wajib memintanya. Dalam hal dungu atau gila, pengampuan dapat diminta oleh jawatan kejaksaan bagi seseorang yang tidak mempunyai suami atau istri, juga yang tidak mempunyai keluarga sedarah yang dikenal di Indonesia.
436. Semua permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya tempat berdiam orang yang dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 17 dst.)
437. Peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keadaan dungu, gila mata gelap atau keborosan, harus dengan jelas disebutkan dalam surat permintaan, dengan bukti-bukti dan penyebutan saksi-saksinya. (KUHPerd. 440, 456 dst., 1909, 1914.)
438. Bila pengadilan negeri berpendapat, bahwa peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna mendasarkan suatu pengampuan, maka perlu didengar para keluarga sedarah atau semenda. (KUHPerd. 290, 333 dst., 453; IR. 230.)
439. Pengadilan negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, harus mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan; bila orang ini tidak mampu untuk datang, maka pemeriksaan harus dilangsungkan di rumahnya oleh seorang atau beberapa orang hakim yang diangkat untuk itu, disertai oleh panitera, dan dalam segala hal dihadiri oleh jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 445.)
Bila rumah orang yang dimintakan pengampuan itu terletak dalam jarak sepuluh pal lebih dari pengadilan negeri, maka pemeriksaan dapat dilimpahkan kepada kepala pemerintahan setempat. Dari pemeriksaan ini, yang tidak usah dihadiri oleh jawatan kejaksaan, harus dibuat berita acara yang salinan otentiknya dikirimkan kepada pengadilan negeri. (KUHPerd. 445, 1023.)
Pemeriksaan tidak akan berlangsung sebelum kepada yang dimintakan pengampuan itu diberitahukan isi surat permintaan dan laporan yang memuat pendapat dari anggota-anggota keluarga sedarah. (KUHPerd. 441, 443, 455.)
440. Bila pengadilan negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda, dan setelah mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan, berpendapat bahwa telah cukup keterangan yang diperoleh, maka pengadilan dapat memberi keputusan tentang surat permintaan itu tanpa tata-cara lebih lanjut; dalam hal yang sebaliknya, pengadilan negeri harus memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa yang dikemukakannya menjadi jelas. (KUHPerd. 437, 445.)
441. Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut dalam pasal 439, bila ada alasan, pengadilan negeri dapat mengangkat seorang pengurus sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang yang dimintakan pengampuannya. (KUHPerd. 445 dst., 449; IR. 231.)
442. Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus diucapkan dalam sidang terbuka, setelah mendengar atau memanggil dengan sah semua pihak dan berdasarkan kesimpulan jaksa. (KUHPerd. 445.)
443. Bila dimohonkan banding, maka hakim banding, sekiranya ada alasan, dapat mendengar lagi atau menyuruh mendengar lagi orang yang dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 439; IR. 236.)
444. Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan dalam penetapan atau keputusan itu, harus diberitahukan oleh pihak yang memintakan pengampuan kepada pihak lawannya dan diumumkan dengan menempatkannya dalam berita negara; semuanya atas ancaman hukuman membayar segala biaya, kerugian dan bunga sekiranya ada alasan untuk itu. (Ov. 105; KUHPerd. 445 dst., 461.)
445. Bila pengampuan diminta sehubungan dengan alinea keempat pasal 434, pengadilan negeri mendengar para keluarga sedarah atau keluarga semenda dan, sendiri atau dengan wakilnya, si suami atau si istrinya yang meminta, sekiranya ini berada di Indonesia; juga harus dilakukan ketentuan-ketentuan dalam pasal 439 alinea kesatu dan kedua, 440, 441 dan 442. Dalam hal demikian, jawatan kejaksaan harus menyelenggarakan pengumuman mengenai keputusan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 444.
446. Pengampuan mulai berjalan, terhitung sejak putusan atau penetapan diucapkan. Semua tindak perdata yang setelah itu dilakukan oleh orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum. Namun demikian, seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan, tetap berhak membuat surat-surat wasiat. (KUHPerd. 88, 441, 444, 449, 895, 1330, 1446, 1813; Rv. 248-2?.)
447. Semua tindak perdata yang terjadi sebelum perintah pengampuan diucapkan berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, boleh dibatalkan, bila dasar pengampuan ini telah ada pada saat tindakan-tindakan itu dilakukan. (KUHPerd. 61-3?, 88, 1330-2?.)
448. Setelah seseorang meninggal dunia, maka segala tindak perdata yang telah dilakukannya, kecuali pembuatan surat-surat wasiat berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, tidak dapat disanggah, selain bila pengampuan atas dirinya telah diperintahkan atau dimintakan sebelum ia meninggal dunia, kecuali bila bukti-bukti tentang penyakit-penyakit itu tersimpul dari perbuatan yang disanggah itu. (KUHPerd. 446, 895, 1320-1?.)
449. Bila keputusan tentang pengampuan telah mendapatkan kekuatan hukum yang pasti, maka oleh pengadilan negeri diangkat seorang pengampu. Pengangkatan itu segera diberitahukan kepada balai harta peninggalan. Pengampuan pengawas diperintahkan kepada balai harta peninggalan, (KUHPerd. 418.) (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal yang demikian, berakhirlah segala campur tangan pengurus sementara, yang wajib mengadakan perhitungan dan pertanggungjawaban atas pengurusannya kepada pengampu; bila ia sendiri yang diangkat menjadi pengampu, maka perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus di harus dilakukan kepada pengampu pengawas. (KUHPerd. 359 dst., 377 dst., 379 dst., 441, 446; Rv. 580-8?; Wak. 60.)
450. Dicabut dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
451. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika alasan-alasan penting menghendaki pengangkatan orang lain menjadi pengampu, suami atau istri harus diangkat menjadi pengampu bagi istri atau suaminya, tanpa mewajibkan si istri mendapatkan persetujuan atau kuasa apa pun juga untuk menerima pengangkatan itu. (KUHPerd. 103, 300, 349, 359, 377 dst., 379-3?, 380, 418.)
452. Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa. Bila seseorang yang karena keborosan ditempatkan di bawah pengampuan hendak melangsungkan perkawinan, maka ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal 151 berlaku terhadapnya. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan undang-undang tentang perwalian atas anak belum dewasa, yang tercantum dalam pasal 331 sampai dengan 344, pasal-pasal 362, 367, 369 sampai dengan 388, 391 dan berikutnya dalam Bagian 11, 12, dan 13 Bab XV, berlaku juga terhadap pengampuan. (Ov. 23; KUHPerd. 63, 330, 458, 539, 1006, 1046, 1149-7?, 1330 dst., 1446, 1454, 1813; Rv. 336; KUHP. 35, 37, 524.)
453. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan mempunyai anak-anak belum dewasa serta menjalankan kekuasaan orang tua, sedangkan istri atau suaminya telah dibebaskan atau diberhentikan dari kekuasaan orang tua, atau berdasarkan pasal 246 tidak diperintahkan menjalankan kekuasaan orang tua atau tidak memungkinkan untuk menjalankan kekuasaan orang tua, seperti juga jika orang yang di bawah pengampuan itu menjadi wali atas anak-anaknya yang sah, maka demi hukum pengampu adalah wali atas anak-anak belum dewasa itu sampai pengampuannya dihentikan, atau sampai istri atau suaminya memperoleh perwalian itu karena penetapan yang dimaksudkan dalam pasal 206 dan pasal 230, atau mendapatkan kekuasaan orang tua berdasarkan pasal 246a, atau dipulihkan dalam kekuasaan orang tua atau perwalian. (KUHPerd. 300, 345, 353, 458.)
454. Penghasilan orang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus digunakan khusus untuk memperbaiki nasibnya dan memperlancar penyembuhan. (KUHPerd. 388, 391, 451.)
455. Dicabut dg. S. 1897-53.
456. (s.d.u. dg. S. 1897-53.) Terhadap orang-orang yang tidak dapat dibiarkan mengurus diri sendiri atau membahayakan keamanan orang lain karena kelakuannya terlanjur buruk dan terus-menerus buruk, harus dilakukan tindakan seperti diatur dalam Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia. (RO. 134; KUHPerd. 455, 457; IR. 234.)
457. Dalam hal adanya kepentingan yang mendesak, para kepala daerah setempat, menjelang pengesahan pengadilan negeri, berkuasa memerintahkan penahanan sementara orang-orang yang dimaksud dalam pasal-pasal yang lalu. Mereka wajib untuk bertindak dengan cermat; dan selambat-lambatnya dalam empat hari atau, dalam hal tempat kedudukan pengadilan negeri yang bersangkutan ada di pulau lain, dengan kapal yang pertama, mereka harus mengirimkan surat-surat tentang penahanan kepada kejaksaan yang berwenang, yang harus menyampaikan lagi surat-surat itu dengan tuntutannya kepada pengadilan negeri segera setelah menerima surat-surat itu. Bila pengadilan negeri tidak menemukan alasan-alasan guna menguatkan penahanan, maka dengan putusan harus diperintahkan supaya orang yang ditahan itu segera dikeluarkan dari tahanan. Putusan ini harus segera dilaksanakan oleh kepala daerah yang bersangkutan segera setelah diterimanya, dan hal itu harus diberitahukan kepada kejaksaan dengan cara seperti yang ditentukan dalam alinea kedua pasal ini. (KUHPerd. 462.)
458. Seorang anak belum dewasa yang ada di bawah pengampuan tidak dapat melakukan perkawinan, pula tidak dapat mengadakan perjanjian-perjanjian, selain dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pada pasal 38 dan pasal 151. (KUHPerd. 453.)
459. Tidak seorang pun, kecuali suami-istri dan keluarga sedarah dalam garis ke atas atau ke bawah, wajib menjalankan suatu pengampuan lebih dari delapan tahun lamanya; setelah waktu itu lewat, pengampu boleh minta dibebaskan dan permintaan ini harus dikabulkan. (KUHPerd. 290 dst., 376 dst.)
460. Pengampuan berakhir bila sebab-sebab yang mengakibatkannya telah hilang; tetapi pembebasan dari pengampuan ini tidak akan diberikan, selain dengan memperhatikan tata cara yang ditentukan oleh undang-undang guna memperoleh pengampuan, dan karena itu orang yang ditempatkan di bawah pengampuan tidak boleh menikmati kembali hak-haknya sebelum keputusan tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (KUHPerd. 88, 433 dst., IR. 232.)
461. Pembebasan diri pengampuan harus diumumkan dengan cara yang diatur dalam pasal 444.
Ketentuan penutup
462. Seorang anak belum dewasa yang berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, tidak boleh ditempatkan di bawah pengampuan, tetapi tetap berada di bawah pengawasan ayahnya, ibunya atau walinya. (KUHPerd. 299, 330, 383, 433.) Alinea kedua dan ketiga dicabut berdasarkan S. 1897-53.
Bab XVIII
Ketidakhadiran
Bagian 1
Ketentuan-ketentuan sementara
463. Bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakilinya dalam urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya, atau untuk mengatur pengelolaannya mengenai hal itu, ataupun bila kuasa yang diberikannya tidak berlaku lagi, sedangkan keadaan sangat memerlukan mengatur pengelolaan itu seluruhnya atau sebagian, atau untuk mengusahakan wakil baginya, maka atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan, atau atas tuntutan kejaksaan, pengadilan negeri di tempat tinggal orang yang dalam keadaan tidak hadir itu harus memerintahkan balai harta peninggalan untuk mengelola barang-barang dan kepentingan-kepentingan orang itu seluruhnya atau sebagian, membela hak-haknya, dan bertindak sebagai wakilnya. (IR. 235; RBg. 271.) Semuanya itu tidak mengurangi ketentuan-ketentuan khusus menurut undang-undang dalam hal kepailitan atau ketidakmampuan yang nyata. (KUPerd. 17, 374, 470, 1079, 1813; F. 1 dst.) (s.d.u. dg. S. 1925-113 jo. 181.) Sekiranya harta kekayaan dan kepentingan orang yang tak hadir itu sedikit, maka atas permintaan atau tuntutan seperti di atas, ataupun dengan menyimpang dari permintaan atau tuntutan itu karena jabatan, pengadilan negeri, baik dengan penetapan termaksud dalam alinea pertama, maupun dengan penetapan lebih lanjut yang masih akan diambilnya, juga berkuasa untuk memerintahkan pengelolaan harta kekayaan dan pengurusan kepentingan itu kepada seorang atau lebih yang ditunjuk oleh pengadilan negeri dari keluarga sedarah atau semenda orang yang tidak hadir itu, atau kepada istri atau suaminya; dalam hal ini, satu-satunya kewajiban ialah bila orang yang tak hadir itu kembali, maka keluarga, istri atau suaminya itu, wajib mengembalikan harta kekayaan itu atau harganya, setelah dikurangi segala utang yang sementara itu telah dilunasinya, tanpa hasil dan pendapatannya. Ketentuan-ketentuan pasal berikut dari bagian ini tidak berlaku terhadap pengelola tersebut diatas.
464. Balai harta peninggalan berkewajiban, jika perlu setelah penyegelan, untuk membuat daftar lengkap harta kekayaan yang pengelolaannya dipercayakan kepadanya. Untuk selanjutnya balai harta peninggalan harus mengindahkan peraturan-peraturan mengenai pengelolaan harta kekayaan anak-anak yang masih di bawah umur, sejauh peraturan-peraturan itu dapat diterapkan pada pengelolaannya, kecuali bila pengadilan negeri menentukan lain mengenai hal-hal tertentu. (Ov. 100 dst.; KUHPerd. 385 dst., 391, 465 dst.; Rv. 672.)
465. Balai harta peninggalan berkewajiban untuk memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban secara singkat dan memperlihatkan efek-efek dan surat-surat yang berhubungan dengan pengelolaan itu kepada jawatan kejaksaan pada pengadilan negeri yang telah mengangkatnya. Perhitungan ini boleh dibuat di atas kertas yang tidak bermeterai dan disampaikan tanpa tata cara peradilan. Terhadap perhitungan dan pertanggungjawaban ini jawatan kejaksaan boleh mengajukan usul-usul kepada pengadilan negeri, sejauh hal itu dianggapnya perlu untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu. Pengesahan perhitungan dan pertanggungjawaban ini tidak mengurangi hak orang yang tidak hadir itu atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan-keberatan terhadap perhitungan itu. (KUHPerd. 464, 472, 483, 791, 803; Rv. 764 dst.)
466. Dihapus dg. S. 1928-210; memberi wewenang untuk pengelolaan dalam memperhitungkan upah yang ditetapkan dalam KUHPerdata. 463 dst.
Bagian 2
Pernyataan mengenai orang yang diperkirakan telah meninggal dunia
467. Bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakili urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya, atau mengatur pengelolaannya atas hal itu, dan bila telah lampau lima tahun sejak kepergiannya, atau lima tahun setelah diperoleh berita terakhir yang membuktikan bahwa dia masih hidup pada waktu itu, sedangkan dalam lima tahun itu tak pernah ada tanda-tanda tentang hidupnya atau matinya, maka tak peduli apakah pengaturan-pengaturan sementara telah diperintahkan atau belum, orang yang dalam keadaan tak hadir itu, atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan dan dengan izin pengadilan negeri di tempat tinggal yang ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan itu dengan panggilan umum yang berlaku selama jangka waktu tiga bulan, atau lebih lama lagi sebagaimana diperintahkan oleh pengadilan. Bila atas panggilan itu tidak menghadap, baik orang yang dalam keadaan tidak hadir itu maupun orang lain untuknya, untuk memberi petunjuk bahwa dia masih hidup, maka harus diberikan izin untuk panggilan demikian yang kedua, dan setelah pemanggilan kedua ini, dalam hal seperti di atas, izin untuk pemanggilan demikian yang ketiga harus diberikan. Panggilan ini tiap-tiap kali harus dipasang dalam surat-surat kabar yang dengan tegas akan ditunjuk oleh pengadilan negeri pada waktu memberikan izin yang pertama, dan tiap-tiap kali juga harus ditempelkan pada pintu utama ruang sidang pengadilan negeri dan pada pintu masuk kantor keresidenan tempat tinggal terakhir orang tidak hadir itu. (KUHPerd. 463, 469 dst., 472, 475 dst., 493, 1792; Rv. 6-7?)
468. Bila atas panggilan ketiga tidak datang menghadap, baik orang yang dalam keadaan tak hadir, maupun orang lain yang cukup menjadi petunjuk tentang adanya orang itu, maka pengadilan negeri, atas tuntutan jawatan kejaksaan dan setelah mendengar jawatan itu, boleh menyatakan adanya dugaan hukum bahwa orang itu telah meninggal, terhitung sejak hari ia meninggalkan tempat tinggalnya, atau sejak hari berita terakhir mengenai hidupnya, yang harinya secara pasti harus dinyatakan dalam putusan itu. (KUHPerd. 463, 467, 469, 471, 482, 1916.)
469. Sebelum mengambil putusan atas tuntutan itu, jika perlu setelah mengadakan pemeriksaan saksi-saksi yang diperintahkan untuk itu, dengan kehadiran jawatan kejaksaan, pengadilan negeri harus memperhatikan sebab-sebab terjadinya ketidakhadiran itu, sebab-sebab yang mungkin telah menghalangi penerimaan kabar dari orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan dugaan tentang kematian. Pengadilan negeri, berkenaan dengan ini semua, boleh menunda pengambilan putusan sampai lima tahun lebih lama daripada jangka waktu tersebut dalam pasal 467, dan boleh memerintahkan pemanggilan-pemanggilan lebih lanjut dan penempatannya dalam surat kabar, sekiranya hal itu dianggap perlu oleh pengadilan untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu. (KUHPerd. 494; Rv. 171 dst.)
470. Bila seseorang pada waktu meninggalkan tempat tinggalnya telah memberikan kuasa untuk mewakilinya dalam urusan-urusannya, atau telah mengatur pengelolaannya, dan bila telah lampau sepuluh tahun setelah keberangkatannya, atau setelah berita terakhir bahwa ia masih hidup, sedangkan dalam sepuluh tahun itu tidak ada tanda-tanda apakah ia masih hidup atau telah mati, maka atas permohonan orang-orang yang berkepentingan, orang yang dalam keadaan tak hadir itu boleh dipanggil, dan boleh dinyatakan bahwa ada dugaan hukum tentang kematiannya, dengan cara dan menurut peraturan-peraturan yang tercantum dalam tiga pasal yang lalu. Berlalunya waktu sepuluh tahun ini diharuskan, pun sekiranya kuasa yang diberikan atau pengaturan yang diadakan oleh orang yang dalam keadaan tak hadir itu telah berakhir lebih dahulu. Akan tetapi dalam hal yang terakhir ini, pengelolaan harus diselenggarakan dengan cara seperti yang tercantum dalam Bagian 1 bab ini. (KUHPerd. 463, 467, 1795; 1813.)
471. Pernyataan mengenai dugaan tentang kematian harus diumumkan dengan menggunakan surat kabar yang telah digunakan dalam pemanggilan-pemanggilan. (KUHPerd. 468.)
Bagian 3
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang yang diduga sebagai ahli bagian wais dan orang-orang lain yang berkepentingan, setelah pernyataan mengenai dugaan tentang kematian.
472. Orang-orang yang diduga menjadi ahli waris dari orang yang dalam keadaan tak hadir, yakni mereka yang pada hari yang dinyatakan dalam putusan hakim itu berhak atas harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir itu, baik menurut hak waris karena kematian, maupun menurut surat wasiat, berwenang untuk menuntut perhitungan, pertanggungjawaban dan penyerahan barang-barang itu dari balai harta peninggalan, bila balai ini diserahi tugas pengelolaan barang-barang orang yang dalam keadaan tak hadir itu, dan untuk menguasai barang-barang dari orang yang dalam keadaan tak hadir itu; segala sesuatunya itu dilaksanakan dengan mengadakan jaminan pribadi atau kebendaan, yang disahkan oleh pengadilan guna menjamin, bahwa barang-barang itu akan digunakan tanpa menjadi berantakan atau terlantar, dan bahwa barang-barang itu atau, bila sifat barang-barang itu mengharuskan, harganya akan dikembalikan, semuanya untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tak hadir itu sekiranya dia ulang kembali, atau untuk kepentingan para ahli waris lainnya sekiranya hak mereka kemudian ternyata lebih kuat. Dengan demikian, mereka yang diduga menjadi ahli waris beserta orang-orang yang berkepentingan, berwenang untuk menuntut supaya dibuka surat-surat wasiatnya, sekiranya ada. (KUHPerd. 463, 465, 468, 473 dst., 483, 784, 832 dst., 943, 1051, 1162, 1820; Rv. 611 dst., 764.)
473. Bila tidak diberikan jaminan tersebut dalam pasal yang lalu, barang-barang itu harus ditaruh di bawah pengelolaan pihak ketiga, dan mengenai barang-barang bergerak harus diperintahkan penjualannya, dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang terdapat dalam pasal 786 dan pasal 787 kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 789, 792, 803, 1730.)
474. Para ahli waris dugaan, berkenaan dengan hal menikmati harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama, seperti yang diatur untuk para pemegang hak pakai hasil, sejauh ketentuan-ketentuan yang ditetapkan untuk hal itu berlaku, dan tentang hal itu tidak ada peraturan lain. (KUHPerd. 482, 761, 782.)
475. Atas dasar yang sama seperti yang ditentukan dalam tiga pasal yang lalu tentang para ahli waris dugaan dari orang yang dalam keadaan tak hadir, orang-orang yang mendapat hibah wasiat, dan orang-orang lain yang sedianya mempunyai suatu hak atas harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir itu bila dia ini meninggal, boleh segera melakukan hak mereka. (KUHPerd. 472, 807-1?, 880 dst., 959.)
476. Mereka yang menguasai atau mengelola barang-barang dari orang yang dalam keadaan tak hadir, masing-masing sejauh mengenai dirinya, berkewajiban untuk memberi perhitungan dan pertanggungjawaban dan untuk menyerahkan barang-barang itu kepada orang yang dalam keadaan tak hadir bila dia pulang, atau kepada para ahli waris atau para pemegang hak lainnya, sekiranya mereka datang, dan menunjukkan hak mereka yang lebih kuat. (KUHPerd. 472 dst., 475.)
477. Semua ahli waris dugaan itu, segera setelah mengambil barang-barang ke dalam penguasaannya, berkewajiban untuk membuat daftar lengkap barang-barang yang ditinggalkan orang yang dalam keadaan tak hadir itu. Kepada mereka diberikan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. Bila tidak diadakan pendaftaran harta peninggalan demikian itu, seperti juga dalam hal-hal yang diatur pada pasal 1031, mereka kehilangan hak istimewa tersebut di atas, tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban tersebut dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 783, 1023 dst.)
478. Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang lalu, dan sejauh karena itu tidak ada ketentuan lain, para ahli waris dugaan boleh membagi di antara mereka segala harta peninggalan orang yang dalam keadaan tidak hadir yang telah mereka kuasai, dengan mengindahkan peraturan-peraturan tentang pemisahan harta peninggalan. Namun barang-barang tetapnya tidak boleh dijual untuk dapat mengadakan pemisahan itu, melainkan harus ditaruh dalam suatu penitipan, bila tidak dapat dibagi atau dimasukkan dalam suatu kaveling, dan hasilnya dapat dibagi menurut kesepakatan mereka. Tentang semuanya itu harus dibuatkan dan ditandatangani sebuah akta, yang juga menunjukkan, barang-barang apakah yang diberikan kepada penerima hibah wasiat dan orang-orang lain yang berhak. (KUHPerd. 479 dst., 484, 1066 dst., 1169, 1730.)
479. Daftar dan akta tersebut dalam pasal yang lalu, demikian pula akta tentang jaminan, harus dibawa ke kepaniteraan pengadilan negeri yang telah mengeluarkan keputusan tentang kematian dugaan, dan disimpan di sana. (KUHPerd. 467, 472, 480; Rv. 612 dst.)
480. Mereka yang karena ketentuan-ketentuan yang lalu telah mendapat bagian dari barang-barang tetap, atau ditugaskan untuk mengelolanya, demi kepastian mereka boleh menuntut agar barang-barang itu diperiksa oleh ahli-ahli, yang diangkat untuk itu oleh pengadilan negeri yang di daerah hukumnya barang-barang itu terletak, dan agar dibuatkan uraian tentang keadaannya. Setelah ahli-ahli itu memberikan perslah kepada pengadilan, dan pengadilan mengesahkannya, kemudian mendengar jawatan kejaksaan, maka uraian dan perslah itu harus disimpan di kepaniteraan. (KUHPerd. 487, 783.)
481. Barang-barang tetap kepunyaan orang yang dalam keadaan tak hadir, yang dibagikan kepada ahli waris dugaan, atau diserahkan kepadanya untuk dikelola, selanjutnya tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani, sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam pasal 484, kecuali kalau ada alasan penting, dan dengan izin pengadilan negeri. (KUHPerd. 1168, 1170.)
482. Bila orang yang dalam keadaan tidak hadir itu pulang kembali setelah ada keterangan kematian dugaan, atau diperoleh tanda-tanda bahwa dia masih dalam keadaan hidup, maka mereka yang telah menikmati hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan dari barang-barangnya, wajib untuk mengembalikan hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan itu sebagai berikut: setengahnya bila dia pulang kembali, atau bila tanda-tanda bahwa dia masih hidup diperoleh dalam waktu lima belas tahun setelah hari kematian dugaan yang dinyatakan dalam putusan hakim; atau seperempatnya, bila tanda-tanda itu diperoleh kemudian, tetapi sebelum lampau waktu tiga puluh tahun setelah pernyataan itu. Akan tetapi semua itu dengan ketentuan, bahwa pengadilan negeri yang telah memberi keputusan tentang kematian dugaan itu, mengingat sedikitnya barang-barang yang ditinggalkan, boleh memerintahkan yang berlainan tentang pengembalian hasil-hasil dan pendapatan itu, atau dapat juga memberi pembebasan sama sekali. (KUHPerd. 468, 474, 486, 492.)
483. Bila orang yang dalam keadaan tidak hadir itu kawin dengan gabungan harta bersama, atau gabungan keuntungan dan kerugian saja, atau gabungan hasil-hasil dan pendapatan, sedangkan istri atau suaminya memilih membiarkan gabungan itu berjalan terus, maka dia boleh mencegah pengambilan barang-barang dalam penguasaan sementara oleh orang-orang yang diduga sebagai ahli waris, dan mencegah pelaksanaan hak-hak yang mestinya baru akan timbul setelah kematian orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan mengambil atau mempertahankan barang-barang itu dalam pengelolaanya, dengan mendahului yang lain-lain, dengan menunaikan kewajiban akan pendaftaran tersebut dalam pasal 477. Akan tetapi penghentian pengambilan barang-barang dalam penguasaan dengan segala akibat-akibatnya, tidak boleh berlangsung lebih lama daripada sepuluh tahun penuh, terhitung dari hari tersebut dalam putusan hakim yang menyatakan kematian dugaan itu. Namun bila si istri atau si suami tidak menentang pengambilan barang-barang dalam penguasaan itu oleh para ahli waris, maka ia boleh mengambil bagiannya dalam harta bersama itu, atau barang-barang miliknya sendiri, dan segala sesuatu yang merupakan haknya, asal saja ia memberikan jaminan untuk barang-barang yang mungkin harus dikembalikan. Si istri yang memilih dilanjutkan gabungan harta bersama, tetap mempunyai hak untuk melepaskan diri dari gabungan harta bersama itu di kemudian hari. (KUHPerd. 114, 119, 124 dst., 132, 136, 155, 164, 465, 468, 472, 484, 493.)
484. Bila telah lampau tiga puluh tahun setelah hari kematian dugaan seperti yang dinyatakan dalam keputusan hakim, atau bila sebelumnya telah berlalu seratus tahun penuh setelah kelahiran orang yang dalam keadaan tak hadir, maka penjamin-penjamin dibebaskan dan pembagian barang-barang yang ditinggalkan tetap berlaku, sejauh pembagian itu telah terjadi, atau bila belum terjadi, para ahli waris dugaan boleh mengadakan pembagian tetap, dan boleh menikmati semua hak atas harta peninggalan itu secara pasti. Maka berhentilah hak istimewa akan pendaftaran harta, dan dapatlah para ahli waris dugaan diwajibkan untuk menerima atau menolak warisan, menurut peraturan-peraturan yang ada tentang hal itu. (KUHPerd. 472, 478, 486 dst., 1029, 1066 dst.; BS. 40.)
485. Bila sebelum waktu tersebut dalam pasal yang lalu, diterima berita tentang kematian orang yang ada dalam keadaan tak hadir, maka mereka yang atas dasar undang-undang atau atas dasar penetapan-penetapan orang yang dalam keadaan tak hadir itu telah mendapat hak-hak atas harta peninggalannya, atau para pengganti mereka itu, boleh menuntut perhitungan, pertanggungjawaban dan penyerahan atas dasar pasal 476 dan pasal 482. (KUHPerd. 126.)
486. Sekiranya orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembali, atau menunjukkan bahwa dia masih hidup, setelah lampau tiga puluh tahun sejak hari kematian dugaan seperti yang dinyatakan dalam keputusan hakim, maka dia hanya berhak untuk menuntut kembali barang-barangnya dalam keadaan seperti adanya pada waktu itu, beserta harga barang-barang yang telah dipindahtangankan, atau barang-barang yang telah dibeli dengan hasil pemindahtanganan barang-barang kepunyaannya, namun semuanya tanpa suatu hasil atau pendapatan. (KUHPerd. 468, 482, 484, 830.)
487. Demikian pula anak-anak dan keturunan-keturunan lebih lanjut orang yang dalam keadaan tak hadir, boleh menerima kembali barang-barangnya, sejauh hak mereka timbul dalam waktu tiga puluh tahun sejak lampaunya waktu yang ditetapkan dalam pasal 484.
488. Bila dengan putusan hakim dinyatakan dugaan hukum tentang kematian, semua tuntutan hukum terhadap orang yang dalam keadaan tak hadir itu, harus diajukan terhadap para ahli waris dugaan yang telah mengambil barang-barangnya dalam penguasaan mereka, tanpa mengurangi hak mereka untuk memberlakukan hak istimewa mereka akan pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd. 463, 468, 483, 781, 1032.)
Bagian 4
Hak-hak yang jatuh ke tangan orang tak hadir bagian yang tak pasti hidup atau mati.
489. Orang yang menuntut suatu hak, yang katanya telah beralih dari orang yang tak hadir kepadanya, tetapi hak itu baru jatuh pada orang yang tak hadir setelah keadaan hidup atau matinya menjadi tidak pasti, wajib untuk membuktikan, bahwa orang yang tak hadir itu masih hidup pada saat hak itu jatuh padanya; selama dia tidak membuktikan hal itu, maka tuntutannya harus dinyatakan tidak dapat diterima. (KUHPerd. 468, 836, 847, 899, 1865.)
490. Bila pada orang tak hadir, yang keadaan hidup atau matinya tidak pasti, jatuh suatu warisan atau hibah wasiat, yang sedianya menjadi hak orang-orang lain andaikata orang yang tak hadir itu hidup, atau yang sedianya harus dibagi dengan orang-orang lain, maka warisan atau hibah wasiat itu, seluruhnya atau sebagian, boleh diambil dalam penguasaan oleh orang-orang lain itu, seakan-akan orang itu telah meninggal, tanpa kewajiban untuk membuktikan kematian orang itu; namun untuk itu mereka harus mendapat izin lebih dahulu dari pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak rumah kematian orang itu, dan pengadilan itu harus memerintahkan pemanggilan-pemanggilan umum dan mengeluarkan peraturan pengamanan yang perlu untuk pihak-pihak yang berkepentingan. (KUHPerd. 467, 472 dst., 477, 836, 847, 852 dst., 880, 899,)
491. Ketentuan-ketentuan dari kedua pasal yang lalu tidak mengesampingkan hak untuk menuntut warisan-warisan dan hak-hak lain yang ternyata kemudian telah jatuh pada orang yang dalam keadaan tak hadir itu atau orang-orang yang telah mendapat hak-hak itu daripadanya. Hak-hak itu hanya hapus oleh lampaunya waktu yang disyaratkan untuk kedaluwarsa. (KUHPerd. 1055, 1987 dst.) 492. Bila kemudian orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembali, atau haknya dituntut atas namanya, pengembalian penghasilan dan pendapatannya boleh dituntut, terhitung dari hari ketika hak itu jatuh pada orang yang tak hadir itu, atas dasar dan menurut ketentuan-ketentuan pasal 482.
Bagian 5
Akibat-akibat keadaan tidak hadir berkenaan dengan perkawinan
493. Bila salah seorang dari suami-istri, selain meninggalkan tempat tinggal dengan kemauan buruk, selama sepuluh tahun penuh tak hadir di tempat tinggalnya tanpa berita tentang hidup-matinya orang itu, maka suami atau istri yang ditinggalkan berwenang untuk memanggil orang yang tak hadir itu tiga kali berturut-turut dengan panggilan pengadilan, menurut cara yang ditentukan dalam pasal 467 dan pasal 468, dengan izin dari pengadilan negeri di tempat tinggal mereka bersama. (Ov. 65; KUHPerd. 27, 86, 114, 126-2?, 199-2?, 209-2?, 211.)
494. Bila atas panggilan ketiga dari pengadilan, baik orang yang tak hadir maupun orang lain untuknya, tidak ada yang muncul memberi cukup petunjuk tentang hidupnya orang itu, maka pengadilan negeri boleh memberi izin kepada suami atau istri yang ditinggalkan untuk kawin dengan orang lain. Ketentuan-ketentuan pasal 469 berlaku dalam hal ini. (Ov. 65.)
495. Bila setelah pemberian izin, tetapi sebelum perkawinan dengan yang itu dilakukan, orang yang tak hadir itu muncul, atau seseorang membawa bukti cukup tentang masih hidupnya orang itu, maka izin yang telah diberikan tidak berlaku lagi demi hukum. Bila orang yang ditinggalkan itu telah melakukan perkawinan lain, orang yang tak hadir juga mempunyai hak untuk melakukan perkawinan lain. (Ov. 65; KUHPerd. 99-2?.)
496. 497, 498. (Dihapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
0 Response to "Hukum perdata Indonesia"
Posting Komentar